Kisah Joan of Arc, Pahlawan Wanita Prancis yang Jadi Seorang Martir

K. Tatik Wardayati

Penulis

Joan of Arc, pahlawan wanita Prancis dan seorang martir.

Intisari-Online.com – Inilah kisah Joan of Arc, pahlawan wanita Prancis yang menyelamatkan bangsanya, tetapi juga menjadi seorang martir.

Jeanne d’Arc (‘Joan of Arc’ dalam bahasa Inggris), lahir sebagai gadis petani pada tahun 1412 di Prancis pada Abad Pertengahan.

19 tahun kemudian ia meninggal digembar-gemborkan sebagai martir, pejuang, dan penyelamat bangsanya.

Dia meninggalkan warisan yang tidak hanya menginspirasi generasi Prancis, tetapi juga penyair, seniman, dan penulis yang tak terhitung jumlahnya dari seluruh dunia.

Baca Juga: ‘Kemudian Langit Menjadi Milikmu’ Pahlawan Wanita Tanpa Tanda Jasa, Inilah Pilot Wanita yang Tidak Terjun Langsung di Medan Perang Dunia II Tapi Kemampuannya Tak Boleh Diragukan

Joan dibesarkan di desa Domrémy di timur laut Prancis, berasal dari keluarga yang sangat sederhana.

Ayahnya, Jacques d’Arc, adalah seorang petani miskin dan ibunya, Isabelle Romée, adalah seorang wanita yang sangat saleh dan menanamkan pada putrinya akan kecintaan pada agama dan ajaran Gereja Katolik.

Ketika itu, Perang Seratus Tahuh masih berkecamuk.

Berbagai fraksi dari Inggris dan Prancis memperebutkan hak untuk memerintah Kerajaan Prancis.

Baca Juga: Inilah 10 Wanita Revolusioner Paling Sengit di Dunia, dari yang Berjuang dengan Senjata Mematikan Hingga Pemberontakan Melalui Selebaran

Setelah kekalahan telak pada Pertempuran Agincourt pada tahun 1415, raja Prancis Charles VI menyetujui perjanjian yang membuat mahkota tersebut diserahkan kepada Inggris setelah kematiannya, yang terjadi pada tahun 1422.

Namun raja Inggris, Henry V, juga meninggal tahun itu, yang kemudian meninggalkan putranya yang masih bayi Henry VI sebagai raja dari kedua kerajaan.

Para pendukung Charles dari Valois, putra dan Dauphin (pewaris) Charles VI, melihat kesempatan untuk mengembalikan tahta ke tangan Prancis.

Pada titik inilah dalam sejarah Joan of Arc memasuki medan perang.

Meskipun daerah tempat tinggal Joan setia kepada mahkota Prancis, daerah itu dikelilingi oleh orang Burgundi, mereka yang setia kepada Duke of Burgundy; seorang Prancis yang sejajar dengan Inggris.

Berkali-kali selama masa kanak-kanak Joan menyaksikan penggerebekan di desanya dan bahkan pernah dibakar.

Saat Joan berusia 13 tahun, hidupnya berubah selamanya.

Berdiri di taman ayahnya, dia mendapatkan penglihatan spiritual pertamanya, konon melihat Santo Michael, Santa Catherine, dan Santa Margaret berdiri di hadapannya.

Mereka memberitahunya bahwa itu adalah takdirnya untuk menyelamatkan Prancis dengan mengusir Inggris dan membantu Dauphin merebut kembali takhta.

Baca Juga: Ini Pahlawan Wanita Perang Dunia II dalam Kehidupan Nyata yang Menginpirasi Karakter Film-film Perang, Mata-mata Wanita yang Hidupnya Berakhir dengan Tragis

Seiring bertambahnya usia Joan, suara-suara di kepalanya semakin keras, memberinya instruksi yang dia yakini berasal dari Tuhan.

Setelah mengucapkan kaul kesucian dan berhasil menghindari perjodohan yang dilakukan ayahnya, Joan memulai misi sucinya.

Pada usia 16 tahun, dia pergi ke kota terdekat Vaucouleurs, benteng bagi mereka yang setia kepada Charles dari Valois.

Dia bertanya kepada komandan garnisun, Robert de Baudricourt, apakah dia akan membekali dirinya dengan pengawal bersenjata untuk membawanya ke Chinon sehingga dia dapat berbicara dengan Charles di Istana Kerajaannya.

Baudricourt mengejek gadis muda itu dan menolak permintaannya.

Kembali beberapa bulan kemudian, Joan berhasil mendapatkan dukungan dari dua prajurit Baudricourt yang membantunya mencapai pertemuan kedua dengan komandan.

Kali ini dia meramalkan hasil dari Pertempuran Rouvray beberapa hari sebelum pembawa pesan datang untuk melaporkannya.

Sekarang percaya bahwa misinya sangat penting, Baudricourt mengabulkan keinginan Joan.

Karena perjalanan ke Chinon jauh dari mudah, maka Joan memotong rambutnya dan mengenakan pakaian pria untuk perlindungan tambahan selama perjalanan 11 hari melintasi wilayah yang tidak bersahabat.

Baca Juga: Dengan Paras Ayu dan Rayuan Mautnya, Beginilah Cara Betty Pack Dapatkan Kode-kode Rahasia Selama PD II hingga Jadi Mata-mata MI6 Kebanggaan Inggris

Dapat dimaklumi, bila Charles tidak yakin apa yang harus dilakukan tentang gadis petani yang mengaku sebagai penyelamat Prancis dan berjanji untuk melihatnya dimahkotai di Reims, tempat tradisional penobatan kerajaan.

