"Dia menukar barang-barang suku-suku kuno dengan barang-barang yang dianggap berharga bagi mereka."
Namun, Arnold Putra mengaku kepada Insider, dia tidak bepergian ke daerah kesukuan ketika koleksi ini dibuat.
"Metode saya dalam mengumpulkan material tak terkait dengan perjalanan saya ke tempat-tempat itu," kata dia.
Dia lalu mengaku, tulang belakang itu dia dapatkan dari asupan medis dari di Kanada. Menurut dia, adalah hal yang mungkin untuk membeli tulang manusia dari perusahaan berlisensi.
Perusahaan tersebut biasanya menerima spesimen manusia yang disumbangkan untuk obat-obatan, dan kadang-kadang pula menjualnya sebagai "surplus". Pada bagian inilah Arnold mendapatkannya.
Namun, dia menolak untuk menunjukkan kontrak jual beli tersebut, dengan dalih dia harus tunduk pada perjanjian non-pengungkapan.
Tas itu, kata dia, merupakan bagian dari koleksi yang belum selesai dan melibatkan bahan serupa yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam pembuatan pakaian.
Sementara, untuk material lidah buaya, dia mengatakan bahan itu adalah produk sampingan dari industri daging dan kulit buaya. Selain itu, buaya pun tidak masuk dalam kategori hewan yang terancam punah di AS.
"Butuh sedikit percobaan untuk membuat bahan dari lidah agar rata dan cukup kenyal," kata dia.
Menyusul keributan media sosial atas tas itu, Arnold Putra mengunggah konten lewat fitur Instagram Story yang menyebut -entah serius atau bercanda- koleksinya berasal dari sisa-sisa manusia yang telah diplastinasi.