Dilakukan untuk Unjuk Kekuatan Militer, Ternyata Uji Bom Nuklir Selama Perang Dingin Berdampak pada 2 Tahun Perubahan Curah Hujan, Jangkauannya hingga Ribuan Mil

Khaerunisa

Penulis

Senjata nuklir seolah menjadi 'simbol kekuatan' negara-negara besar. Bahkan, hal itu telah berlangsung sejak dulu

Intisari-Online.com - Senjata nuklir seolah menjadi 'simbol kekuatan' negara-negara besar.

Bahkan, hal itu telah berlangsung sejak dulu, misalnya saat Perang Dingin.

Baik Amerika Serikat 'berlomba' menunjukkan kekuatan melalui kepemilikan senjata nuklir, sejumlah uji coba pun dilakukan.

Ternyata, menurut sebuah studi terbaru, uji bom nuklir yang dilakukan saat Perang Dingin menyebabkan peningkatan curah hujan dalam dua tahun.

Baca Juga: Tanggapi AS yang Targetkan Negaranya dalam Beberapa Isu, China Kembangkan Rudal Nuklir Bawah Laut Terbaru yang Jangkauannya Bisa Sampai AS

Ini terjadi di hingga ribuan mil jauhnya dari pusat peledakan.

Lebih dari setengah abad lalu, ‘perlombaan’ senjata nuklir meningkat saat negara-negara di dunia bersitegang akibat Perang Dunia II.

Kemudian, selama Perang Dingin pada 1950 hingga 1960-an, Amerika Serikat dan Uni Soviet melakukan uji coba nuklir di beberapa tempat di dunia, mulai dari Pasifik Selatan hingga gurun pasir di Amerika Barat Daya.

Situs-situs pengujian tersebut masih menanggung akibatnya hingga sekarang dan beberapa area memiliki radiasi yang tinggi sehingga tidak bisa ditinggali sama sekali.

Baca Juga: Ada Harapan, Para Dokter Sebut Obat Pengencer Darah Bisa Selamatkan Pasien Virus Corona, 'Walau Berbahaya, Tidak Ada Salahnya Dicoba'

Namun, dampaknya tidak hanya itu saja. Antara 1962 hingga 1964, diketahui bahwa polusi radioaktif menyebar ke seluruh atmosfer, mengionisasi udara

Meninjau catatan sejarah antara 1962 hingga 1964 dari dua stasiun cuaca di Inggris, para peneliti dari University of Reading menjelaskan bagaimana muatan listrik sebagai hasil dari radiasi uji ledakan dapat memengaruhi awan hujan saat itu.

Dipublikasikan pada jurnal Physical Review Letters, para peneliti menyatakan bahwa awan tampak lebih tebal dan curah hujan 24% lebih banyak saat tingkat radioaktif tinggi.

Baca Juga: Disebut Sebagai 'Leluhurnya' Teroris Berkedok Agama, Inilah Carlos The Jackal, Pembenci Israel yang Tak Ragu Kotori Tangannya Sendiri Demi Perjuangkan Keyakinannya

“Dengan mempelajari radioaktif yang dilepaskan dari uji senjata selama Perang Dingin, para ilmuwan saat itu menemukan pola sirkulasi atmosfer. Kini, kami menggunakan lagi data tersebut untuk mengetahui dampaknya pada curah hujan,” kata Giles Harrison, pemimpin penelitian sekaligus Professor od Atmospheric Pysics di University of Reading.

“Perang Dingin yang bermuatan politik memicu perlombaan senjata nuklir dan menimbulkan kegelisahan di seluruh dunia.

"Namun, beberapa dekade kemudian, uji bom nuklir tersebut menjadi cara untuk mengetahui bagaimana muatan listrik dapat memengaruhi hujan,” tambahnya.

Baca Juga: Mengapa Orang Bisa Begitu 'Pede' Ambil Pilihan 'Ngaco'? Meninjau Sisi Ilmiah dari Pernyataan 'Konyol' Indira Kalistha yang Remehkan Corona

Diduga muatan listrik dapat mengubah bagaimana tetesan air di awan bertabrakan dan menyatu, yang kemudian memengaruhi ukuran dan curah hujan.

Hujan yang dihasilkan awan bergantung pada berbagai faktor, termasuk tingkat kondensasi dan seberapa cepat tetesan air dapat memperoleh massa--membuat mereka cukup berat untuk jatuh ke permukaan.

Para ilmuwan menyimpulkan bahwa temuan mereka mungkin bermanfaat untuk penelitian geoengineering.

Menentukan bagaimana muatan listrik mungkin berperan dalam memengaruhi hujan, kemudian berpotensi mengurangi kekeringan atau mungkin mencegah banjir.

Baca Juga: Terjebak di Dalam Sumur 12 Meter, Hewan Malang Ini Hanya Bisa Menangis, Ratapannya Didengar Manusia yang Kemudian Berusaha Menyelamatkannya, Heroik!

Artikel ini telah tayang di Nationalgeographic.grid.id dengan judul Uji Bom Nuklir Selama Perang Dingin Memengaruhi Curah Hujan di Bumi

Artikel Terkait