Find Us On Social Media :

Ogah Terbuai dengan Tenggelamnya KRI Nanggala-402, Australia Buru-buru Perpanjang Umur Kapal-kapal Selam Andalannya Usai Kembali Berselisih Hal Pelik Ini dengan Indonesia

By Tatik Ariyani, Minggu, 13 Juni 2021 | 16:11 WIB

Kapal selam kelas RAN Collins HMAS Collins , HMAS Farncomb , HMAS Dechaineux, dan HMAS Sheean dalam formasi saat transit melalui Cockburn Sound, Australia Barat, pada Februari 2019

Tahun 1971 dan 1972, Australia dan Indonesia menyepakati batas laut yang menetapkan batas landas kontinen masing-masing.

Yang menarik adalah 50 tahun sejak itu, Australia dan Indonesia telah mengembangkan pandangan berbeda mengenai prinsip apa yang seharusnya dipakai dalam menarik batas dasar laut.

Tahun 1970-an, Soeharto sangat ingin mencapai legitimasi internasional, termasuk melalui negosiasi perbatasan dengan Australia diatur oleh perjanjian landas kontinen tahun 1958 karena UNCLOS tidak disepakati sampai tahun 1982.

Kemudian dengan dikenalkannya UNCLOS, pendekatan baru untuk delimitasi landas kontinen diadopsi.

UNCLOS memang mengatur prinsip perpanjangan alami berdasarkan Pasal 76, yang dikualifikasikan oleh Pasal 83, mengamanatkan pencapaian "solusi yang adil".

Artinya secara praktis, jika Indonesia berupaya membuka kembali masalah batas dasar laut, langkah ini kemungkinan akan lebih konsekuensial daripada sekedar amandemen teknis terhadap Traktat Perth.

Pasalnya ada kesenjangan besar antara batas dasar laut pilihan Australia dan Indonesia dibandingkan dengan garis ZEE.

Batas-batas dasar laut menguntungkan Australia karena "perpanjangan alami" akan mendorong batas itu jauh lebih dekat ke garis pantai Indonesia, beda dengan garis tengah yang sudah disepakati di Traktat Perth. Maymunah Nasution