Penulis
Intisari-Online.com -Sebuah keluarga Korea Utara berhasil membelot dari negara otoriter setelah terlibat dalam skema ilegal untuk mendapatkan pakaian dalam putri mereka.
Sang ayah, yang hanya dikenal sebagai Han, adalah seorang letnan kolonel yang bekerja di Taman Industri Kaesong, Korea Utara, pada tahun 2008.
Itu merupakan tempat bisnis Korea Selatan sering mempekerjakan pekerja dari luar perbatasan.
Seiring waktu, Han mulai melanggar kebijakan ketat negara "dilarang berteman dengan orang Selatan".
Melansir Daily Star, Rabu (16/12/2020), Han menjadi dekat dengan pekerja lain di Taman.
Beberapa tentara di bawah komando Han memiliki orang tua yang bekerja di petak ginseng Kaesong.
Dia meminta mereka untuk membawa beberapa ginseng ketika mereka kembali dari liburan.
Han kemudian memperdagangkan ginseng dengan orang Korea Selatan dengan imbalan komoditas berharga - pakaian dalam.
Untuk diketahui, persediaan pakaian dalam sangat sedikit di Utara.
Han mengirim pakaian dalam itu ke rumah untuk putrinya Han Ock, yang berusia awal 20-an dan tinggal di Pyongyang.
Namun Han segera melihat peluang bisnis yang menguntungkan dan mulai mengirim seluruh kotak pakaian dalam ke Korea Utara.
"Putri saya terpesona oleh pakaian dalam cantik dengan design yang bagus dari Selatan dan dia memamerkan kepada teman-temannya," katanya kepada This Week in Asia.
"Kemudian, dia (putrinya) mulai menjualnya kepada teman-temannya untuk mendapatkan keuntungan yang besar."
Tapi Han Ock segera curiga bahwa dia sedang dimata-matai oleh pihak berwenang saat bekerja di rumah sakit militer, tempat dia bekerja sebagai perawat.
Han Ock kemudian mencari cara agar pacarnya yang sopir militer mengantarnya, ibu dan saudara laki-lakinya melintasi perbatasan ke China.
Penjaga perbatasan percaya bahwa mereka adalah keluarga komandan tentara dan melambai.
Keluarga itu akhirnya berhasil sampai ke Thailand di mana mereka memasuki keamanan kedutaan Korea Selatan.
Han tidak tahu apa-apa tentang rencana putrinya dan tidak tahu apa yang terjadi dengan keluarganya ketika dia tiba di rumah, rumahnya kosong.
Beberapa bulan kemudian Han bekerja di sebuah proyek penebangan di Rusia ketika dia menerima panggilan telepon dari putrinya yang memberitahukan bahwa mereka masih hidup dan sehat di Seoul.
Ham memutuskan untuk meninggalkan karir militer dan menyeberang.
Dia menerima bantuan untuk melakukan perjalanan ke Thailand, di mana dia juga berlindung di kedutaan Korea Selatan di Bangkok.
Tahun berikutnya dia dan 29 pembelot Korea Utara lainnya diterbangkan ke Korea Selatan di mana Han sempat dipertemukan kembali dengan keluarganya, sebelum dibawa ke tahanan tanya jawab oleh otoritas intelijen selama tujuh bulan.
Han akhirnya dibebaskan dengan hadiah 300 juta won karena menyerahkan rahasia militer, termasuk keberadaan beberapa terowongan melintasi perbatasan yang telah dibangun jika terjadi perang.
Dia menggunakan uang itu untuk membeli tanah pertanian bagi keluarganya untuk tinggal di Seosan, di mana dia terkadang berjuang untuk menyesuaikan diri dengan budaya Korea Selatan.
Dia pernah memelihara 30 anjing untuk keperluan makan daging keluarganya, makanan lezat di negara asalnya.
"Saya tidak tahu di sini dilarang menyembelih anjing untuk dikonsumsi," aku Han.
"Saya menyembelih salah satu dari mereka untuk dibagikan dagingnya dengan teman-teman saya dan seseorang di lingkungan itu melaporkan saya ke pihak berwenang. Akibatnya, saya didenda 500.000 won karena pelecehan hewan."
Keluarga Han mungkin senang mereka pindah, tetapi para pembelot Korea Utara lainnya telah berjuang dengan isolasi sosial, kemiskinan dan penyakit akibat kekurangan gizi seumur hidup.