Penulis
Intisari-online.com -Pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh novel coronavirus jenis baru telah membuat hampir seluruh dunia lumpuh.
Telah menginfeksi lebih dari 1 juta jiwa dari 181 negara, kini Covid-19 dapat menyerang siapa saja.
Masih banyak yang belum diketahui tentang penyakit baru dan virus baru ini.
Semua pihak bekerja keras untuk melindungi umat manusia dari kematian akibat penyakit ini atau sekedar untuk bertahan hidup.
Baca Juga: Peduli Tubuhmu Ini Tanda Tubuh Kekurangan Oksigen, Termasuk Sesak Napas dan Sakit Kepala
Namun tidak ada yang berjuang lebih keras daripada dokter dan para perawat.
Sebagai barisan garda terdepan, sudah bukan hal langka kita mendengar dokter dan perawat meninggal karena menangani pasien Covid-19.
Beberapa perawat menceritakan betapa sulitnya bagi mereka untuk bekerja saat ini.
Hal ini karena mereka merasa tidak terlindungi dan mengorbankan tidak hanya diri sendiri tetapi juga keluarga mereka.
Dalam sebuah video yang dibagikan akun instagram @nowthisnews, seorang perawat di Amerika menceritakan rasa pilu yang ia hadapi dalam berurusan dengan penyakit baru, Covid-19.
Perawat wanita bernama Imaris tersebut menangis sesenggukan sembari bercerita jika ia telah mengundurkan diri dari pekerjaannya.
Pasalnya, saat ia bekerja menangani pasien Covid-19 di unit ICU, satu hal mendasar bagi tenaga medis tidak tersedia.
ICU tersebut sudah dirubah sedemikian rupa menjadi tempat bagi para pasien Covid-19.
Imaris menyebut tidak ada satupun perawat yang memakai masker untuk pengamanan mereka.
Bahkan tidak ada yang memakai masker bedah yang merupakan barang standar bagi tenaga medis sehari-hari.
Padahal mereka harus selalu berbicara satu sama lain dan menjaga jarak adalah hal yang mustahil bagi para perawat.
Imaris sendiri mengatakan ia memiliki stok masker N95 miliknya sendiri.
Namun ia kemudian memprotes manajernya.
Ia bisa memaklumi mereka kehabisan stok, tetapi apa yang terjadi di rumah sakit membuatnya tidak tahan lagi.
Ia ingin merasa aman karena ia memiliki keluarga yang juga harus ia jaga.
Namun kondisi di rumah sakit tidak membuatnya merasa aman sama sekali.
Hal senada juga dilaporkan oleh akun instagram @bbcnews.
Kali ini, seorang perawat di Inggris menceritakan kisah mengerikan yang harus ia hadapi setiap hari.
Perawat wanita bernama Shirley Watts bercerita sembari menangis tentang apa yang ia dan rekan-rekan tenaga medis hadapi di Inggris.
A post shared by BBC News (@bbcnews) on
Shirley merekam video tersebut setelah ia menyelesaikan shift melelahkan di ICU khusus pasien Covid-19.
"Kami benar-benar tidak mampu melakukan apapun,
"Ini sangat sulit dan kami mencoba hal terbaik yang bisa kami lakukan."
Hal terberat baginya adalah ia dan rekan-rekannya merasa bisa melakukan hal lebih tetapi di saat yang bersamaan mereka tidak dapat melakukannya.
Tubuh mereka lelah dan kesakitan, sampai-sampai hidung mereka berwarna merah karena terlalu sering ditekan peralatan yang dipakai untuk melindungi diri mereka.
Dengan menangis dan suara sesenggukan, Shirley menyebut: "kami menjauh dari keluarga kami dan kami mengorbankan nyawa kami dalam bahaya ini untuk mencoba menyelamatkan nyawa orang lain.
"Rasanya seperti kalah dalam perang tetapi nyatanya tidak demikian.
"Karena kami semua berharap yang terbaik dan kami melakukan semua yang terbaik yang kami bisa."
Selanjutnya Shirley juga mendesak orang-orang untuk tetap berada di rumah dan jangan menyepelekan penyakit baru ini.
Dengan para warga tetap di rumah, perawat dan tenaga medis lain akan tetap aman dan semua saling menyelamatkan nyawa satu sama lain.
Namun ada hal yang lebih mengerikan lagi yang diceritakan mereka di akhir video.
Imaris bercerita sembari menangis, "Amerika tidak siap dengan penyakit ini, dan perawat tidak dilindungi sama sekali."
Sementara Shirley mengatakan ada perawat sepertinya yang lama-lama 'tenggelam'.
Yang ia maksudkan adalah ia seperti sudah kehilangan harapan meskipun sudah melakukan yang terbaik yang ia bisa.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini