Penulis
Intisari-Online.com - Ada banyak warga Korea Utara yang membelot dari negaranya.
Tujuannya umumnya Korea Selatan atau China.
Jika sukses, maka mereka bisa hidup di negara lain.
Tapi jika gagal pembelot, maka hukuman berat sudah pasti akan mereka terima.
Seperti yang dialami oleh para wanita Korea Utara ini.
Di mana mereka gagal kabur dari negaranya. Sehingga mereka dilaporkan mengalami kekerasan seksual usai ditangkap.
Laporan itu diungkap oleh badan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pada Selasa (28/7/2020).
Kekerasan seksual itu dilakukan oleh pejabat keamanan negara dan polisi, sebagaimana diwartakan kantor berita AFP.
Korea Utara khususnya ibukota Pyongyang memang sangat ketat membatasi gerak-gerik warganya, dan mereka yang ditangkap karena menyeberang perbatasan secara ilegal akan ditahan dan dituntut.
Akan tetapi sebelum Korut menutup perbatasannya untuk mencegahpandemi Covid-19, banyak warga yang bolak-balik melintasi perbatasan dengan China.
Perbatasan sepanjang 1.400 kilometer itu penjagaannya keropos, dan banyak warga Korut yang memanfaatkannya untuk berdagang atau pindah.
Sebagian besar penyeberang adalah wanita, karena mereka punya lebih banyak kebebasan bergerak daripada pria.
Sebab, para pria Korut dikerahkan untuk menjalankan tugas-tugas negara.
Badan HAM PBB dari Komisaris Tinggi lalu mewawancarai lebih dari 100 pembelot Korut yang menceritakan, mereka menderita kekerasan seksual termasuk pemerkosaan, ditelanjangi paksa, dan diaborsi.
Kekerasan seksual itu dilakukan setelah mereka ditangkap dan kemudian dipulangkan.
Di Korut, para pejabat Kementerian Keamanan negara sering melakukan "pencarian invasif" di pusat-pusat penahanan, kata Daniel Collinge penulis utama laporan itu.
"Mereka (tahanan wanita) jadi subyek penggeledahan tubuh, yang mengharuskan mereka telanjang lalu berjongkok dan melompat berulang kali untuk memeriksa barang-barang tersembunyi di rongga tubuh mereka," kata Collinge kepada wartawan di Seoul.
Hak-hak perempuan dalam reproduksi juga dirampas, dengan praktik aborsi paksa yang merajalela di pusat-pusat penahanan.
Beberapa orang yang diwawancarai membeberkan praktik aborsi yang dilakukan secara medis, atau diinduksi melalui pemukulan yang parah.
"Ada dua wanita hamil, tiga bulan dan lima bulan hamil, yang ditendang sangat keras sehingga mereka akan kehilangan bayinya saat meninggalkan fasilitas itu," cerita seorang wanita.
Perkosaan yang dilakukan penjaga sudah didengar banyak orang, kata laporan itu, tapi hanya sedikit yang membicarakannya karena berisiko mendapat hukuman juga seperti kelaparan.
Semua wanita diwawancarai di Korsel, setelah berhasil mencapai negara itu. Sebelumnya mereka sempat gagal kabur dari Korut.
Korut yang merupakan negara bersenjata nuklir, telah dituduh PBB atas pelanggaran HAM yang "sistematis, menyebar, dan berat".
Pelanggaran-pelanggaran itu berkisar dari penyiksaan, pembunuhan di luar proses hukum, hingga perlakukan di kamp penjara.
Pyongyang mengklaim mereka tetap menegakkan "HAM yang sebenarnya" dan menyebut tuduhan pelanggaran HAM adalah dari dunia adalah propaganda anti-rezim.
(Aditya Jaya Iswara)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Gagal Kabur dari Korut, Para Pembelot Wanita Diperkosa dan Diaborsi")