Meski Berada di Bawah Singapura, Nyatanya Tingkat Kematian Akibat Covid-19 di Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara, Ahli Sebut Ini Penyebabnya

Mentari DP

Penulis

Dengan 36.406 kasus, Indonesia tepat berada di bawah Singapura yang memiliki 39.850 kasus. Tertinggi kedua di Asia Tenggara.

Intisari-Online.com - Kasus positif virus corona (Covid-19) di Indonesia dikonfirmasi padaawal Maret 2020 kemarin.

Dan sejak itu, jumlah kasusnya terus bertambah.

Bahkan kini, Indonesia menjadi negara dengan kasus positif virus corona terbanyak keduadi kawasan Asia Tenggara.

Dengan 36.406 kasus, Indonesia tepat berada di bawah Singapura yang memiliki 39.850 kasus.

Baca Juga: Hebat, 2 Kali Terjangkit Covid-19, Pria Asal Sukabumi Ini Berhasil Sembuh, Dokter Sebut Ini Alasan Dia Berhasil Kalahkan Virus Corona

Angka ini merupakan data terakhir hingga Jumat (12/6/2020), seperti dipublikasi diWorldometers.

Meski demikian, angka kematian Indonesia termasuk yang tertinggi di Asia Tenggara dan Asia Timur, di luar China.

Hingga Jumat kemarin, tercatat ada 2.048 kasus kematian akibat virus corona di Indonesia.

Sementara, Singapura yang jumlah kasus infeksinya lebih tinggi, mencatatkan 25 kematian.

Baca Juga: Ngeri! Pria Ini Dapat Paket Kiriman Misterius yang Diantar Ojol, Setelah Dibuka Isinya Ternyata Bagian Tubuh Manusia Ini

Sejumlah pihak bahkan menganggap, jumlah kematian sesungguhnya lebih besar dibandingkan angka yang dilaporkan oleh pemerintah.

Rasio kematian di Indonesia (5,6 persen) di atas rata-rata rasio kematian negara-negara lain di Asia Tenggara di kisaran 2,7 persen.

Epidemiolog yang juga Juru Bicara Satgas Covid-19 Rumah Sakit UNS Tonang Dwi Ardyanto mengatakan, sebagian besar kasus kematian di Indonesia karena adanya penyakit penyerta atau komorbid pada pasien Covid-19.

Hal itu didasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan pada Rabu (3/6/2020).

Berdasarkan data itu, menurut Tonang, angka kematian dengan komorbid (penyakit penyerta) tunggal sebanyak 26,34 persen.

Sementara, pasien meninggal dengan komorbid ganda mencapai lebih dari 50 persen.

Dia juga menyebut adanya pasien yang meninggal murni karena Covid-19 sebanyak 7,31 persen.

"Disampaikan bahwa angka kematian dengan kelompok tanpa komorbid itu jumlah meninggal proporsinya 7,31 persen."

"Untuk kelompok dengan komorbid tunggal itu angkanya 26,34 persen."

"Sementara dengan komorbid ganda, lebih dari satu penyakit itu 50 persenan," kata Tonang, saat dihubungi Kompas.com pada Jumat (12/6/2020).

Meski memiliki kasus kematian tanpa penyakit penyerta, Tonang mengatakan, angka itu lebih rendah dibandingkan laporan beberapa negara yang mencapai 20 persen.

Baca Juga: Memanas, Korea Utara Klaim Terus Bangun Pasukan Militer Untuk Lawan AS, 'Mereka Harusnya Tetap Diam Jika Ingin Pemilihan Presiden AS Mendatang Berjalan Lancar'

Dia menjelaskan, hal itu disebabkan respons berlebihan imun tubuh pasien terhadap virus corona sehingga membahayakan nyawanya.

"Kenapa terjadi, walaupun tidak ada komorbid, tapi kalau respons imunnya itu memang memberikan reaksi yang disebut badai sitokin."

"Maka akhirnya membawa pasien ke dalam kondisi yang tidak dapat ditolong," jelas dia.

Menurut dia, seseorang tanpa komorbid tidak menjamin memiliki imun yang kuat.

Soal kemungkinan kematian disebabkan oleh telatnya penanganan, Tonang mengatakan, pasien yang ada saat ini cenderung dalam cakupan pasien.

Kendati demikian, dia tak menafikkan fakta tentang rumah sakit yang sangat penuh di awal pandemi dulu.

Tonang menjelaskan, total pasien yang diumumkan pemerintah tersebut tidak semuanya dirawat di rumah sakit.

Terlebih, mayoritas pasien baru saat ini merupakan pasien dengan gejala ringan dan OTG yang tak perlu mendapatkan perawatan rumah sakit.

Tonang pun berharap agar pemerintah terus meningkatkan jumlah tes seperti dalam beberapa hari terakhir ini.

"Ini berarti, kita yakin dengan pemeriksaan PCR yang tinggi maka lama kelamaan persentase yang meninggal itu akan semakin rendah," kata Tonang.

Baca Juga: Tembus 2 Juta Kasus Positif Covid-19, Menteri Keuangan AS: Kami Tidak Akan Membiarkan Virus Corona Menutup Ekonomi Lagi

Oleh karena itu, laporan infeksi harian yang cenderung tinggi dalam beberapa waktu terakhir diharapkan mampu menekan rasio kematian Indonesia dan bisa setara dengan negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.

Sementara itu, jika melihat data pasien meninggal di covid19.go.id, ada data mengenai kondisi penyerta pasien Covid-19 yang meninggal dunia.

Akan tetapi, data yang tersaji hanya data sekitar 3 persen pasien.

Dari data di atas, sekitar 14 persen pasien meninggal dunia memiliki riwayat penyakit penyerta hipertensi, sekitar 11 persen diabetes melitus, dan 7 persen memiliki riwayat penyakit jantung.

Saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu,Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito membenarkan bahwa data yang ditampilkan pada laman covid19.go.id baru sekian persen.

Ada beberapa alasan mengapa data yang tersaji masih sangat minim.

Pertama, karena fasilitas kesehatan yang merawat pasien belum mengisi data pasien secara lengkap.

Kedua, pasien memang tidak memiliki komorbid.

Baca Juga: Seperti Trump, Pemerintah Brasil Disebut JugaMeremehkan Virus Corona dan Klaim Itu 'Hanya Flu Biasa', Dampaknya Ada800.000 Kasus Covid-19 di Brasil

Data kasus Covid-19 di negara-negara ASEAN Melansir dataWorldometers, Sabtu (13/6/2020) pagi, berikut data kasus Covid-19 dan angka kematian di negara-negara anggota ASEAN:

1. Singapura: 39.850 kasus, 25 kematian

2. Indonesia: 36.406 kasus, 2.048 kematian

3. Filipina: 24.787 kasus, 1.052 kematian

4. Malaysia: 8.402 kasus, 119 kematian

5. Thailand: 3.129 kasus, 58 kematian

6. Kamboja 126 kasus, 0 kematian

7. Vietnam: 333 kasus, 0 kematian

8. Myanmar: 261 kasus, 6 kematian

9. Brunei: 141 kasus, 0 kematian

10. Timor Leste: 24 kasus, 0 kematian.

(Ahmad Naufal Dzulfaroh)

(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Kematian akibat Covid-19 di Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara, Sebagian Besar karena Komorbid")

Baca Juga: Disebut Negara Kaya Raya, Utang Amerika Serikat Malah Tembus Rp782.600 Triliun, Ternyata Ini Penyebab Utang Negara Adidaya Itu Alami Lonjakan

Artikel Terkait