Penulis
Intisari-Online.com - Setelah Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa beberapa negara Arab lainnya diyakini akan berdamai dengan Israel.
Sebab banyak negara Arab yang inginsepenuhnya menormalisasi hubungan dengan Israel.
Dilansir darieurasiantimes.com pada Rabu (23/9/2020), Trump mengatakan hal tesebut kepada wartawan di Gedung Putih.
Bahkan di antara negara Arab tersebut, Arab Saudi ada di antaranya.
Trump yakin salah satu negara Arab terbesar di Timur Tengah ituyakini berada di ambang pembukaan hubungan diplomatik dengan Tel Aviv,sebuah kota pesisir dan merupakan sebuah kota metropolitan di Israel.
Trump begitu percaya diri karena dia telah berbicara denganRaja Salman dari Arab Saudi.
Di mana negara itu akan melakukannya "pada waktu yang tepat."
"Ada banyak negara lain yang akan bergabung dengan kami, dan mereka akan segera bergabung dengan kami," kata Trump.
Hal itu dia katakan hanya beberapa jam setelah Bahrain dan UEA secara resmi menandatangani dokumen yang menormalisasi hubungan dengan Israel.
Presiden AS tersebut selanjutnya mengungkapkan bahwa jumlah negara Ara yang akan bergabung sekitar lima atau enam lagi.
“Setelah itu, kami akan memiliki 7, 8, dan 9 negara lainnya."
"Kami akan memiliki banyak negara lain yang bergabung."
Selama upacara penandatanganan resmi hari Selasa kemarin, Trump mengatakan perjanjian itu akan mengakhiri "dekade perpecahan dan konflik" di wilayah tersebut dan mengantarkan "fajar Timur Tengah baru."
“Berkat keberanian para pemimpin dari ketiga negara ini, kami mengambil langkah besar menuju masa depan."
"Di mana masa depan yang kami maksud adalah perdamaian dari semua agama dan latar belakang."
"Kami ingin hidup bersama dalam damai dan kemakmuran,”jelas Trump.
Secara total, sudah ada 4 negara yang kembalimenjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
Yang pertama adalah Mesir pada tahun 1979,Yordania pada 1994,UEA pada Agustus 2020, dan Bahrain pada September 2020.
Untuk UEA dan Bahrain, AS dan Trump berdiri sebagai penengah keduanya.
Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif bin Rashid Alzayani menggambarkan perjanjian itu sebagai "langkah pertama yang penting" untuk membangun perdamaian yang lebih besar di wilayah tersebut.
“Sekarang adalah kewajiban kita untuk bekerja dengan segera dan secara aktif untuk mewujudkan perdamaian dan keamanan abadi yang layak diterima rakyat kita."
"Solusi dua negara yang adil, komprehensif, dan tahan lama untuk konflik Palestina-Israel akan menjadi fondasi, landasan perdamaian seperti itu," katanya.
Di sisi lain, kesepakatan normalisasi dengan Israel telah menuai kecaman luas dari warga Palestina.
Sebab menurut mereka, kesepakatan tersebut tidak melayani kepentingan Palestina dan mengabaikan hak-hak mereka.