Namun, selama percakapan pribadi dengan Charles, dia memenangkannya dengan mengungkapkan informasi yang mungkin hanya diketahui oleh utusan dari Tuhan.

Persis apa yang dia katakan kepada calon raja masih menjadi misteri.

Setelah 'ujian teologis', yang dilewati oleh Joan dengan gemilang, dia meminta pasukan untuk berbaris di kota Orléans yang terkepung.

Meskipun penasihat Charles berbeda pendapat, keinginan Joan dikabulkan dan diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa misinya dari Tuhan itu nyata.

Meski buta huruf, Joan mendiktekan surat menantang ke Inggris.

'Raja Inggris, jika Anda tidak melakukannya, saya adalah seorang komandan, dan di mana pun saya bertemu dengan pasukan Anda di Prancis, saya akan membuat mereka pergi, baik dengan sukarela atau tidak; dan jika mereka tidak mau menurut, saya akan memusnahkan mereka.

Saya dikirim ke sini oleh Tuhan Raja Surga, mata ganti mata, untuk mengusir Anda sepenuhnya dari Prancis."

Dengan mengenakan baju besi putih di atas kuda putih, pasukan Joan turun ke Orléans yang terkepung.

Baca Juga: Bak Pahlawan Wanita, Transgender Ini Bantu Polisi Ungkap Perdagangan Manusia

Dia mengibarkan panjinya dalam pertempuran, dan menginspirasi orang-orang di sekitarnya hingga membuat keputusan taktis.

Ketika pertempuran berlangsung, dia mendapatkan luka karena panah di bahu, tetapi bisa pulih dengan cepat.

Meskipun pengepungan telah berlangsung berbulan-bulan, namuan pengepungan itu akhirnya berakhir sembilan hari setelah Joan tiba, menghilangkan keraguan tentang misi ilahinya.

Kemenangan Prancis ini diyakini karena pengaruh dan kehadiran Joan yang ketenarannya dengan cepat menyebar.

Seperti yang telah diramalkannya, Charles pun dimahkotai di Reims pada Juli 1429.

Pahlawan wanita berusia 17 tahun itu telah mewujudkan semuanya.

Meskipun Joan ingin memanfaatkan keuntungan yang dinikmati Prancis dan merebut kembali Paris, namun Charles memutuskan untuk membuat gencatan senjata dengan Inggris.

Ini membuktikan bahwa Charles rupanya masih agak skeptis terhadap kemampuan Joan.

Gencatan senjata berakhir pada musim semi 1430 dan Joan dikirim untuk mempertahankan kota Compiègne dari pasukan Inggris dan Burgundi.

Baca Juga: Agen Ganda Mata Hari Mungkin Dihukum Mati Sebagai Wanita Tidak Bersalah

Saat memimpin serangan ke kamp Burgundi di dekatnya, Joan disergap, ditarik dari kudanya dan ditawan.

Saat dipenjara di Kastil Beaurevoir, Joan sering kali berusaha melarikan diri.

Suatu kali, dia melompat setinggi 21,34 meter dari menara yang menahannya ke parit di bawah.

Namun, semuanya sia-sia dan dia akhirnya dijual ke Inggris seharga 10.000 livre.

Mantra singkatnya di medan perang telah berakhir.

Charls menyatakan balas dendam kepada musuhnya atas penangkapan mereka atas Joan, namun dia tidak berusaha menyelamatkan gadis itu.

Joan dipindahkan ke kota Rouen, diadili atas banyak kejahatan mulai dari bid’ah, sihir, dan menyamar jadi laki-laki.

Kepahlawanan dan semangat keberanian Joan telah diperlihatkan di medan perang, namun ujian tersebut memperlihatkan ketabahan Joan yang sebenarnya.

Pengadilan Inggris dengan motivasi politik mengecam Joan, namun dengan tenang menegaskan kembali bahwa dia tidak bersalah.

Baca Juga: 'Aku akan Lindungi Sampai Mati', Inilah Hatice Huveys, Wanita Penjaga Masjid Al-Aqsa yang Air Matanya Tak Terbendung Kala Polisi Israel Lakukan Ini pada Jilbabnya

Cerdas, briian, dan mengabdikan diri pada keyakinan agamanya, Joan tidak mengabaikan perjuangannya.

“Semua yang telah saya lakukan atas instruksi suara saya,” Joan dalam pernyataannya.

Sejarawan dan dokter modern berusaha menjawab pertanyaan tentang dari mana sebenarnya suara Joan berasal dan itu mungkin disebabkan oleh kondisi medis, seperti skizofrenia atau epilepsi.

Setahun penahanannya membuat Joan akhirnya menandatangani pengakuan yang menyangkal bimbingan ilahinya.

Pengakuan itu membuat hukumannya dikurangi dari mati menjadi penjara seumur hidup, dengan syarat dia tidak boleh lagi berpakaian sebagai laki-laki.

Beberapa hari kemudian dia mengenakan pakaian pria lagi, dan dijatuhi hukuman mati.

Pada tanggal 30 Mei 1431, Joan of Arc dibakar di tiang pancang pada usia 19 tahun.

Meski sudah mati, tetapi Joan telah meletakkan dasar bagi Prancis untuk memenangkan Perang Seratus Tahun.

Setelah Prancis menang pada tahun 1453, Charles meminta pengadilan Joan dibatalkan, membersihkan namanya, dan menunjuknya sebagai martir yang tidak bersalah.

Selama abad ke-19, Napoleon menyatakannya sebagai simbol nasional Prancis, sementara pada tahun 1920, Paus Benediktus XV mengkanonisasi Joan sebagai santa pelindung. (ktw)

Baca Juga: Mengenal Baju Palestina Tradisional, Gaya Pakaian Tergantung Wilayah dan Kelasnya

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait