Penulis
Intisari-online.com -China baru saja ketahuan membuang limbah berupa kotoran manusia lewat 200 kapal ikan.
Mereka membuangnya di dekat Kepulauan Spralty, di Laut China Selatan.
Melansir Insider, limbah ini menyebabkan kerusakan besar-besaran kepada terumbu karang yang hidup di laut itu, seperti diklaim firma analisis citra satelit Simularity.
"Limbah dari kapal yang berlabuh di Spratly merusak karang, dan kami bisa melihatnya dari luar angkasa," ujar CEO Simularity Liz Derr selama forum digital yang diadakan oleh lembaga penelitian Manila Stratbase ADR Institute.
"Ratusan kapal yang berlabuh di sana membuang limbah belum diolah setiap hari ke terumbu karang yang mereka duduki," ujar Derr selama presentasi, menambahkan "ketika kapal tidak bergerak, kotoran manusia menumpuk."
Citra satelit ini diambil selama 5 tahun terakhir antara 14 Mei 2016 dan 17 Juni 2021.
Terdapat kontras dalam pertumbuhan ganggang yang hidup di laut tersebut.
Peneliti temukan jika 236 kapal China tercatat tidak bergerak di perairan itu selama waktu perekaman gambar.
Tidak mengejutkan, mengingat China juga mengirim ratusan kapal ke Spratly dan membuat geger Filipina pada Maret lalu.
Peter Koning, wakil presiden penjualan di Simularity mengatakan lewat email jika tidaklah normal bagi kapal untuk tidak bergerak dalam waktu yang lama, dan mereka telah memonitor kapal berbulan-bulan lamanya.
Kapal-kapal China itu bahkan menurunkan jangkar di sekitar Spratly.
Limbah berlebihan menyebabkan tumbuhnya fitoplankton berlebih di air, menyebabkan kekurangan oksigen.
Tanpa adanya suplai oksigen yang mencukupi, habitat terumbu karang dapat mati.
"Bakteri-bakteri ini mengkonsumsi oksigen yang normalnya akan tersedia untuk ikan, menciptakan 'zona mati,'" ujar Simularity dalam laporan mereka.
Perlu diingat, terumbu karang memerlukan waktu 10 ribu tahun untuk terbentuk, dan terumbu penghalang dan atol memerlukan 100 ribu dan 30 juta tahun untuk terbentuk dengan sempurna.
"Ini adalah bencana skala besar dan kita hampir mencapai titik yang tidak bisa kembali lagi," ujar Derr.
Simularity memperingatkan jika bukan hanya terumbu karang yang berisiko mati.
Namun, stok ikan di Laut China Selatan juga akan berkurang, padahal stok ikan menjadi sumber pangan penting bagi negara-negara sekitarnya, termasuk Indonesia.
Filipina menjadi yang terdepan, sedang memproses memverifikasi laporan Simularity.
"Sementara kita mengkonfirmasi dan memverifikasi limbah yang dibuang ini, kami mempertimbangkan aksi tidak bertanggung jawab ini, jika benar, sangat merugikan terhadap ekologi laut di tempat itu," ujar Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana.
"China memperlakukan kami sebagai toilet mereka dan ini adalah pelanggaran baik hukum internasional dan hukum lingkungan lokal," ujar Senator Filipina Grace Poe.
Setidaknya ada 5 negara yang menggantungkan kebutuhan dan klaim di Laut China Selatan: Filipina, China, Malaysia, Vietnam, dan Indonesia.
Klaim China atas Laut China Selatan telah ditolak oleh Pengadilan Hukum Internasional atauDen Haag
Namun China masih aktif mengotori salah satu rute perdagangan dan biota laut tersebut.