Penulis
Intisari-online.com -Kehidupan pengungsi Rohingya adalah salah satu kondisi hidup mengerikan di muka bumi ini.
Seperti cerita para pengungsi Rohingya di Bangladesh ini.
Mohammad (bukan nama sebenarnya), seorang ayah 4 anak di kamp pengungsian Cox's Bazar di Bangladesh didiagnosa dengan Covid-19, ia justru panik dengan apa yang dihadapi keluarganya.
Ia kemudian dirawat di RS Kutupalong.
Namun keluarga dan kerabatnya justru hadapi tekanan besar dan ancaman dari komunitas yang inginkan karantina di rumah mereka.
"Aku menerima telepon dari pemimpin kamp yang memaksa mengirim keluargaku ke pusat karantina," ujarnya.
"Keluargaku mengatakan semua orang di blok kami mulai berpikir buruk tentang mereka.
"Orang-orang mengatakan aku positif Covid-19 karena aku orang jahat."
Baca Juga: Setelah UEA, Kini Bahrain Damai dengan Israel, Iran: Memalukan
Bahkan beberapa orang mengancam akan menyakiti keluarganya dengan kekerasan fisik.
"Orang-orang mengelilingi rumahku dengan tongkat...mereka katakan akan membakar rumahku jika keluargaku tidak segera pergi ke pusat karantina," ujarnya.
"Itu sangat memalukan untuk keluargaku.
"Mereka merasa sangat takut."
Pekerja medis dan para ahli mengatakan para pengungsi Rohingya justru menderita karena stigma mengenai virus Corona.
Mereka sendiri telah menderita karena kemiskinan, isu kesehatan jangka lama dan kondisi sanitasi yang buruk di kamp pengungsi yang penuh di Bangladesh.
Beberapa khawatirkan jumlah infeksi di komunitas ini jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan.
Mereka juga peringatkan jika lonjakan kasus dapat berdampak besar.
Bulan lalu menandai tiga tahun sejak etnis Muslim Rohingnya dan komunitas lain dari provinsi Rakhine, Myanmar, diusir dari rumah mereka sendiri.
Saat ini sudah ada hampir 860 ribu pengungsi Rohingya yang ada di kamp Bangladesh.
Ahli sebutkan kondisi mereka yang hidup berdesak-desakan dengan 10 orang berbagi 1 ruangan, tidak ada akses kepada air bersih dan banjir karena hujan muson membuat para pengungsi Rohingya sangat rentan terhadap penyakit apapun.
Dokter Bangladesh bersama Medecins Sans Frontieres (MSF), Tarikul Islam, yang juga ketua tim di RS Balukhali mengatakan sebelum wabah Covid-19, ia sudah melihat orang dewasa dan anak-anak sakit dengan infeksi pernapasan.
Baca Juga: 3 Aplikasi Untuk Jawab Soal Matematika, Tinggal Foto Langsung Terjawab
Banyak juga yang mengalami diare dan infeksi kulit, seperti halnya pasien mengalami sakit mental.
Namun pandemi telah menekan sistem kesehatan yang rentan itu lebih hebat lagi.
Covid-19 mulai menyerang Bangladesh pertama kali di Mei, dengan kasus pertama muncul di kamp pengungsi Rohingya.
Dr. Islam mengatakan beberapa penyedia layanan kesehatan mengurangi aktivitas mereka karena beberapa isu seperti pengurangan staf dan pergerakan yang terbatas.
Di saat yang bersamaan, pekerja medis telah berusaha mendukung para pengungsi untuk terbuka mengenai gejala sakit yang mereka hadapi.
"Salah satu isu adalah stigma dan ketakutan mengenai Covid-19," ujar Dr. Islam.
"Pasien pengungsi kami takut pergi ke pusat kesehatan.
Kami bahkan melihat beberapa pasien tidak mengungkapkan gejala terkait COvid-19 karena mengira akan diperlakukan berbeda oleh kami setelah itu."
WHO laporkan akhir Agustus sekitar 4000 kasus Corona telah tercatat di Cox's Bazar dan sekitar 100 pengungsi di kamp tersebut positif Covid-19.
Dari seluruh populasi pengungsi, 6 telah meninggal karena Covid-19.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini