Penulis
Intisari-online.com - Sudah bukan rahasia lagi jika China memang memiliki agenda internasional yang disebut dengan Belt and Road Initiative (BRI).
Sebuah rencana untuk membangun jalur pedagangan di seluruh dunia, yang mentargetkan negara-negara kecil yang butuh utang dan investasi.
Negara-negara kecildidekati China kemudian ditawari investasi dan utang, trik ini disebut dengan diplomasi perangkap utang.
Tawaran investasinya pun menggiurkan, dan sangat menggoda bagi negara-negara yang sedang dalam pengembangan dan pembangunan infrastruktur mereka.
Dikatakan mereka akan disokong dana ole China dengan jumlah yang tak masuk akal.
Ketika negara tersebut sudah masuk ke dalam jebakan utang China, dan tak sanggup membayarnya China lalu mengambil alih proyek tersebut.
Salah satu yang sudah jatuh menjadi korbannya adalah Sri Lanka, negara tersebut dipaksa menyerahkan proyek pelabuhan Hambantota, untuk disewa China.
Sementara itu, untuk muluskan pembangunan Belt Anda Road Initiative (BRI), ada sebuah negara di ASEAN yang kini sedang diincar China.
Negara tersebut adalah Myanmar, namun tampaknya China mengalami kesulitan untuk menaklukkan negeri tersebut.
Melansir 24h.com.vn, dari sebuah sumber The Diplomat, China berjuang mati-matian untuk muluskan rencana Belt and Road Initiative di Myanmar.
Bahkan mereka mengutus salah satu diplomat terbaik mereka Duong Khiet Tri ke Myanmar demi muluskan rencana mereka di Myanmar.
Secara aktif Beijing ingin membangun infrastruktur di Myanmar, untuk memperluas kehadiran militernya.
Selain proyek kereta api yang menghubungkan Yunnan, proyek terpenting China di Myanmar adalah pelabuhan laut dalam yang menghadap Samudera Hindia.
Pelabuhan air dalam Kyaupkpyu, yang memberikan dukungan logistik PLA, yang memungkinkannya memperluas operasi di Samudera Hindia dan Mediterania.
Proyek pembangunan pelabuhan air dalam Kyaukphyu terletak di Koridor Ekonomi Kamboja-Myanmar (CMEC).
Ini adalah jaringan jalan raya, jalur kereta api, dan taman industri yang menghubungkan provinsi Yunnan di China dengan pesisir Myanmar di Teluk Benggala dan merupakan bagian dari Belt and Road Initiative.
Dalam pertemuan pribadi dengan Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi dan Presiden saat ini Win Myint, Mr Duong berharap Myanmar terus melaksanakan proyek-proyek pembangunan infrastruktur penting di BRI.
Beijing melihat Myanmar sebagai alternatif dalam rutenya mengimpor minyak China dari Timur Tengah, membatasi ketergantungannya pada Selat Malaka, tempat AS dan sekutunya mempertahankan kehadirannya, menurut The Diplomat.
Dalam pertemuan tersebut, Yang mengumumkan bahwa China akan memberikan 200 juta yuan (Rp433 miliar) untuk mendukung negara bagian Rakhine, di mana pelabuhan Kyaukphyu berada.
Namun, wilayah tersebut dalam kekacuan karena krisis minoritas Rohingya.
Akan tetapi, Myanmar yang sadar bisa dimanfaatkan China, mereka sangat berhati-hati dalam hal ini.
Myanmar tak mau jatuh dalam perangkap utang China, sehingga mereka dengan tegas mempersempit skala negosiasi, proyek Kyaukphyu.
Presiden Xi Jinping juga sudah melakukan panggilan dengan Presiden Myanmar Win Myint, untuk membicarakan proyek BRI.
Myanmar hanya mau melaksanakan proyek yang layak secara komersial, hal itupun menyulitkan China, dan membuat rencanya gagal total.
Dari 33 tawaran investasi, Myanmar hanya mau melaksanakan 4 proyek saja, dan diketauai oleh Aung San Suu Kyi.
Namun, demi memastikan proyek tersebut tetap berjalan sesuai rencana China, mereka mengirim diplomat China ke Myanmar demi muluskan rencana tersebut.