Find Us On Social Media :

Dulu, Katakan Cinta dengan Saputangan Dianggap Mewah dan Hanya Bisa Dilakukan Golongan Masyarakat Kelas Atas

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 19 April 2018 | 19:45 WIB

Fungsinya menjadi agak berbeda ketika cerutu diperkenalkan di Eropa abad ke-17. Menghisap cerutu menjadi kebiasaan yang sangat elegan.

Sayangnya, menghisap cerutu dapat meninggalkan noda cokelat di hidung yang sangat mengganggu penampilan. Di sinilah terjadi perkembangan dengan munculnya saputangan ukuran besar berwama gelap.

Sebelumnya, ia hadir dalam potongan mungil berenda dan berbordir nan kenes.

Suatu hari di abad ke-18 di Versailles Maria Antoinette menyatakan, saputangan berbentuk bujur sangkar lebih tepat dan lebih mudah dibawa ke mana-mana.

Bahkan Raja Louis XVI sampai mengeluarkan peraturan tentang ukuran bujur sangkar untuk semua saputangan yang dibuat di lingkungan istana.

Baru pada abad ke-19 saputangan sampai di Jerman. Namun baru beredar di kalangan bangsawan dan keturunan kerajaan.

Baca juga: Surat Cinta Langka Ini Menggambarkan bagaimana Kondisi Terakhir Titanic yang Terkutuk Menjelang Tenggelam

Saputangan juga menjadi hadiah umum dari pria yang menaruh hati kepada seorang wanita, atau sebaliknya.

Dalam abad ini pula saputangan menjadi pelengkap wajib dalam gaya busana.

Keberadaannya tidak lagi ngumpet di dalam tas, tapi sudah berani nongol di tangan.

Saputangan kemudian menjadi barang universal, ia pun menjadi sarana komunikasi yang menarik.

Meletakkan saputangan di pipi berarti, "aku cinta padamu". Membawa saputangan ke pipi kanan, pertanda kita mengiyakan sesuatu, sedangkan ke kiri kita menolak.