Penulis
Intisari-Online.com -Gegap gempita Olimpiade 2020 Tokyo nyatanya memberikan dampak mengerikan bagi warga tuan rumah yang mengidap Covid-19.
Demi menjaga olimpiade tetap berjalan, pemerintah Jepang mengambil keputusan yang tak ubahnya menyiapkan kuburan massal bagi rakyatnya sendiri.
Seperti diketahui, Jepang, khususnya ibu kota Tokyo, kini sedang berada dalam status darurat terkait kasus Covid-19.
Bahkan pada Kamis (29/7/2021), kasus Covid-19 yang ada di tuan rumah Olimpiade tersebut melampaui rekor.
Jumlah infeksi Covid-19 yang terjadi dalam 24 jam terakhir mencapai lebih dari 10.000 kasus.
Banyak yang menilai bahwa penyumbang besar kasus infeksi adalah multievent empat tahunan tersebut.
Namun, panitia menyebut hanya ada 27 kasus positif yang terkait dengan Olimpiade Tokyo.
Perdana Menteri Jepang,Yoshihide Suga, pun termasuk orang yang berkeras bahwa Olimpiade tidak memberikan dampak besar terhadap lonjakan kasus.
Sayangnya, pengakuan pemerintah Jepang tetap saja mendapat cibiran dari warganya.
Sebab, di tengah gegap gempita Olimpiade Covid-19, Tokyo justru memberikan larangan keras untuk bar atau pun restoran untuk buka.
Haruo Ozaki, Ketua Asosiasi Kedokteran Tokyo, tidak bisa menafikan bahwa dampak buruk Olimpiade.
Ozaki meyakini bahwa meski tidak secara langsung, Olimpiade bisa saja menjadi titik penyebaran Covid-19 secara tidak langsung.
"Orang-orang tentu akan gusar, kenapa mereka harus dikekang jika kita sedang menggelar festival," paparnya, seperti dikutip darikompas.com.
Kegusaran yang dijamin akan semakin menguat setelah pemerintah Jepang mengambil keputusan kontroversial yang seolah menganaktirikan warganya sendiri.
Lonjakan kasus Covid-19 di Negeri Sakura membuat rumah sakit mulai kelabakan menangani pasien.
Sistem medis negara ini pun kini mengalami krisis bahkan terancam mengalami kelumpuhan.
Memang, seperti diakui olehdirektur Rumah Sakit Universitas Showa, Hironori Sagara, rumah sakit di Jepang sudah mengalami krisis.
"Ada yang ditolak berulang kali untuk masuk. Di tengah kegembiraan Olimpiade, situasi tenaga medis sangat parah," ungkap Sagara, seperti dikutip dariKontan.co.id.
Untuk mengatasi kondisi ini, Jepang akhirnya memutuskan untuk membatasi warga yang bisa dirawat di rumah sakit.
Hanya pasien Covid-19 yang berada dalam kondisi sangat parahlah yang berhak mendapatkan perawatan.
Sisanya, diwajibkan untuk menjalani isolasi secara mandiri di rumah masing-masing.
Kondisi inilah yang membuatpemimpin oposisi Partai Demokrat Konstitusi Jepang Yukio Edano geram.
Edano bahkan mengistilahkan keputusan pemerintah Jepang untuk mendorong rakyatnya melakukan isolasi mandiri sama saja seperti mengabaikan warganya.
"Mereka menyebutnya perawatan di rumah, tetapi sebenarnya itu adalah pengabaian di rumah," kata Edano.
Ya, di tengah gegap gempita Olimpiade Tokyo 2020, ada derita warga Jepang yang dipaksa untuk tersiksa di rumahnya sendiri.
Bahkan bisa jadi meregang nyawa di kamarnya sendiri tanpa pemerintah memberikan penanganan yang mumpuni.