Find Us On Social Media :

Dokuman Rahasia Bocor, Inilah Rencana Terakhir Donald Trump Donald Trump Sebagai Presiden AS Untuk Hancurkan China, Dokumen Setebal 74 Halaman Ini Ungkap Rencananya

By Afif Khoirul M, Jumat, 20 November 2020 | 11:29 WIB

Foto tangkapan layar Donald Trump dan Xi Jinping berjabat tangan.

Intisari-online.com - Sebagai negara yang dipandang sebagai musuh utama Amerika pada masa Donald Trump.

Tampaknya Donald Trump tak ingin melepaskan China begitu saja, dan terungkap telah melakukan upaya untuk hancurkan China.

Menurut 24h.com.vn, pada Kamis (19/11/20), pemerintahan Trump baru saja merilis sebuah dokumen setebal 74 halaman.

Di dalamnya mengungkapkan rencana Amerika untuk hancurkan China dengan memerangi ambisi China mengubah tatanan dunia.

Baca Juga: Meski Menyandang Gelar Negara Termiskin di Dunia, Siapa Sangka Inilah Kekayaan Asli Timor Leste Tak hanya Minyak dan Gas Bumi, Media Malaysai Ungkap Fakta Mengejutkan

Dokumen rahasia itu pertama kali dirilis oleh Axios.

Menunjukkan bahwa Trump menguraikan peta jalan untuk memerangi keinginan China untuk mengubah tatanan dunia.

Salah satunya dengan kekuatan militer Amerika, yang digadang Trump bisa memberikan tekanan kepada negeri panda.

Militer AS, adalah salah satu kekuatan militer terkuat di muka bumi, selain itu, AS memiliki sistem aliansi tradisional dan banyak sekutu di seluruh dunia.

 Baca Juga: Campur Tangannya Malah Dianggap Tidak Menguntungkan Armenia Sama Sekali, Presiden Rusia Vladimir Putin Menampik Tuduhan 'Tidak Menyukai' Perdana Menteri Armenia, 'Kami Baik-baik Saja'

Secara khusus, pemerintahan Trump ingin "mendidik" publik Amerika tentang bahaya China dan untuk menahan serta menghalangi para pemimpin Beijing.

"China tidak hanya ingin menghapus tetapi juga secara fundamental mengubah tatanan dunia yang telah ditetapkan AS. China ingin menjadi pusat dunia, melayani ambisi hegemoniknya," kata dokumen itu.

Beberapa ahli China telah membandingkan rencana AS sebagai "sketsa" dari Perang Dingin baru.

"Isi dari rencana administrasi Trump untuk berurusan dengan China adalah meniru pemikiran Perang Dingin yang digunakan AS untuk berurusan dengan Uni Soviet," kata Wei Zongyou, profesor hubungan AS-China di Universitas Fudan.

"Trump jelas tidak ingin Tuan Biden memiliki ruang untuk meredakan ketegangan dengan China," imbuhnya.

Di bawah pemerintahan Trump, Amerika Serikat telah mengambil pendekatan yang semakin keras ke China.

Baca Juga: Temuan WHO Terus-terusan Berbeda Dengan Klaim Korea Utara yang Sebut Tidak Punya Kasus Virus Corona, Rupanya Begini Temuan WHO

Menurut dokumen yang baru diterbitkan, pemerintahan Trump mengatakan bahwa China sedang meluncurkan "era persaingan negara adidaya".

Dokumen tersebut juga mengatakan bahwa AS harus menyerang beberapa "kelemahan" China seperti stagnasi ekonomi, populasi yang menua, degradasi lingkungan, dan korupsi.

terutama hubungan buruk antara Korea Utara. Kim dengan banyak negara di kawasan yang sama.

Liu Weidong seorang ahli penelitian Amerika dari Akademi Ilmu Sosial China mengatakan bahwa dokumen setebal 74 halaman itu tidak akan menimbulkan gelombang lebih lanjut karena Trump akan meninggalkan jabatannya.

"Masa jabatan Trump akan segera berakhir dan dia hanya ingin pemerintahan baru mengalami banyak kesulitan dengan China," katanya.

"Saya tidak berpikir dokumen yang baru terungkap itu tidak akan berdampak besar pada hubungan AS-China. Faktanya, Trump memiliki retorika yang lebih ekstrim terhadap China. Tanpa dokumen di atas, kita bisa tahu bagaimana hubungan AS-China sekarang," jelas Liu.

Baca Juga: Wanita Ini Sudah 12 Kali Menikah, Namun Suaminya Selalu Ditimpa Musibah Setelah Malam Pertama, Fakta di Baliknya Bikin Tak Percaya

"Trump sering berfokus pada kepentingan langsung sementara Tuan Biden memiliki visi jangka panjang," ungkap Liu.

"Oleh karena itu, kami memperkirakan untuk sementara hubungan AS-China akan berkurang stresnya setelah 20 Januari," katanya.

"Namun, masih akan ada banyak masalah ke depan dan saya berharap rencana tersebut tidak akan membentuk kebijakan AS terhadap China di generasi mendatang," kata Liang Xunxiang, spesialis hubungan internasional di Universitas Beijing.