Penulis
Intisari-Online.com -Pemerintah Ontario mengeluarkan pernyataan setelah kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut pencampuran vaksin COVID-19 sebagai "tren berbahaya."
Kepala Ilmuwan WHO Dr. Soumya Swaminathan mengatakan pada hari Senin bahwa dia menyarankan agar orang tidak mencampur dan mencocokkan vaksin COVID-19 dari produsen yang berbeda.
Hal itu diungkapkan Swaminathan ketika dia sedang mendiskusikan dosis booster vaksin COVID-19 selama briefing online.
"Ini sedikit tren berbahaya di sini. Kami berada di zona bebas data, bebas bukti sejauh mencampur dan mencocokkan," kata Swaminathan, melansir CTV News, Senin (12/7/2021).
"Ini akan menjadi situasi kacau di negara-negara jika warga mulai memutuskan kapan dan siapa yang akan mengambil dosis kedua, ketiga dan keempat."
Dalam sebuah pernyataan kepada CTV News Toronto pada hari Senin, Carly Luis, direktur komunikasi untuk Menteri Kesehatan Christine Elliott, mengatakan Ontario akan terus mencampur dosis vaksin.
"Ontario terus mengikuti saran dari National Advisory Committee on Immunization (NACI), yang merekomendasikan aman untuk mencampur vaksin berdasarkan studi dari Inggris, Spanyol dan Jerman yang menemukan bahwa mencampur vaksin aman dan menghasilkan respon kekebalan yang kuat," kata Luis.
"Kesehatan dan keselamatan warga Ontarian tetap menjadi prioritas utama kami, dan kami akan terus memantau data yang bekerja dengan NACI dan pemerintah federal."
Ontario telah mencampur vaksin COVID-19 selama beberapa minggu, memungkinkan vaksin mRNA diberikan secara bergantian.
Mereka yang menerima AstraZeneca sebagai dosis pertama juga dapat menggunakan mRNA sebagai dosis kedua.
NACI mengatakan pencampuran merek vaksin yang disetujui aman dan efektif.
Dalam sebuah tweet setelah briefing online hari Senin, Swaminathan mengatakan bahwa "individu tidak boleh memutuskan sendiri" untuk mencampur dosis vaksin, tetapi "lembaga kesehatan masyarakat bisa, berdasarkan data yang tersedia."
"Data dari studi campuran dan kecocokan vaksin yang berbeda sedang ditunggu - imunogenisitas dan keamanan keduanya perlu dievaluasi."
Dalam sebuah dokumen Departemen Kesehatan yang disediakan untuk pekerja perawatan kesehatan pada bulan Juni, pemerintah Ontario mengatakan "tidak ada alasan untuk percaya" bahwa pencampuran COVID-19 akan menghasilkan masalah keamanan tambahan atau pengurangan perlindungan.
Beberapa waktu lalu,terkait keberadaan Ivermectin, WHO ternyata memiliki sedikit masalah hingga membuat salah seorang ilmuwannya disomasi dengan pasal pembunuhan.
Seperti diketahui, di Indonesia, Ivermectin kini menjadi salah satu harapan dalam menghadapi lonjakan kasus Covid-19 akibat serangan varian Delta.
Banyak pihak, terutama dari sisi pemerintah, yang mengklaim bahwa Ivermectin sangat efektif dalam penyembuhan Covid-19.
Somasi atau legal notice tersebut terjadi di India pada pertengahan Juni 2021 lalu.
Kala itu, Asosiasi Pengacara India (IBA) menuntut salah seorang ilmuwan WHO Dr Soumya Swaminathan secara hukum.
Swaminathan, seperti dilansir dari theprint.in, dituduh telah "menjalankan kampanye disinformasi melawan Ivermectin".
Hal ini terjadi setelah Swaminathan, melalui akun Twitter miliknya, menyebut WHO tidak merekomendasikan penggunaan obat untuk Covid-19, "kecuali dalam uji klinis".
Sebab, lanjut Swaminathan dalam cuitannya, "tidak ada bukti" bahwa obat itu membantu menghentikan perkembangan penyakit.
Pernyataan Swaminathan sendiri sebenarnya memang selaras dengan pernyataan WHO yang secara konsisten menyebut tidak ada cukup bukti untuk membuktikan bahwa Ivermectin membantu meringankan penyakit Covid-19.
Namun, bagi IBA, pernyataan sang ilmuwan “sangat tidak berbudi, menyesatkan dan dikeluarkan dengan tujuan tersembunyi dan niat yang disengaja untuk meremehkan efektivitas Ivermectin dalam merawat pasien Covid-19 serta penggunaannya sebagai profilaksis dan untuk mencegah orang menggunakan obat ini dengan menciptakan keraguan di benak orang-orang tentang keamanan Ivermectin”.
Untuk itulah, IBA pada akhirnya melakukan somasi dengan menggunakan pasal-pasal pembunuhan di dalamnya.
"Asosiasi Pengacara India telah memperingatkan tindakan berdasarkan pasal 302 dll. dari KUHP India terhadap Dr. Soumya Swaminathan dan lainnya, atas pembunuhan setiap orang yang sekarat karena halangan dalam perawatan pasien COVID-19 secara efektif oleh Ivermectin. Hukuman berdasarkan pasal 302 KUHP India adalah hukuman mati atau penjara seumur hidup," ujar pengacara Dipali Ojha.