Penulis
'Dapat Dibujuk Jika Harganya Tepat', Trump yang Jadi Presiden AS Paling 'Rese' Bagi China Justru Diharapkan Tiongkok Menangi Pilpres Mendatang
Intisari-Online.com -Donald Trump bisa jadi merupakan Presiden Amerika Serikat yang paling sering melakukan 'perang terbuka' dengan China.
Namun, banyak yang menduga bahwa pihak Tiongkok justru berharap Donald Trump lah yang akan kembali memimpin AS.
Mereka berharap Trump akan kembali memenangkan pemilihan presiden yang akan berlangsung pada November mendatang.
Bagaimana itu bisa terjadi?
Siapa yang tidak ingat bagaimana di era Trump, AS berani menggembar-gemborkan perang dagang dengan China?
Siapa pula yang tidak ingat dengan cara AS mengirimkan armadanya ke Laut China Selatan yang ingin dikuasai oleh China?
Bagaimana dengan status muslim Uighur yang menjadi 'bahan' kemurkaan AS terhadap China?
Serta tentu aja kita tak bisa melupakan bagaimana Donald Trump menyebut Chinaakan melakukan segala cara agar AS dipimpin oleh 'Sleepy' Joe Biden, lawannya dalam Pilpres mendatang?
Namun, tampaknya pandangan masyarakat awam terhadap posisi Donald Trump bagi China bisa jadi keliru.
Justru, di balik sikap arogan dan ceplas-ceplosnya, Trump justru sudah menempati 'hati' para pemimpin China.
Sebab, dengan ceplas-ceplosnya Trump, China justru bisa dengan lebih mudah memprediksi arah kebijakan Amerika Serikat, khususnya terkait dengan kepentingan China.
Bahkan ada yang menganggap bahwagangguan-gangguan serta peselisihan-perselisihan yang dibuat Trump malahmenghadirkan peluang yang menggiurkan bagi Cina untuk memperluas pengaruhnya di Asia Timur dan dunia.
Simak saja bagaimanamantan perunding perdagangan China Long Yongtu pada konferensiShenzhen akhir tahun lalu mengatakan,“Kami ingin Trump terpilih kembali; kami akan senang melihat itu terjadi."
Kicauan Trump membuatnya "mudah dibaca," kata Long, dan dengan demikian "pilihan terbaik dalam lawan untuk negosiasi."
Pada Mei, editor surat kabar yang dikelola Partai Komunis,Hu Xijin mencuit khusus kepada Trump dengan menyebut bahwa orang China "berharap Anda untuk dipilih kembali karena Anda dapat membuat Amerika eksentrik dan dengan demikian membenci dunia. Anda membantu mempromosikan persatuan di Tiongkok. ”
Tetapi, tentu saja Anda tidak akan menemukan pernyataan resmi terkait harapan terpilih kembali Trump karena hal tersebut tabu dan sangat berisiko di China.
Pemerintahan Trump mungkin menjadi yang pertama berani menentang China termasuk menerapkan tarif impor untuk produk-produk China di AS.
Tapi,Minxin Pei, seorang spesialis politik Cina di Claremont McKenna College, mengatakan bahwa “Dia tidak benar-benar melihat Cina sebagai musuh ideologis.Trump dapat dibujuk jika harganya tepat."
Contoh lainnya adalah terkait komunitas muslim Uighur di mana Trump sempat menjatuhkan sanksi kepada China yang dianggap telah memberikan perlakuan sewenang-wenang yang dilakukan pemerintah Cina terhadap minoritas Uighur.
Namun,mantan penasihat keamanan nasional Trump John Bolton mengklaim bahwa Trump mengatakan kepada Presiden Tiongkok Xi Jinping saat makan malam di Osaka bahwakamp tahanan yang dibangun Beijing untuk mengendalikan komunitas Uighur adalah hal yang tepat untuk dilakukan.
Terkait Hong Kong, Trump bisa saja mengutuk tindakan kerasBeijing terhadap pengunjuk rasa prodemokrasi di Hong Kong.
Tetapikomitmen Trump terhadap tujuan Hong Kong sering tampak suam-suam kuku, bahkan pada Agustus 2019 Trump malah berujar bahwa masalah di Hong Kong itu urusan China karena "Hong Kong adalah bagian dari Cina".
Bahkan dalam perdagangan — subjek yang paling sering ditampilkan dalam cuitannya— Trump terbukti lemah.
Para perunding Cina dengan cekatan meyakinkannya untuk mengulur diskusi tentang masalah-masalah yang paling penting bagi bisnis Amerika dan malah membuat membuat Trump menyepakati hal 'receh' sepertipembelian besar-besaran Cina atas hasil pertanian Amerika.
Baca Juga: Jadi Penggalang Dana Kampanye Trump, Pacar Donald Trump Jr Malah Dinyatakan Positif Virus Corona
Di Laut China Selatan, Trump memang seolah sangat berani ingin menentang klaim Beijing dengan mengirimkan angkatan lautnya, termasuk kapal induk, ke wilayah tersebut, namun Trumpbelum menindaklanjutinya dengan diplomasi konsisten di Asia Tenggara, dan dia sendiri pada umumnya mengabaikan masalah itu.
Bahkan menurutGregory Poling, direktur Prakarsa Transparansi Maritim Asia di Pusat Kajian Strategis & Internasional di Washington, “Kepemimpinan Tiongkok sangat yakin bahwa, walaupun mereka belum memenangkan Laut Cina Selatan, mereka tentu saja menang.”
Di sinilah letak alasan utama Beijing berharap Trump kembali memimpin AS:gaya kebijakan luar negerinya — sepihak, terpersonalisasi, dan terpaku pada masalah dolar dan sen — telah sangat melemahkan sistem aliansi tradisional Amerika.
Sementara Presiden Barack Obama mencoba "inden" ke Asia, Trump hanya sesekali hanya menaruh minat di kawasan itu, terutama di luar perdagangan dan omong kosongnya yang sekilas dengan Kim Jong Un Korea Utara.
Beijing jelas mencatat bahwa Trump telah membuat hubungan yang tegang dengan dua sekutu terdekat Amerika di kawasan itu— Korea Selatan dan Jepang — dengan perselisihannya yang terus-menerus dengan Korea Utara.
Belum lagi terkait dengan biaya pangkalan militer AS di negara-negara tersebut yang sangat menyedot biaya.
Dan itu semua sangat cocok untuk Beijing. Ketika Washington mundur, Cina mencoba bergerak maju, siap menguasai Asia.