Penulis
Intisari-Online.com -Pagi itu, pertengahan tahun 1993, seorang politikus daripartai Pertubuhan Kebangsaan Melayu Bersatu atau dikenal dengan United Malays National Organization (UMNO) tak menghadiri rapat yang sudah diagendakan.
Tak seperti wakil rakyat pada umumnya yang memang terbiasa tak menghadiri rapat, politisi bernama Mazlan Idris tersebut terkenal sangat rajin.
Namun, beberapa hari menjelang rapat, ayah dari dua anak tersebut tiba-tiba absen tanpa kabar selama berhari-hari.
Rekannya, khususnya Datuk Zuki Kamaludin pun yakin bahwa Mazlan telah menjadi korban penculikan hingga akhirnya membuat laporan pada 3 Juli 1993.
Dalam penyelidikan polisi, terungkap bahwa Mazlan berulang kali mendatangi rumah Mona Fandey, seorang mantan penyanyi pop.
Namun, saat polisi tiba, rumah bercat putih tempat Mona dan suaminya Affandi tinggal tersebut sudah kosong.
Dalam penggeledahan rumah dan wawancara dengan saksi, terungkap bahwa mobil Mazlan telah dijual di Pudu, Kuala Lumpur.
Dari transaksi penjualan mobil Mazlan inilah keberadaan sang mantan biduan dan suaminya terlacak.
Namun, pertanyaan lebih lanjut menyeruak: untuk apa seorang politisi diduga dibunuh oleh seorang mantan biduan?
Apalagi, polisi sudah memastikan bahwa tidak ada hubungan asmara atau bahkan utang-piutang antara Mazlan dan Mona.
Sementara polisi masih menyelidiki peran Mona dan suaminya dalam kasus hilangnya Mazlan, terungkaplah satu nama yang menjadi kunci utama keberadaan Mazlan.
Satu nama yang dimaksud adalah Juraimi yang tidak lain merupakan pembantu dari Mona dan Affandi.
Dari kesaksian Juraimi inilah polisi mengetahui keberadaan Mazlan, yang ternyata sudah tak bernyawa dengan tubuh terpotong-potong.
Penemuan potongan tubuh Mazlan tersebut sontak membuat kampung Pamah Dong, Ulu Dong, Raub Pahang, gempar.
Apalagi Mazlan termasuk orang yang sangat terkenal dan terpandang di wilayah tersebut.
Kesaksian Juraimi pun kemudian mengarahkan polisi pada keberadaan kapak dan parang yang digunakan untuk membunuh dan memutilasi Mazlan.
Titik terang dari motif pembunuhan berencana Mazlan oleh ketiga pelaku akhirnya mulai terungkap.
Terungkap bawah Mona sudah bersepakat dengan Mazlan untuk memberikan azimat sakti agar sang politisi tak terkalahkan.
Siapa sangka jika azimat yang dijanjikan Mona tersebut ternyata menyeret nama Presiden Pertama Indonesia, Soekarno.
Mazlan rela menggelontokan RM2,5 juta untuk bisa memperolah tongkat Soekarno.
Mungkin terdorong oleh rasa sadar bahwa janjinya tak akan pernah terpenuhi, Mona pun bersekongkol dengan Affandi dan Juraimi untuk menghabisi nyawa Mazlan.
Nahas, Mazlan bak menyodorkan nyawanya sendiri saat datang seorang diri ke rumah Mona karena disebut akan menjalani ritual, tentunya untuk mendapatkan tongkat Soekarno.
"Ritual kali ini, tidak duduk, tapi berbaring di lantai dengan kepala menghadap ke atas,"tutur Mona dengan penuh keyakinan saat mengarahkan Mazlan menuju meja kematiannya.
Sesaat setelah menutup matanya, Mazlan pun tak bisa lagi membuka matanya. Sebuah kapak tajam telah mengakhiri hidupnya.
Mona dan kedua komplotannya pun kemudian dijatuhi hukuman gantung oleh Pengadilan Malaysia karena terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Mazlan.
Uniknya, selama persidangan berlangsung, Mona tak menunjukkan rasa penyesalannya sama sekali.
Bahkan dia kerap kali menebar senyuman sembari mengenakan pakaian glamor kala berhadapan dengan wartawan.
"Sepertinya saya punya banyak penggemar ya," papar Mona.
Nampaknya sang biduan menemukan kembali sensasi menjadi pusat perhatian seperti masa kejayaannya dulu.