Penulis
Meski Hubungannya dengan Tiongkok Dijamin Kandas, Australia Tetap Jumawa: 'Tiongkok Tetap Butuh Kami', Rupanya Karena Perihal Ekspor Ini Tiongkok Bertekuk Lutut di Depan Australia
Intisari-online.com -Sudah bukan berita baru jika China memiliki masalah dengan Amerika Serikat (AS).
Mulai dari perang dagang sampai tuding-tudingan perihal Covid-19, hubungan China dan AS sedang dalam kondisi terburuk sejak perang dingin.
Namun, rupanya China juga masalah baru dengan negara sekutu AS.
Memang bukan rahasia jika China memiliki banyak masalah dengan banyak negara lain disebabkan kebijakan internasionalnya yang sering terbentur dengan kebijakan negara lain.
Namun, permasalahan China dengan Australia sepertinya akan membesar menjadi urusan perang dagang baru.
Semenjak krisis virus Corona merebak Januari lalu, hubungan Australia dengan China telah berubah dari rekan ekonomi menjadi hubungan yang lebih renggang.
China dahulunya adalah pengimpor produk-produk Australia mulai dari produk pertanian sampai urusan pendidikan warganya.
Namun kini justru keduanya menjadi tegang.
Beberapa bulan belakangan, China telah terlibat perang dagang satu pihak dengan Australia, menghentikan ekspor barley, daging sapi dan bahkan berhenti mengirim mahasiswa China ke Australia.
Itu adalah usaha Beijing untuk mengancam Pemerintah Australia berhenti melakukan pendekatan yang membahayakan Beijing.
Namun rupanya Australia dengan pemerintahan di bawah perdana menteri Scott Morrison masih bisa jumawa mengenai posisinya dengan Beijing.
Rupanya, ada ekspor satu bahan baku yang bahkan tidak bisa dilepaskan oleh China dari Australia.
Bahkan jika China bertekad untuk menghentikan ekspor ini, China bisa kalah total dalam semua pertikaian yang telah ia mulai.
Ekspor bijih besi
Rupanya, China sangat bergantung dengan bijih besi untuk pembangunan negaranya dan kemajuan militernya.
Sementara Australia adalah pengekspor bijih besi terbesar di dunia.
Baca Juga: Xiaomi Mi eBook Reader Sudah Tersertifikasi, Bakal Saingi Amazon Kindle
Mengutip news.com.au, tahun 2018 Australia mengekspor bijih besi jauh lebih banyak daripada jumlah ekspor bijih besi dari semua negara lain digabungkan bersama.
Australia menyumbang bijih besi ke dunia sebanyak 53.7% dari seluruh bijih besi yang ada di dunia, maka Australia dengan mudah menjadi monopoli dalam urusan perdagangan bijih besi.
Satu-satunya rival mereka hanyalah Brasil, yang memproduksi separuh dari produksi Australia yaitu sebesar 23,9%.
Dengan memonopoli perdagangan bijih besi, maka Australia dengan mudah memenangkan posisi kemenangan melawan China dalam konflik yang dibuat sendiri oleh China.
Pasalnya, China mengkonsumsi 69,1% dari seluruh ekspor bijih besi global.
Angka yang sangat besar itu bernilai lebih dari dua kalinya kombinasi konsumsi bijih besi dunia.
Posisi China jelas kalah, sebab mereka tidak dapat menggunakan ketergantungan ekspor bijih besi dari Australia untuk mencoba mengubah sikap Pemerintah Australia terhadap Beijing.
Mereka pun tahu betul Australia adalah satu-satunya pemasok yang dapat memenuhi seluruh permintaan bijih besi mereka.
Peningkatan impor bijih besi
Kini, dengan krisis virus Corona semakin bertambah parah, impor China untuk bijih besi Australia telah menambah lebih banyak lagi.
Soalnya Beijing berusaha untuk mengimbangi dampak ekonomi yang disebabkan oleh virus dan lockdown yang mereka terapkan.
Menentukan dampak kerusakan ekonomi yang disebabkan oleh Covid-19 dan pasar buruh setelah lockdown di China sangatlah sulit.
Statistik negara itu bisa disembunyikan atau justru dibuat-buat sesuai keinginan pemerintahnya.
Secara resmi, tingkat pengangguran di China adalah 5.9%, tapi ketepatan angka itu diragukan oleh para analis.
Juni lalu, pakar ekonomi Oxford University sekaligus mantan penasihat senior ekonomi UBS George Magnus mengatakan dalam wawancara dengan Bloomberg jika angka pengangguran di China yang sebenarnya adalah 150-20%.
Bahkan, ada laporan sekelompok analis dari firma pialang saham di Shandong, China bernama Zhongtai Securities, yang nyatakan jika ada 70 juta warga China yang kehilangan pekerjaannnya karena Covid-19 dan tingkat pengangguran sebenarnya adalah 20.5%.
Setelah bertahun-tahun mengusahakan menyeimbangkan ekonomi mereka jauh dari pembangunan dan investasi infrastruktur dan lebih condong ke ekonomi yang disetir oleh konsumen, Beijing kembali ke cara lama yaitu mengharapkan ekonomi tumbuh dengan proyek infrastruktur.
Sehingga dapat disimpulkan, hubungan diplomatik Australia dengan China memang akan menjadi masalah beberapa waktu mendatang, terlebih dengan Australia berada di tengah ketegangan AS dan Tiongkok.
Namun, Australia bisa memastikan jika China akan tetap membutuhkan mereka untuk ekspor bijih besi yang digunakan untuk menghidupkan ekonomi negara itu lagi.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini