Penulis
Intisari-online.com - Saat ini menjelang berakhirnya bulan April, beberapa negara akan memasuki musim panas termasuk dengan Indonesia.
Banyak yang berharap pada musim panas virus corona bisa lenyap, meskipun ada beberapa ilmuwan mengungkapkan virus corona tidak bisa mati pada suhu tinggi.
Meski demikian, tampaknya ada secercah harapan untuk mengakhiri virus corona pada musim panas ini.
Karena Ilmuwan temukan fakta menarik dan dampak yang terjadi pada virus corona begitu memasuki musim panas.
Menukil dari Asia One pada Sabtu (25/4/2020), virus corona disebuat akan melemah lebih cepat ketika terpapar sinar matahari, panas, dan kelembapan.
Sebagai tanda potensial, pandemi ini bisa kurang menular pada saat masuk ke musim panas.
Penelitian dari pemerintah AS menentukan bahwa virus ini bertahan pada ruangan terbaik dalam kondisi kering, dan kehilangan potensi ketika suhu dan kelembapan naik.
Terutama terkena sinar matahari langsung, kata William Bryan, pejabat kepala Departemen Ilmu Pengetahuan dan Keamanan Dalam Negeri AS, Direktorat Teknologi.
"Virus ini bisa mati jika terpapar sinar matahari secara langsung," katanya dalam jumpa pers di Gedung Putih.
Temuan ini dapat meningkatkan harapan bahwa virus corona meniru penyakit pernapasan lainnya seperti influenza.
Seperti dikeatahui beberapa penyakit pernapasan lain seperti Influenza kurang menular pada musim panas.
Tetapi hal mengejutkannya adalah virus corona terbukti bisa masih hidup dan menginfeksi di cuaca hangat seperti sekarang di Singapura.
Hal ini menimbulkan pertanyaan yang lebih luas tentang dampak fakor lingkungan.
Sebelumnya Presiden Donald Trump mengatakan, temuan itu harus ditafsirkan dengan hati-hati.
Baca Juga: Bisakah Covid-19 Menular Lewat Makanan? Ini Dia Penjelasannya
"Saya harap semua orang menikmati matahari jika itu berdampak bagus," katanya.
Sementara Ilmuwan temukan pada permukaan tidak berpori seperti stainless steel, virus membutuhkan waktu 18 jam untuk kehilangan setengan kekuatannya.
Termasuk di lingkungan yang gelap dan kelembapan yang rendah kata Bryan.
Kemudian, dalam lingkungan dengan kelembapan tinggi, waktu paruh turun menjadi enam jam, ketika virus terkena kelembapan tinggi dan sinar matahari waktunya turun menjadi dua menit.
Para peneliti juga menemukan efek yang sama dengan virus corona yang ditangguhkan di udara.
Mensimulasikan batuk atau bersin yang bisa menjadi penyebaran penyakit.
Di ruangan gelap, virus akan mempertahankan kekuatannya selama 1 jam.
Tetapi ketika terkena sinar matahari, ia kehilangan setengah kekuatannya dalam 90 detik, jelas Bryan.
Teori ini juga sudah diumumkan oleh Presiden Joko Widodo yang mendengar penyataannya dari pejabat Departement of Homeland Security, AS.
Dalam penelitian itu, disebutkan suhu udara, tingkat kelembapan, dan sinar matahari biasa mempengaruhi kecepatan kematian virus.
Termasuk pada permukaan berpori atau tidak.
Menurut Jokowi ini adalah kabar gembira, karena Indonesia beriklim tropis dengan suhu yang panas, dan udara yang lembap, serta kaya sinar matahari.
Meski demikian, Presiden meminta masyarakat tidak lengah dan tetap mematuhi protokol pencegahan penularan Covid-19.