Penulis
Intisari-Online.com -Pandemi Covid-19 yang menyerang hampir seluruh penjuru dunia membuat banyak orang menderita.
Mulai dari tidak bisa keluar rumah, ketakutan akan tertular, sampai kondisi ekonomi yang karut-marut hingga membuat beberapa orang terpaksa kehilangan pekerjaan.
Belum lagi banyak pakar menyatakan bahwa pandemi Covid-19 ini tidak akan selesai dalam waktu dekat, bahkan ada yang menyebut baru akan berakhir pada 2021.
Bisa jadi kondisi ini membuat Anda merasa sebagai generasi paling menderita sepanjang sejarah manusia.
Namun, tahukah Anda bahwa ada sebuah generasi di dunia yang harus menghadapi beragam penderitaan sepanjang hidupnya.
Banyak 'bencana besar' di dunia yang harus mereka alami baik secara langsung atau 'sekadar' terkena imbasnya.
Dari mulai Perang Dunia I dan Perang Dunia II, Flu Spanyol, hingga depresi hebat, mereka akan merasakannya jika berumur panjang.
Siapakah mereka? Simak uraiannya berikut ini.
Mereka adalah wargadunia, khususnya Eropa dan Amerika Serikatyang lahir pada 1900.
Ketika mereka berusia 14 tahun, Perang Dunia I dimulai dan baru berakhir ketika mereka merayakan ulang tahun ke-18 dengan 22 juta orang terbunuh.
Masih di usia ke-18, di tahun yang sama, mereka harus menghadapi salah satu pandemi terburuk yang pernah melanda planet Bumi, yaitu Flu Spanyol.
Selama dua tahun, generasi ini harus menjalani hidup di bawah bayang-bayang terserang penyakit yang tak kalah mematikan dibanding Covid-19 ini selama 2 tahun.
Tidak kurang dari 50 juta orang di muka Bumi harus kehilangan nyawanya akibat Flu Spanyol.
Jika berhasil selamat dari wabah tersebut, baik tidak tertular maupun sembuh, generasi ini bisa 'bersantai' selama beberapa tahun, mungkin untuk menyelesaikan pendidikan hingga kemudian mulai bekerja.
Tapi, pada usia 29 tahun, mereka harus bersiap menghadapi bencana ekonomi yang disebut 'Depresi Hebat.
Saat itu, tingkat pengangguran mencapai 25%, PDB global turun sampai 27%.
Selama 4 tahun, kondisi ini mau tak mau harus mereka jalani, walau akhirnya bersyukur bahwa ekonomi dunia yang hampir runtuh akhirnya bisa terselamatkan.
Namun, ketika mulai sibuk dengan sekolah anak, yaitu saat berusia 39 tahun, Perang Dunia II dimulai.
Mereka harus menyaksikan 75 orang meregang nyawa akibat perang dan 6 juta orang meninggal karena Holocaust saatmereka berusia 39 hingga 45 tahun.
Setelahnya, selama tujuh tahun, generasi ini kemudian baru mulai kembali menjalani kehidupan normal.
Tapi hanya tujuh tahun, sebab setelah itu, khususnya bagi warga Amerika Serikat, Perang Korea berkecamuk hingga menewaskan lima juta orang.
Jika mereka berumur panjang, di usia 62 tahun, saat mereka seharusnya sibuk dengan cucu-cucu mereka, krisis Rudal Kuba, yang menjadi titik kritis perang dingin, mengancam warga AS.
Dua tahun berselang, Perang Vietnam yang membuat Amerika Serikat kembali dengan muka tertunduk, terjadi.
Baru setelah mereka berusia 75 tahun, saat Perang Vietnam usai, dunia baru terasa lebih baik.
Jika memang mereka bisa selamat dari rentetan panjang 'bencana' tersebut, bisa jadi bukan hanya faktor kerja keras yang berperan, tapi juga faktor keberuntungan.
Tentu ini hanyalah sebuah perspektif dalam tulisan ini, bisa jadi mereka yang menjalani 'bencana-bencana' tersebut justru merasa baik-baik saja.
Namun, sebuah pesan yang jelas ingin disampaikan di sini adalah bahwa Bumi tidak akan pernah terbebas dari bencana.
Tinggal bagaimana manusia mampu bekerja keras dan cerdas serta saling membantu untuk melewati semuanya.
Ini semua pasti akan berlalu.