Penulis
Covid Hari Ini 22 Juli 2020: AS Kembali Catat Lebih dari Seribu Kematian Corona Dalam Sehari, dan WHO Sebut Dua Kandidat Vaksin Covid-19 Paling Efektif
Intisari-online.com -Jumlah kematian di AS akibat virus corona naik lebih dari 1.000 kasus pada hari Selasa.
Jumlah tersebut merupakan peningkatan satu hari terbesar sejak awal Juni, menurut penghitungan Reuters.
Setelah berminggu-minggu menurun tingkat kematiannya, tercatat lebih dari 5.200 kematian COVID-19 di AS dalam minggu yang berakhir 19 Juli, naik 5% dari tujuh hari sebelumnya.
Itu adalah minggu kedua berturut-turut dari meningkatnya kematian di AS, negara dengan kasus Covid-19 tertinggi di dunia.
Hampir 142.000 orang Amerika tewas akibatCovid-19.
Jumlah korban yang diperingatkan oleh para ahli kemungkinan akan meningkat menyusul lonjakan rekor baru-baru ini dalam jumlah kasus dan peningkatan yang mengkhawatirkan dalam rawat inap di banyak negara.
Kematian AS memuncak pada bulan April, ketika negara itu kehilangan rata-rata 2.000 orang per hari.
Kematian terus menurun, rata-rata 1.300 sehari pada Mei dan di bawah 800 sehari pada Juni, menurut penghitungan Reuters.
Tetapi setelah banyak negara dibuka kembali tanpa mencapai tolok ukur untuk melakukan keselamatan, seperti dua minggu kasus menurun, kematian meningkat lagi di 21 negara, termasuk Arizona, Florida dan Texas, berdasarkan peningkatan dalam dua minggu terakhir dibandingkan dengan dua sebelumnya.
Sementara beberapa peningkatan dalam kasus baru dapat dikaitkan dengan lebih banyak pengujian, rawat inap, yang tidak terkait dengan angka pengujian, mulai melonjak pada akhir Juni juga.
Sejauh ini pada bulan Juli, 17 negara telah melaporkan jumlah pasien COVID-19 yang saat ini dirawat di rumah sakit dengan sembilan negara mengumumkan tertinggi baru pada hari Selasa, termasuk Alabama, Texas dan California.
Kandidat vaksin Corona
Baca Juga: Tidak Hanya Ambil Data, Hackers Bisa Pakai Kabel USB Untuk Hancurkan Hape
Sampai saat ini rupanya ada dua kandidat kuat untuk vaksin Covid-19.
Keduanya berasal dari Inggris buatan Oxford University dan dari China.
Keduanya sama-sama diklaim aman dan dapat memicu respons kekebalan tubuh.
Kedua studi tersebut dilaporkan dalam The Lancet.
Kendati masih terlalu dini untuk mengatakan apakah pendekatan tersebut memenuhi persyaratan untuk vaksin yang efektif melawan Covid-19, kedua hasil uji sejauh ini paling menjanjikan.
Hingga saat ini, penyelidikan lebih lanjut terus dilakukan.
Dilansir IFL Science, Senin (20/7/2020), kedua vaksin menggunakan adenovirus yang lemah, virus flu biasa, yang dimodifikasi secara genetik untuk membawa kode genetik protein lonjakan pada kulit terluar SARS-CoV-2, virus yang bertanggung jawab untuk Covid-19.
Hasil uji vaksin corona dari Oxford, Inggris
Untuk studi Oxford, virus flu diambil dari simpanse dan diberikan kepada 543 dari 1.077 orang dewasa sehat.
Sementara 534 sisanya merupakan kelompok kontrol dan diberi vaksin meningitis.
Hasil sejauh ini telah menemukan bahwa vaksin Covid-19 yang dikembangkan menginduksi antibodi yang kuat dan respon imun sel T hingga hari ke-56 dari percobaan yang sedang berlangsung.
"Sistem kekebalan tubuh memiliki dua cara untuk menemukan dan menyerang patogen - antibodi dan respons sel," kata ketua tim Profesor Andrew Pollard dari Universitas Oxford, dalam sebuah pernyataan yang dikirim melalui email.
"Vaksin ini dimaksudkan untuk menginduksi keduanya, sehingga dapat menyerang virus ketika beredar di dalam tubuh, serta menyerang sel-sel yang terinfeksi.
"Kami berharap ini berarti sistem kekebalan tubuh akan mengingat virus, sehingga vaksin kami akan melindungi manusia untuk suatu jangka waktu yang panjang," umbuhnya.
"Namun, kami perlu penelitian lebih lanjut sebelum kami memastikan vaksin tersebut efektif melindungi tubuh terhadap infeksi SARS-CoV-2, dan untuk berapa lama perlindungan berlangsung."
Vaksin yang dikembangkan Oxford terbukti dapat memicu respons sel T dalam waktu 14 hari, yang berarti sistem kekebalan dapat menemukan dan membuang sel yang terinfeksi virus.
Dalam 28 hari, ada juga respon antibodi, yang berarti sistem kekebalan mengirim antibodi untuk menyerang virus jika ditemukan ada dalam darah atau dalam sistem limfatik.
Efek samping ringan seperti kelelahan dan sakit kepala dilaporkan oleh sekitar 70 persen peserta, tetapi kurang intens pada peserta yang diizinkan minum parasetamol.
Mengonsumsi parasetamol sebelum dan sesudah vaksinasi tidak berdampak negatif pada hasilnya.
Hasil uji vaksin corona dari China
Sementara studi dari China telah melihat 508 peserta yang ambil bagian dalam uji coba fase II.
Dari total peserta yang ada, 253 menerima dosis tinggi vaksin, 129 menerima dosis rendah, dan 126 menerima plasebo.
Sembilan puluh lima persen dari kelompok dosis tinggi dan 91 persen dari kelompok dosis rendah menunjukkan respon sel T atau antibodi pada hari ke 28 pasca vaksinasi.
Para pasien tidak diamati lebih dari 28 hari, sehingga kekebalan jangka panjang tidak diselidiki.
Vaksin yang ideal
Vaksin disebut ideal jika memiliki efek samping minimal dan efektif setelah satu atau dua dosis.
Sementara pada populasi sasaran (terutama yang paling terkena dampak seperti orang tua lanjut usia dan orang-orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya), vaksin harus memberikan perlindungan setidaknya selama setengah tahun, dan mengurangi penyebaran virus.
Kedua vaksin ini belum mengkonfirmasi bahwa mereka memiliki kemampuan di atas.
Baca Juga: 10 Manfaat Daun Saga yang Perlu Anda Tahu! Simak Efek Sampingnya Juga
Namun keduanya melaporkan, kandidat vaksin yang dikembangkan menghasilkan antibodi terhadap Covid-19.
Ini adalah kandidat yang paling menjanjikan sejauh ini.
(Gloria Setyvani Putri, Handoyo)
Artikel ini telah tayang di kontan.co.id dengan judul "AS mencatat lebih dari 1.000 kematian akibat Covid-19 dalam satu hari sejak awal Juni"dan di Kompas.com dengan judul "Kandidat Vaksin Corona dari Inggris dan China Dinilai Paling Efektif"
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini