Penulis
Intisari-online.com -Empat tahun pemerintahan Donald Trump di AS, banyak kebijakan kontroversial yang ia ambil.
Salah satunya adalah pemindahan kantor Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Trump mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan juga, dan tidak menentang ekspansi mematikan Israel ke Tepi Barat.
Bahkan Trump juga sampai menunjuk advokat termasyur atas sebagai duta besar AS untuk Israel.
Trump menghentikan bantuan AS ke Palestina dan bahkan memutus ikatan dengan pemimpin Palestina.
Ditambah lagi, ia juga menghanguskan beberapa perjanjian perdamaian antara Israel dengan negara lain di wilayah Timur Tengah.
Memang, kebijakan AS atas Timur Tengah mengalami perubahan radikal selama Trump menjabat.
Presiden AS sebelumnya baik dari Partai Republik atau Demokrat percaya bahwa solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina menjadi kunci perdamaian dan stabilitas di seluruh wilayah tersebut.
Alih-alih, Trump justru ciptakan "perjanjian abad ini" yang memang memasukkan konsep solusi dua negara, tapi yang ia tawarkan adalah perbolehkan Israel untuk menganeksasi lebih besar bagian Tepi Barat, membuat warga Palestina mengalami apartheid di rumah mereka sendiri.
Palestina menjadi pihak yang dirugikan, dan tidak mendapatkan kedaulatan yang sudah menjadi hak mereka.
Kini dengan kemenangan mutlak menjadi milik Joe Biden, yang sebelumnya telah menjadi wakil presiden AS selama 8 tahun bersama mantan presiden Barack Obama, kemungkinan besar Biden akan memilih pendekatan seperti yang dilaksanakan oleh administrasi Obama dan presiden-presiden sebelumnya.
Mengutip Haaretz.com, Itamar Rabinovich, mantan duta besar Israel untuk Washington, memprediksi demikian.
"Tentu saja akan ada perubahan dari cara Trump melakukan kebijakan politiknya dan akan mundur sesuai arahan seperti administrasi Obama dahulu," ujar Rabinovich.
"Tipe dukungan yang diterima oleh Israel di bawah administrasi Biden akan jauh lebih umum. Biden tidak berhubungan dengan Sheldon Adelson."
Sheldon Adelson merupakan pendonor partai Republik yang berinvestasi besar dalam dukungan total AS kepada Israel.
"Ia tidak akan memilih duta besar seperti David Friedman, dan kita pastinya akan melihat berakhirnya dukungan kepada Israel.
"Namun aku tidak percaya jika kondisi mendatang akan sepenuhnya kembali seperti periode Obama menjabat."
Contohnya, Rabinovich menyebut perjanjian damai antara Liga Arab dengan Israel.
"Hal itu merupakan pencapaian bagus dan tidak memakan biaya yang mahal," ujarnya.
Dore Gold, mantan duta besar untuk PBB dan ahli dalam hubungan Israel dan AS menggambarkan Biden sebagai teman bagi Israel, dan ia yakin jika Biden akan memiliki hubungan lebih kuat dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu daripada Obama.
Dan Shapiro, mantan duta besar AS untuk Israel era Obama, nyatakan jika Biden dan Netanyahu telah mengenal satu sama lain selama lebih dari 30 tahun, sejak Netanyahu memulai hubungan diplomatiknya dengan Washington.
"Mereka memiliki persahabatan yang bagus dan bersifat pribadi," ujarnya.
"Mereka memiliki ketidaksepakatan, tentu saja, dan mereka tidak takut mengutarakannya secara terbuka.
"Namun pendekatannya akan bekerja dengan siapapun warga Israel pilih, dan aku yakin ia mampu bekerja dengan Netanyahu dengan sukses."
Sejak hari-hari awalnya di Senat AS, Biden telah terkenal sebagai pendukung Israel.
Salah satu kunjungan luar negeri sebagai senator muda yaitu ke Israel pada 1973, segera setelah pecahnya Perang Yom Kippur.
Pertemuannya dengan Perdana Menteri Golda Meir saat itu ia gambarkan sebagai "salah satu pertemuan paling penting yang aku lakukan dalam hidup."
Sedikit gesekan dalam hubungan Biden dan Netanyahu adalah pada 2010, Netanyahu umumkan pembangunan besar-besaran di Tepi Barat saat Biden kunjungi negara tersebut.
Hal itu sebabkan Biden dipermalukan secara hebat.
Namun sumber utama hubungan yang tidak hangat antar keduanya adalah kampanye Netanyahu yang agresif melawan perjanjian nuklir Iran, yang dibuat oleh administrasi Obama.
Saat Netanyahu membuat sesi gabungan Kongres pada Maret 2015 untuk menjelaskan penolakannya atas perjanjian tersebut, Biden tidak muncul.
Bisa diharapkan, Biden tetap akan berpegan pada solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina dan melihat aktivitas Israel menduduki Palestina sebagai hambatan utama untuk mencapainya.
Shapiro mengatakan, "dia sangat percaya bahwa solusi dua negara diperlukan untuk memastikan karakter Yahudi dan demokratis Israel, serta hak-hak sah rakyat Palestina.
"Dan sementara negosiasi tidak mungkin dilaksanakan sekarang, dia akan memastikan sebua pihak akan melakukan segala kemungkinan untuk mempertahankan kelangsungan solusi dua negara dan menghindari melakukan apapun yang menghalanginya.
"Bagi Palestina, itu berarti hasutan, pembayaran kepada teroris dan delegitimasi Israel, dan untuk Israel berarti pembicaraan tentang aneksasi."
Pastinya Biden akan memulihkan diplomasi dengan Palestina dan berikan bentuk bantuan ekonomi AS untuk Palestina.
September lalu Biden juga berjanji untuk melibatkan kembali warga Palestina, meski ia mengkritik Presiden Palestina Mahmoud Abbas karena tidak melangkah 'ketika diberi kesempatan'.
Ia mengatakan kepada peserta bahwa dia diyakinkan jika Netanyahu telah memutuskan melawan keputusan aneksasi bagian lebih besar dari Tepi Barat.
"Aneksasi sudah tidak bagian dari agenda sekarang, sebuah hal yang bagus," ujarnya.
Biden juga diprediksi akan lanjutkan normalisasi dengan negara Arab lain, tapi bedanya, Biden akan meminta Israel untuk meminta persetujuan dari warga Palestina sebelum melanggar kesepakatan dengan negara Arab, atas dasar menghormati Palestina sebagai negara dan kesepakatan solusi dua negara.
Biden juga kemungkinan menghentikan bantuan ke Israel, yang ia lihat sebagai cara Israel memanfaatkan AS untuk aneksasi Tepi Barat.
Yang jelas, Biden akan kembali mengejar perjanjian nuklir dengan Iran "jika Iran kembali patuh".
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini