Penulis
Intisari-Online.com -Tentara bayaran, seperti yang dinaungi DynCorp hanya memiliki satu prinsip, membela yang bayar.
Ya, jika tentara-tentara yang berada di bawah suatu unit militer negara biasanya setiap pada negara.
Maka, tentara bayaran seperti DynCorp akan melaksanakan tugas apapun dari siapapun yang membayarnya.
Membela keamanan suatu negara pasti akan mereka lakukan jika suatu negara menyewa mereka.
Begitu pula dengan para gembong narkoba yang ingin melawan negara atau sekadar 'menghabisi' para pengkhianatnya, tentara bayaran ini siap untuk melindungi mereka, selama mereka dibayar.
Dalam beberapa peperangan besar di dunia pun mereka tidak jarang turun tangan, tentunya membela negara atau kelompok yang menyewanya.
Namun, terkadang keberadaan mereka tidak bisa benar-benar dibuktikan dengan sangat mudah.
Sebab, mereka biasanya hadir tanpa identitas apapun saat bekerja, membaur dengan siapa mereka dibayar.
Salah satu penyedia jasa tentara bayaran atau "pabrik" yang sudah terkenal disewa para tentara bayaran di AS adalah DynCorp.
Tidak hanya kalangan swasta yang menjadi pengguna jasa tentara bayaran Dyncorp.
Lembaga militer seperti Pentagon pun turut menyewa tentara bayaran yang dikenal sebagai para petempur yang tangguh itu.
Sebagai penyedia tentara bayaran, DynCorp, merupakan perusahaan raksasa yang sudah berdiri sejak lama dan memiliki jaringan serta “rekanan bisnis” yang sangat luas.
Markas besar DynCorp berada di kota Reston, berdekatan dengan gedung yang merupakan simbol kekuatan militer AS, CIA dan Pentagon.
SDM DynCorp sebagian besar terdiri dari para mantan personel militer dan cara kerja yang ditawarkan selalu mengandalkan pada piranti berteknologi maju.
Dalam promo yang disebarluaskan lewat internet, DynCorp bahkan sama sekali tidak menonjolkan sebagai perusahaan yang gemar menyelesaikan tugasnya lewat perang.
Tapi melalui solusi yang dikerjakan para pakar profesional yang didukung sistem teknologi informasi terkini dan perangkat serba canggih.
Kendati tidak menonjolkan kemampuannya di medan perang, para pekerja DynCorp telah kenyang asam garam konflik bersenjata.
Mereka adalah para petempur yang berpengalaman mulai dari pasca PD II, Perang Dingin, Perang Korea, Perang Vietnam, Perang Teluk, dan lainnya.
Para petempur yang suka berpakaian seenaknya itu bahkan tak bisa menyembunyikan jati dirinya bahwa konflik merupakan lahan subur bisnisnya.
Tawaran kerja DynCorp tak hanya konsumen dalam negeri AS saja tapi negara lain juga bisa memakai jasa para pakar dan fasilitas canggihnya.
Di AS sendiri DynCorp mempunyai kontak bisnis dengan lebih dari 30 lembaga pemerintah seperti Departemen Pertahanan, FBI, DEA, Sekreatariat Negara, Lembaga Pemasyarakatan dan lembaga-lembaga pemerintah penting lainnya.
Misi DynCorp di luar AS biasanya menangani pelatihan anggota militer, perang antinarkotika, transportasi udara, misi pengintaian, SAR, evakuasi medis udara, perawatan pesawat tempur dan lainnya.
Khusus untuk urusan udara DynCorp memiliki armada helikopter tempur UH-IH Iroquois, Bell 212 Huey dan T-65 Thrush serta sejumlah jet tempur. Setiap pengiriman pesawat selalu dilengkapi dengan pilot dan para teknisinya.
Pada awalnya DynCorp berdiri tahun 1946 sebagai solusi atas berjibunnya para veteran perang dan masih melimpahnya persenjataan yang menganggur pasca PD II.
Presiden AS kala itu Harry S Truman mendukung sepenuhnya keberadaan DynCorp karena mampu menampuang ribuan tenaga kerja.
Dalam perkembangannya DynCorp turut berperan besar di kancah penelitian penjelajahan ruang angkasa luar, program pembuatan rudal dan perawatan pesawat tempur AS.
Di luar AS, DynCorp cenderung menangani negara yang sedang konflik dan negara yang menjadi sumber produksi narkotika.
Saat bertugas di negara yang sedang berperang, DynCorp, sesuai kontrak penyewa, tak hanya mengirim personel berupa orang yang jago bertempur tapi juga menyertakan pesawat tempurnya.
Biasanya tenaga DynCorp diperlukan untuk melatih tentara regular, pilot, perang antigerilya dan menjadi tulang punggung bagi operasi rahasia AS di berbagai negara.
Dari cara kerja yang penuh risiko dan butuh teknologi mutakhir itu, bayaran yang harus diberikan oleh penyewa kepada DynCorp memang sangat tinggi.
Penghasilan terbesar DynCorp diperoleh dari lembaga yang selama ini setia menjadi pelanggannya, Pentagon dan lembaga-lembaga lain yang kebanyakan justru berstatus sipil.
Dalam setahun DynCorp mendapat bayaran sekitar Rp20 triliun dari Pentagon dan lebih Rp50 trilun dari lembaga sipil.
Seperti digembar-gemborkan oleh CEO DynCorp, Paul Lombardi melalui website Washington Technology, sebagai contoh sukses, pada tahun 2001 saja, penghasilan DynCorp mencapai Rp26 triliun.
Total tenaga kerja DynCorp berjumlah 20.000 personel yang berasal dari berbagai negara dan tersebar di 550 lokasi, dalam dan luar AS.
Namun tak semua tugas yang dijalankan oleh tenaga kerja DynCorp lancar dan mereka juga harus siap bertaruh nyawa.
Sejumlah profesional DynCorp telah tewas di Kolombia ketika pesawat militer yang mereka tumpangi bersama para polisi antinarkotika berhasil ditembak jatuh oleh gerilyawan.
Di Peru personel DynCorp diyakini turut tewas saat pesawat misionaris yang dicurigai sebagai pesawat penyelundup narkotika ditembak jatuh oleh pesawat AU Peru.
DynCorp menyangkal semua kejadian itu dan itu merupakan hal mudah karena personel DynCorp sengaja tidak dibekali identitas saat menjalankan tugas rahasianya.
Hingga kini para personel DynCorp terus bertugas di berbagai negara terutama di negara-negara yang sedang dilanda konflik seperti di kawasan Timur Tengah.
(Agustinus Winardi)