Penulis
Sebenarnya apa perbedaan korupsi dan pencucian uang? Apakah seorang sekretaris yang menggunakan uang perusahaan swasta juga disebut sebagai korupsi?
Kemudian apa hal itu merupakan jenis dari penggelapan?
Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Baca juga:Mengaku 7 Tahun Tak Makan Nasi Sama Sekali, Lihat Perubahan Tubuh Artis Randy Pangalila Saat ini
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan Anda. Anda menyebutkan 3 (tiga) tindak pidana, yakni, tindak pidana korupsi, pencucian uang dan penggelapan.
Tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang bukanlah jenis dari penggelapan karena baik tindak pidana korupsi maupun tindak pidana pencucian uang maupun tindak pidana penggelapan merupakan tindak pidana yang berbeda satu sama lainnya dan memiliki karasteristiknya masing-masing.
Berikut ini akan kami jabarkan penjelasan terkait dengan masing-masing tindak pidana tersebut.
Korupsi, sebagaimana diartikan oleh Henry Campbell Black dalam sebuah kamus hukum yang berjudul Black’s Law Dictionary, adalah sebagai berikut (terjemahan bebas):
“Suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak-pihak lain, secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain bersamaan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain”
Namun, hukum positif di Indonesia mengatutr bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi adalah tindak pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana korupsi.
Hal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), yang menyebutkan:
“Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”
Jika mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU KPK di atas, maka ada begitu banyak jenis tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU PTPK”), yang jika dikelompokkan berdasarkan jenisnya, maka kelompok-kelompok tindak pidana korupsi tersebut sebagai berikut:
Selain dari tindak-tindak pidana tersebut di atas, masih ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yaitu:
Selanjutnya, kami akan menjelaskan mengenai tindak pidana pencucian uang atau yang lazim dikenal sebagai money laundering.
Tindak pidana pencucian uang (“TPPU”) ini didefinisikan oleh Sutan Remy Sjahdeini, dalam bukunya berjudul Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, sebagai berikut:
“Rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram yaitu uang yang berasal dari kejahatan dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal”
Namun hukum positif yang berlaku di Indonesia tentang TPPU, tidak mengatur secara implicit mengenai apa yang dimaksud dengan TPPU, akan tetapi di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (“UU 8/2010”), dijabarkan dan diatur jenis-jenis dan bentuk TPPU, yaitu terdiri dari:
Adapun yang dimaksud dengan harta kekayaan sebagaimana disebutkan di dalam ketentuan-ketentuan di atas adalah harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No. 8/ 2010, yang selengkapnya berbunyi:
“Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:
Dalam UU 8/2010, selain tindak-tindak pidana sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, juga diatur mengenai tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang, yaitu:
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”
Berdasarkan ketentuan di atas, maka seseorang dapat dikatakan melakukan tindak pidana penggelapan apabila sesuatu barang atau uang yang ada di bawah kekuasaannya, diperoleh bukan karena kejahatan, namun menjadikan barang tersebut menjadi kepunyaannya atau seolah-olah kepunyaannya.
Menjawab pertanyaan anda yang terakhir, dimana anda menanyakan apakah seorang sekretaris yang menggunakan uang perusahaan swasta dinyatakan korupsi atau tidak.
Jawabannya adalah tidak, karena sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya, tindak pidana korupsi melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
Namun, bagi seorang sekretaris yang menggunakan uang perusahaan swasta, ketentuan yang yang lebih tepat untuk perbuatan tersebut adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 KUHP, yang mengatur tentang Penggelapan dalam Jabatan, yang selengkapnya berbunyi demikian:
“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang menguasai barang itu karena jabatannya atau karena pekerjaannya atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”
Sangat jelas dinyatakan bahwa tindak pidana dalam Pasal 374 KUHP adalah tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh orang yang menguasai barang itu karena pekerjaannya atau mendapat upah untuk itu.
Hal ini sesuai dengan pertanyaan Anda, terkait dengan uang perusahaan swasta yang berada dibawah kekuasaan sekretaris yang memang menerima upah untuk menjadi sekretaris dan bertanggung jawab terhadap uang yang ada di bawah kekuasaannya.
Demikian penjelasan kami, semoga memberikan manfaat dan pemahaman bagi Anda.
(LBH Mawar Saron)
Dasar Hukum:
Referensi: