Find Us On Social Media :

Berambisi Bikin Indonesia Normalisasi Hubungan dengan Israel, Amerika Iming-imingi Hal Menggiurkan Ini pada Indonesia, Bukan Jet Tempur F-35

By Tatik Ariyani, Rabu, 23 Desember 2020 | 08:39 WIB

Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Jokowi menegaskan tidak akan menormalkan hubungan dengan Israel jika Palestina belum berdiri sendiri

Intisari-Online.com - Belakangan, lebih banyak negara Arab yang menormalisasi hubungan dengan Israel.

Dimulai dari Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan kemudian Maroko.

Bahkan, Bhutan yang tak terkait langsung dengan upaya Israel untuk menormalkan hubungan dengan negara-negara Arab juga turut membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

Para pemimpin Amerika dan Israel mengatakan mereka mengharapkan lebih banyak negara untuk bergabung dala gelombang perjanjian normalisasi dengan Israel.

Baca Juga: Perbandingan Kekuatan Militer Turki dan Prancis, Tertinggal dari Prancis, Kini Turki Siap Sambut Keuntungan untuk Sektor Pertahanan Jika Lakukan Hal Ini

Indonesia tak terkecuali.

Setelah lima negara memutuskan membuka hubungan diplomatik dengan Israel, kemudian santer kabar adanya normalisasi hubungan Indonesia-Israel.

Tentunya hal tersebut meresahkan banyak pihak mengingat Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina secara penuh.

Kementerian Luar Negeri Indonesia membantah laporan sejumlah media yang menyebutkan bahwa Israel akan membuka hubungan diplomati dengan Indonesia dalam waktu dekat.

Baca Juga: Israel Kembangkan Sayap dan Mulai 'Mencengkeramkan Kaki di Tanah Naga Petir,' China yang Selama Ini Sudah Berikan Segalanya Harus Terpukul Mundur

Menanggapi kabar tersebut, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengegaskan kepada BBC News Indonesia bahwa tidak ada kontak dengan Israel terkait masalah tersebut.

Presiden Jokowi pun memiliki pandangan mengenai kabar tersebut.

Diberitakan Times of Israel, Jokowi menenangkan hati Presiden otoritas Palestina Mahmoud Abbas pada Kamis lalu jika Jakarta tidak akan mengikuti tren negara Arab tersebut.

Artinya, Jakarta tidak akan menormalisasi hubungan dengan Israel sampai negara Palestina merdeka sepenuhnya.

"Meskipun ada perubahan cepat di Timur Tengah, Indonesia tidak akan mengambil langkah untuk normalisasi dengan Israel sampai perdamaian permanen dan komprehensif tercapai antara Palestina dan Israel," ujar Jokowi kepada Abbas dalam pembicaraan telepon.

Baca Juga: Sikap China Makin Meresahkan di Laut China Selatan, Mendadak Kirim Puluhan Kapal Perangnya Gara-gara Hal Sepele Ini, 'Pantas China Langsung Ngamuk'

Namun bukan AS namanya jika menyerah begitu saja terhadap penolakan Indonesia atas penawaran normalisasi hubungan dengan Israel.

Melansir Al Jazeera, Selasa (22/12/2020), kepala lembaga keuangan AS mengatakan AS dapat menggandakan portofolio sebesar $ 1 miliar jika Indonesia menjalin hubungan dengan Israel.

Menurut seorang pejabat AS, Indonesia dapat membuka miliaran dolar dalam pembiayaan tambahan AS jika bergabung dengan dorongan Donald Trump agar negara-negara Muslim membangun hubungan dengan Israel.

Korporasi Keuangan Pembangunan Internasional AS, sebuah badan pemerintah yang berinvestasi di luar negeri, dapat melipatgandakan portofolio $ 1 miliar saat ini jika Indonesia mengembangkan hubungan dengan Israel, kata Chief Executive Officer DFC Adam Boehler dalam sebuah wawancara Senin di Hotel King David di Yerusalem.

“Kami sedang membicarakannya dengan mereka,” kata Boehler.

Baca Juga: Memijat Kaki untuk Sembuhkan Nyeri Haid, Bagaimana Caranya yang Benar?

“Jika mereka siap, mereka siap dan jika mereka siap maka kami akan dengan senang hati bahkan mendukung lebih banyak secara finansial daripada yang kami lakukan.”

Boehler mengatakan dia tidak akan terkejut jika pendanaan organisasinya untuk Indonesia, negara mayoritas Muslim terbesar di dunia, ditingkatkan menjadi "satu atau dua miliar dolar lebih."

AS juga berharap Oman dan Arab Saudi akan bergabung, meskipun Boehler mengatakan pendanaan DFC untuk kedua negara tersebut akan dibatasi karena organisasi tersebut tidak diizinkan untuk berinvestasi secara langsung di negara-negara berpenghasilan tinggi.

Baca Juga: Sederet Militer Paling Kuat di Asia, Indonesia dan Bekas Penjajahnya Ada dalam Daftar Ini!