Penulis
Intisari-Online.com -Pesawat Sriwijaya Air nomor register PK-CLC SJ 182 rute Jakarta-Pontianak hilang kontak pada Sabtu (9/1/2021), pukul 14.40 WIB.
Pesawat itu diduga jatuh di perairan Kepulauan Seribu, di antara Pulau Lancang dan Pulau Laki.
Berdasarkan data manifes penerbangan, pesawat yang diproduksi pada 1994 itu membawa 62 orang terdiri atas 50 penumpang dan 12 orang kru.
Rinciannya, 40 orang dewasa, tujuh anak-anak, tiga bayi, sedangkan 12 kru terdiri atas enam kru aktif dan enam kru ekstra.
Salah satu korban dalam kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 menggunakan identitas orang lain.
Hal itu diketahui lantaran nama yang tertera dalam manifes penumpang heran mengapa namanya terpampang padahal tak pernah ikut terbang bersama Sriwijaya Air SJ 182.
Lantas, apakah korban kecelakaan pesawat dengan identitas yang berbeda bisa memperoleh ganti rugi dan santunan?
Pengamat asuransi Azuarini Diah Parwati berpendapat, korban dalam kecelakaan pesawat yang menggunakan identitas orang lain tidak berhak mendapat asuransi.
Dia menuturkan, asuransi prinsipnya akan memberikan ganti rugi sesuai dengan nama yang tertera di perjanjian polis.
Oleh karena itu, korban harus sesuai dengan nama yang tertera dalam manifest penumpang.
"Jika terjadi sesuatu dalam penerbangan dan terdapat perbedaan nama di manifest-nya (beda orang), maka tidak berhak mendapatkan asuransi," kata Azuarini saat dihubungi Kompas.com, Rabu (13/1/2021).
Azuarini menyebut, hal itu sesuai dengan prinsip insurable insurance alias kepentingan untuk diasuransikan.
Dengan kata lain, orang yang mengasuransikan harus mempunyai kepentingan atas yang diasuransikan, misalnya nyawanya.
Pihak yang diasuransikan pun harus legal, tidak melanggar hukum, serta masuk dalam kategori yang layak diasuransikan.
Baca Juga: Sempat Sesumbar Enggan Normalisasi dengan Israel, Qatar Kini Buka Peluang dengan Syarat
"Jadi ketika mengajukan klaim harus memenuhi persyaratan yang berlaku. Karena yang menerima klaimnya adalah ahli waris yang namanya tertera pada manifest," ungkap Azuarini.
Wanita yang juga merupakan pengajar Sekolah Tinggi Asuransi Trisakti menyatakan, meski masih bisa ada kesepakatan antara kedua belah pihak, umumnya pencairan klaim akan kembali ke perjanjian awal.
Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian sesuai isi polis antara pihak asuransi dan perusahaan penerbangan.
"Hal ini karena hanya penumpang pesawat dengan nama yang ada di dalam manifest yang bisa mengklaim asuransi jika terjadi hal yang buruk selama penerbangan," pungkas Azuarini.
Sebelumnya diberitakan, salah satu penumpang yang menjadi korban Sriwijaya Air SJ 182 menggunakan identitas teman satu kosnya.
Padahal, pemilik identitas asli tidak pernah memberikan KTP atau identitas apapun kepada korban.
Kuasa hukum pemilik identitas, Richard Riwoe mempertanyakan, bagaimana orang lain yang mamakai identitas Sarah Beatrice Alomau lolos dari pemeriksaan maskapai Sriwijaya Air.
”Pertanyaannya, Selvin Daro (korban) ini pakai apa? Kalau pakai fotokopi atau foto dalam handphone, apa sesuai aturan?," tanya Richard.
"Ada CCTV semestinya ini bisa dicek kembali, dan mestinya untuk persyaratan terbang harus menunjukkan KTP asli. Apalagi juga ada persyaratan terbang rapid antigen. Kenapa ini bisa lolos terbang?” lanjut dia.
Sementara itu, PT Jasa Raharja (Persero) akan memberikan santunan sebesar Rp 50 juta kepada keluarga korban pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu.
Direktur Utama PT Jasa Raharja, Budi Rahardjo mengatakan, saat ini pihaknya telah melakukan pendataan dan mengunjungi 59 keluarga korban yang tersebar di 24 kota dengan jumlah terbanyak 15 korban berdomisili di Kota Pontianak.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 15/PMK.010/ 2017, bagi seluruh korban meninggal dunia, masing-masing ahli warisnya berhak menerima santunan sebesar Rp 50 juta.
Aturan tersebut juga mengatur besaran biaya perawatan jika ada korban luka-luka yakni maksimum Rp 25 juta.