Penulis
Intisari-Online.com - China mengklaim Laut China Selatan sebagai bagian dari mereka.
Bahkan Beijing dilaporkan telahmenghabiskan waktu bertahun-tahun mengubah pulau dan terumbu karang di Laut China Selatanmenjadi pangkalan militer dan lapangan terbang.
Tetapiwilayah seperti itu bisa rentan terhadap serangan dan hampir tidak dapat dipertahankan jika terjadi perang.
Hal itu menurutsebuah laporan baru yang mencobamemperingatkan.
Dilansir dari9news.com.au pada Rabu (9/12/2020), pangkalan militer itu sepi di laut yang jauh.
Selain itu, lokasinya jauh dari daratan China dan pulau-pulau lain di perairan luas yang disengketakan.
Dilpaorkan lokasinya membentang sekitar 3,3 juta kilometer persegi.
Laporan itu langsung dikatakan oleh Naval and Merchant Ships, majalah berbasis di Beijing yang diterbitkan oleh China.
"Pulau-pulau dan terumbu karang di Laut China Selatan memiliki keunggulan unik dalam menjaga kedaulatan nasional."
"Dan mempertahankan kehadiran militer di laut terbuka."
"Tetapi mereka memiliki kelemahan alami terkait dengan pertahanan militer mereka sendiri," tambahnya.
China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan.'
Dan sejak 2014 telah membangun terumbu kecil dan gundukan pasir menjadi pulau buatan buatan manusia yang dibentengi dengan rudal, landasan pacu, dan sistem persenjataan.
Tentu saja aksi China itu memicu protes dari pemerintah lain.
Setidaknya enam pemerintah lain juga memiliki klaim teritorial yang tumpang tindih di jalur air yang diperebutkan itu.
Mereka adalah Filipina, Vietnam, Malaysia, Indonesia, Brunei, dan Taiwan.
Amerika Serikat (AS), walau tidak mengklaimnya, mengaku mendukung beberapa negara sekutuu mereka.
Sehingga AS menganggap klaim China sebagai ilegal.
Bahkan AS telah bertindak jauh dengan membalas beberapa kapal China dengan membuat beberapa kapal perangnya berlayar di Laut China Selatan.
Menariknya, salah satu kapal perang yang mendekati fitur yang diklaim atau diduduki oleh Beijing, dalam apa yang disebut kebebasan operasi navigasi.
Washington dan sekutunya, termasuk Australia, mengatakan patroli semacam itu menegakkan hak lintas bebas di perairan internasional.
Sementara China berpendapat mereka melanggar kedaulatannya.
Di bawah hukum internasional, siapa pun yang memiliki rangkaian pulau yang diperebutkan di laut akan memiliki hak atas semua sumber daya di perairan terdekatnya seperti ikan, minyak, dan gas.
Lebih luas lagi, siapa pun yang mengendalikan laut ini juga akan memegang kekuasaan atas salah satu rute perdagangan paling berharga di dunia.
Ingat, Laut China Selatan memang i menampung sepertiga dari semua pengiriman global.