'Kami Waktu Itu Kucing-kucingan', Kala Rachmawati Diam-diam Bantu Fotografer Profesional Ambil Foto-foto Terakhir Bung Karno, Hingga Dimuat di Harian Bergengsi

K. Tatik Wardayati

Penulis

Bung Karno saat terakhir di Wisma Yasa.

Intisari-Online.com – Inilah kisah kala Rachmawati membantu secara diam-diam fotografer profesional mengambil foto-foto terakhir Bung Karno.

Informasi bahwa Rachmawati Soekarnoputri meninggal dunia pada Sabtu (3/7/2021), dibenarkan oleh Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.

Di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Putri Presiden Pertama RI Soekarno itu meninggal sekitar pukul 06.15 WIB.

"Iya, betul meninggal dunia," kata Dasco saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu.

Baca Juga: Mengenang Kisah Soekarno dan Anaknya Rachmawati Soekarnoputri, Kala Soekarno yang Lemah Cari Utangan Sana-sini untuk Pernikahan Anaknya Itu Meski Dikejar Para Tentara

Wakil Ketua DPR itu mengungkapkan, Rachmawati meninggal dunia akibat terpapar Covid-19 setelah dirawat di rumah sakit.

"Meninggal dunia karena Covid-19," ucap Dasco.

Rachmawati Soekarnoputri meninggal dunia pada usia 70 tahun.

Adik dari Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri tersebut dikenal sebagai politisi Partai Gerindra.

Baca Juga: Rachmawati Soekarnoputri Meninggal Dunia Karena Covid-19: Mengenang Kisah Putri Soekarno yang Ketika Kecil Senang Ubun-ibunya Ditiup Sang Ayah

Melansir dari kompas.tv, saat ini jenazah sedang dipersiapkan untuk langsung dibawa ke San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat, dan tidak akan disemayamkan terlebih dahulu di kediamannya.

Kucing-kucingan ‘berburu’ foto Soekarno

Kisah Rachmawati ‘Memburu’ Bung Karno ini disarikan dari Majalah Intisari edisi Juni 1991 sebagai bagian dari tulisan Bung Karno Serba Tak Terduga.

Siang itu, tanggal 6 Juni 1970, gedung tua bernama Wisma Yasa di Jl. Gatot Subroto, Jakarta (sekarang Museum Satria Mandala), sepi-sepi saja meski nampak tentara berjaga-jaga.

Di sinilah Bung Karno, proklamator sekaligus pendiri republik ini, menghabiskan hari-hari istirahatnya.

Matahari pagi bersinar terang, ketika seorang wanita muda didampingi seorang pria meluncur masuk ke Wisma Yasa.

Mereka adalah Rachmawati dan Guruh. Sebuah tas, tenah apa isinya, ditenteng Rachma.

Agak lama Rachma menjenguk ayahnya, sebelum akhirnya lepas tengah hari ia keluar. Memang sekilas ini peristiwa rutin biasa, seorang putri membesuk ayahnya yang sudah tua dan sakit-sakitan.

Tapi barangkali tidak ada yang tahu, sehari setelah kunjungan Rachma dan Guruh ke Wisma Yasa, koran-koran luar negeri membuat scoop dengan memasang foto Bung Karno dalam kondisi yang nampak renta.

Baca Juga: Sejak Merdeka Tak Lepas Dari Utang, Ternyata Ini Jumlah Utang Negara Indonesia Sejak Presiden Soekarno Hingga Jokowi, Ada Presiden yang Nyaris Sukses Kurangi Utang Negara

Itulah foto saat-saat terakhir Bung Karno berada di Wisma Yasa sebelum akhirnya masuk RS Gatot Subroto sampai meninggalnya.

Selain harian-harian Belanda dan koran terkemuka, semacam The New York Times, New Strait Times, media dalam negeri yang juga memuat foto itu adalah Warta Harian dan Sinar Harapan.

Dengan munculnya foto itu yang paling gembira, tentunya Piet Warbung (51) fotografer Kanter Berita Associated Press (AP) yang punya ide orisinal, sehingga mampu menghasilkan foto eksklusif tersebut.

Kisahnya ‘memburu’ foto Bung Karno, ternyata cukup menarik untuk diingat kembali.

“Awal tahun 1970 kepala biro AP di Jakarta memerintahkan saya memotret Bung Karno secepatnya,” tutur Piet.

Jelas itu bukan tugas yang enteng dan mudah.

Masa itu, Wisma Yasa dijaga ketat, Bung Karno pun jarang ke luar ruangan.

Karena keadaan tak memungkinkan ia masuk, Piet lantas cari akal.

Beruntunglah, sebagai wartawan yang ngepos di Istana Negara, ia sudah mengenal dekat anak-anak Bung Karno.

Baca Juga: Inilah Sisi ‘Manusia’ Soekarno, Tidak Malu untuk Minta Maaf pada Pengawalnya, Bahkan Makan pun Jarang Pakai Sendok

Satu-satunya jalan, minta tolong Rachmawati memotret ayahnya.

Kesediaan Rachma untuk membantu, melegakan fotografer yang sudah bergabung di AP sejak tahun 1963 ini.

“Bagi saya sendiri itu merupakan kesempatan yang sangat bagus,” tutur Rachma.

Pada hari yang sudah ditentukan, sebelum menuju ke Wisma Yasa, Rachma menemui Piet di sebuah restoran di kawasan Blok M, pagi-pagi.

“Rachma menjelaskan keadaan rumah tempat ayahnya tinggal. Ia menggambarkan letak ranjangnya, jendela ruangan serta penerangan yang ada di dalamnya,” jelas Piet.

Berdasarkan keterangan itulah Piet lantas mempersiapkan kamera, mengatur diafragma, kecepatan serta ASA film yang dipakai.

“Pokoknya, kamera yang digunakan Rachma untuk memotret Bung Karno sudah disetel sedemikian rupa, sehingga ia tinggal memencet tombol saja.”

Peristiwa pemotretan itu sendiri berlangsung sekitar pukul 12.00, beberapa hari sebelum Bung Karno masuk ke RS Gatot Subroto.

Setelah selesai, Piet dan Rachma bertemu lagi di restoran yang sama pada pukul 13.30.

Baca Juga: Ketika Bung Karno Diasingkan, Dikucilkan dari Masyarakat, hingga Dijaga Ketat Tentara Belanda, Justru di SanalahPancasila Dilahirkan

“Kami waktu itu seperti main kucing-kucingan saja. Betapa pun peristiwa itu jadi semacam blessing in disguise, karena ternyata itu foto kenang-kenangan terakhir dari Bapak,” ujar Rachmawati.

Keuletan Piet memang membuahkan hasil.

Kantor AP yang di Singapura, lewat teleks mengirimkan ucapan selamat kepadanya.

“Sebagai fotografer, tentu saja bangga kalau karya kita bisa dimuat di harian bergengsi seperti The New York Times. Itu murni karena tugas jurnalistik saya saja. Sama sekali tak ada maksud-maksud tertentu di baliknya,” tutur Piet.

Baca Juga: Dirancang Mati-matian Oleh Soekarno, Pancasila Malah Disebut Mirip dengan Dasar Negara Malaysia Sampai Dipelajari Negeri Jiran

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait