Penulis
Intisari-Online.com - Akhir tahun 1975, militer Indonesia melakukan opersi militer terpanjang dalam sejarah TNI, yaitu Operasi Seroja di Timor Timur.
Operasi militer terpanjang dalam sejarah itu melipatkan seluruh unsur, yaitu Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU).
Selain itu, dalam Operasi Seroja, para sniper TNI pun langsung diterjunkan ke medan laga.
Mengutip majalah Commando Edisi No.4 tahun 2014, salah satu sniper yang diterjunkan ialah Tatang Koswara.
Tatang yang baru saja mendapat pelatihan sniper dari Green Beret US Army langsung dilibatkan dalam Komando Satgas Pamungkas untuk mendukung serbuan Indonesia ke Timor Timur.
Tatang bahkan diikutsertakan kedalam satuan Kopassandha (Kopassus) lantaran saat itu Korps Baret Merah kekurangan sniper.
"Jadi karena TNI AD, lewat Pak Edi Sudrajat, tahu kemampuan saya sebagai sniper lalu saya disuruh bergabung dengan para sniper Kopassandha," kata Tatang.
"Namun di belakang hari gara-gara bertempur sebagai sniper dan bergabung dengan Kopassandha saya dikira juga anggota Kopassus. Padahal satuan saya tetap di Pussenif," lanjutnya.
Tahun 1977, Tatang lantas mendapat penugasan cukup berat di Timtim.
Gerilyawan Fretilin yang merupakan lawan TNI ternyata jago berperang dan memiliki persenjataan lumayan baik.
Bahkan pada 15 Mei 1977 dalam pertempuran yang berlangsung di Lalua dan Lobugob, TNI kehilangan lebih dari 100 prajurit yang gugur di medan pertempuran.
"Pada saat pasukan ABRI mengalami kerugian besar karena yang gugur mencapai ratusan dalam satu hari, sebenarnya sudah ada sniper tapi peran mereka bertugas sebatas melindungi pasukan," kata Tatang.
"Padahal cara bertempur sniper yang pernah saya pelajari, ia harus masuk jauh ke wilayah musuh untuk menciptakan kekacauan dan sekaligus melemahkan semangat bertempur musuh," papar Tatang.
Pada akhir 1977, Tatang ditugaskan di kawasan Bobonaro, Becila, Aileu, Dili, Remexio dan lainnya.
Disemua daerah itu Tatang bertempur mati-matian melawan Fretilin.
Pernah dalam suatu misi Tatang ditemani oleh seorang prajurit muda lulusan Akmil bernama Ginting.
Ginting masih amat hijau di medan perang, ia bersenjatakan senapan M16, berseragam loreng lengkap layaknya tentara.
Sedangkan Tatang mengenakan gears sniper dengan ghillie suit sehingga akan nge-blend dengan vegetasi sekitar.
Keduanya lantas mengendap-endap masuk ke wilayah musuh. Pada malam tiba masih saja terus bergerak dengan bantuan teleskop malam.
"Karena pengawal saya seorang perwira jadi saya juga harus hargai dia. Lalu saya tanya sebaiknya di mana kita akan mengendap sehingga lokasi dan posisinya sulit diketahui musuh," jelas Tatang.
"Secara teori Ginting menyarankan saya untuk mengendap di ketinggian sehingga bisa mengincar dan melumpuhkan musuh. Tapi saran itu langsung saya tolak karena terlalu berbahaya," sahut Tatang.
Tatang kemudian mengajak Ginting memilih persembunyian di pinggir tebing curam yang sangat tersembunyi sehingga tak akan diketahui musuh.
Benar saja, esok harinya posisi ketinggian yang sebelumnya disarankan Ginting disisir oleh patroli musuh yang jumlahnya puluhan, terkejut Tatang mendapati lawan yang begitu banyak.
Tak selang berapa lama gerilyawan Fretilin itu berkumpul untuk melancarkan penyerbuan ke posisi pasukan TNI.
Padahal jarak Tatang dan Ginting hanya sekitar 50 meter dari pasukan musuh itu.
Namun tetap Tatang akan melakukan tindakan menghambat atau bahkan memukul mundur gerilyawan Fretilin berapapun jumlahnya.
Tatang lantas mengontak Edi Sudrajat agar pasukan TNI yang berpatroli disekitar situ agar melakukan serangan dadakan kepada Fretilin sehingga akan memecah konsentrasi lawan.
Tak berapa lama tembakan gencar menyalak menghujani gerilyawan Fretilin yang berasal dari patroli TNI.
Tatang lantas memasang peredam suara pada moncong senapan Winchester Model 70-nya.
Seperti malaikat pencabut nyawa, dengan tenang Tatang membidik sasaran dan menekan pelatuk dengan cekatan.
Head shot, head shot dan head shot!, gila!, tembakan Tatang semuanya menghantam kepala musuh, satu persatu gerilyawan Fretilin yang berada di jarak 300-600 meter dari posisi Tatang menembak tumbang.
Hal ini membuat musuh panik bukan kepalang lantaran mereka bingung ada tembakan jitu namun tak tahu dari mana asalnya.
Sontak Fretilin melepaskan tembakan ngawur kesana-kemari tanpa sekalipun menyasar tempat Tatang dan Ginting bersembunyi.
Takut mati, Fretilin langsung kabur meninggalkan medan pertempuran, misi itu sukses dilaksanakan Tatang.
Dari 50 butir peluru yang Tatang bawa, hanya tersisa satu saja, 49 lainnya sudah ditembakkan ke musuh.
Ginting yang menyaksikan Tatang 'mencabuti' nyawa Fretilin sampai terperangah, ia secara sembunyi-sembunyi mencatat jumlah kill yang dibukukan sniper legendaris Indonesia itu. (Seto Aji/Sosok.ID)
Artikel ini telah tayang di Sosok.grid.id dengan judul Walau Dikeroyok Puluhan Musuh, Sniper TNI Ini Malah Semakin Menggila 'Meminta' Nyawa di Setiap Peluru yang Ditembakkan