Bisa untuk Terapi, Ganja Dikeluarkan dari Kelompok Narkotika, Begini Ihwalnya….

May N

Penulis

Intisari-online.com -Komisi Narkotika PBB (CND) memutuskan mengeluarkan ganja dan resin ganja dari Golongan IV Konvensi Tunggal Narkotika 1961, tetapi tetap mempertahankannya dalam Golongan I.

Keputusan tersebut dianggap sejalan dengan berbagai temuan riset yang membuktikan bahwa ganja memang memiliki efek terapeutik.

Sebelum dilakukan pemungutan suara pada awal Desember ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan enam rekomendasi pada 2019 untuk meninjau ulang ganja beserta turunannya yang diatur dalam The 1961 Single Convention on Narcotic Drugs.

Obat-obatan yang masuk dalam golongan IV dapat diartikan merupakan obat yang memiliki potensi besar untuk disalahgunakan dan disebut tidak memiliki manfaat untuk terapi kesehatan.

Baca Juga: Siapa Sangka, Rumah yang Terlihat Kecil dari Luar Ini Miliki Ruang Rahasia yang Digunakan untuk Sembunyikan Kejahatan Besar, Bikin Geleng-geleng Kepala!

Artinya ganja atau resin ganja dikenali sebagai zat yang memiliki manfaat untuk dunia kesehatan.

Sementara Golongan I merupakan obat-obatan yang bisa menimbulkan efek ketergantungan serta kecanduan.

Narkotika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan dan tidak digunakan dalam terapi.

Melansir Forbes (27/10/2020), adanya rekomendasi untuk meninjau ganja tersebut kemudian direspons dengan melakukan pertemuan di Wina, Austria pada awal Oktober 2020.

Baca Juga: Bak Simalakama, Bocah Kleptomania sampai Bikin Balai Rehabilitasi Menyerah atas Kenakalannya yang di Luar Nalar, Rupanya Dicekoki Narkoba oleh Ayahnya Sejak Bayi

Terdapat perbedaan tipis dari hasil voting yang dilakukan PBB, yaitu 27/25.

Para pendukung terkait ganja tersebut berasal dari Amerika Serikat dan Eropa.

Sementara, negara-negara yang menolak ganja dijadikan sebagai obat medis adalah Cina, Mesir, Pakistan, Nigeria, dan Rusia.

Negara yang melakukan penolakan ini memiliki kekhawatiran terhadap bahaya dan penyalahgunaan fungsi ganja sebagai obat.

Baca Juga: Sampai Harus Direhabilitasi Selama 6 Hari, Tikus Ini Alami Kecanduan Parah Setelah Tak Sengaja Makan Daun Ganja, Lihat Foto Mengenaskannya saat Pertama Kali Ditemukan

Hasil voting yang dilakukan PBB ini menjadi ujung tombak bagi berbagai negara untuk lebih banyak melakukan penelitian dan meninjau ulang mengenai regulasi terkait ganja yang berhubungan dengan fungsi medis.

Mengutip New York Times (2/12/2020), Wakil Presiden di Canopy Growth (sebuah perusahaan ganja Kanada), Dirk Heitepriem mengungapkan bahwa hasil voting adalah sebuah langkah yang besar.

Ia berharap bahwa keputusan tersebut dapat mendorong negara-negara lain untuk mempermudah pasien mengakses obat, khususnya ganja.

PBB yang sudah menganggap ganja sebagai zat yang memiliki manfaat untuk dunia kesehatan akan berdampak besar pada industri ganja dunia.

Baca Juga: Israel Sudah Legalkan Ganja untuk Medis, Ternyata Warganya Masih Tak Puas, 'Hujan' Ganja pun Terjadi di Lapangan Tel Aviv

Bahkan, industri ganja diproyeksikan dapat mencapai lebih dari 75 miliar dollar AS pada tahun 2026.

Sejauh ini, beberapa negara yang melegalkan ganja banyak menggunakan turunannya seperti Cannabidiol (CBD) dan nonintoxicating dalam industri kesehatan.

Dari sejumlah penelitian, CBD dapat digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit.

Mulai dari gangguan kecemasan, epilepsi, hingga skizofrenia.

Baca Juga: Anehnya Penegakan Hukum di Negara Ini, Veteran Militer Penjual Ganja Batal Dipenjara Seumur Hidup Tapi Warga Merampok Gunting Pagar Diberi Hukuman Penjara Seumur Hidup

Walaupun ganja sudah tidak dikategorikan sebagai obat terlarang, para ahli tetap menekankan pentingnya kontrol global terhadap penggunaan ganja.

Selain itu, tiap-tiap negara masih dapat membuat regulasi yang sesuai dengan kebutuhannya.

(Tita Meydhalifah)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "PBB dan Kontroversi soal Ganja..."

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait