Penulis
Intisari-online.com - Sudah lebih dari setahun, sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Covid-19 sebagai pandemi global.
Ekonomi dunia masih berjuang untuk mengatasi konsekuensi ekonomi akibat Covid-19.
Sementara AS dan Eropa perlahan membuka kembali penguncian mereka, di mana Covid-19 sudah mulai dikendalikan.
Meski demikian, Asia masih mengalami masa-masa sulit akibat Pandemi Covid-19.
Baca Juga: Catat Kasus Covid-19 Tertinggi dalam Beberapa Bulan, Pemerintah Israel Kembali Berlakukan Aturan Ini
Menurut 24h.com.vn, Jumat (25/6/21),India dalah 3 bulan terakhir, mereka masih mencatatkanrekor jumlah infeksi dan kematian tinggi.
Hal ini membebani sistem kesehatan, dan beberapa negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia masih mengalami lonjakan Covid-19.
Infeksi meningkat disertai varian jenis baru memaksa beberapa negara melakukan penguncian, dan penerapan prokes ketat.
Menurut analis Tai Hui dari JP Morgan Asset Management Company (USA), perkembangan di atas menunjukkan bahwa perang melawan Covid-19 masih ada.
Program vaksinasi Covid-19 di Asia yang masih rendah mengalami stagnasi mengkhawatirkan, katena kurangnya pasokan vaksin.
Pada kawasan ini diprediksi Covid-19 belum bisa dipastikan kapan selesainya, sebelum mencapai kekebalan kawanan.
Banyak negara di Asia tidak akan mencapai kekebalan kawanan hingga 2022 bahkan setelahnya.
Hal ini dikhawatirkan, akan membawa dampak Covid-19 tidak akan selesai bahkan hingga tahun depan.
Wabah ini telah menyebabkan Singapura, mengalami peningkatan rata-rata 10-40 kasus per hari.
Jauh lebih rendah daripada negara lain, dengan 53% populasi di vaksinasi dengan setidaknya 1 dosis pada 23 Juni.
Singapura saat ini adalah pemimpin Asia dalam vaksinasi, tetapi angka ini tidak cukup untuk mencapai kekebalan kawanan.
Kekhawatiran mengenai varian Delta, yang ditemukan pertama kali di India, memaksa pemerintah Singapura untuk menerapkan kembali tindakan pembatasan.
Ini menunjukkan bahwa wabah yang paling ringan pun dapat memiliki dampak ekonomi negatif yang signifikan.
Hui menekankan bahwa dalam jangka panjang, Asia harus belajar hidup dengan Covid-19.
Pemerintah perlu menerima kenyataan bahwa Covid-19 akan kembali merebak bahkan setelah herd immunity tercapai.
Blokade, penutupan perbatasan, dan jarak sosial hanyalah tindakan sementara, yang memengaruhi ekonomi.
Pengujian, pelacakan, penelusuran, dan vaksinasi besar-besaran adalah alat utama untuk mengendalikan pandemi.
Sehingga meringankan beban ekonomi dan memimpin negara-negara ke tahap keberlanjutan ekonomi berikutnya.
Di Kanada, Direktur Kesehatan Saskatchewan, Saqib Shahab, membenarkan bahwa negaranya memasuki fase baru perang melawan Covid-19: Belajar hidup dengan pandemi.
Menurut Shahab, selama 15 bulan terakhir, Kanada pada khususnya dan dunia pada umumnya berfokus pada upaya untuk "mengendalikan pandemi", dengan vaksinasi yang secara khusus difokuskan pada 3 bulan terakhir.
Dr Shahab juga mengatakan bahwa analisis wabah baru-baru ini menunjukkan bahwa sebagian besar infeksi terjadi pada kelompok yang tidak divaksinasi.
"Dengan tingkat vaksinasi yang tinggi, kita dapat mengurangi risiko kejadian super-spreading. Namun, risiko itu akan selalu ada pada kelompok yang tidak divaksinasi," katanya.
Sebelumnya, pada 12 Juni, Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock juga mengakui bahwa negaranya "harus belajar hidup dengan Covid-19".
Karena "memusnahkan" virus SARS-CoV-2 adalah tugas yang luar biasa.
Menurut beberapa ahli, virus selalu bermutasi, jadi kita harus menerima kenyataan bahwa varian baru SARS-CoV-2 akan terus muncul.