Obat Penurun Panas yang Umum Diberikan Kepada Anak-anak Ini 'Dilarang' oleh WHO untuk Diberikan kepada Pasien Positif Corona, 'Bisa Memperburuk Efek dari Virus Kepada Tubuh'

Khaerunisa

Penulis

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan rekomenasi untuk tidak menggunakan obat penurun panas ini dalam penanganan covid-19

Intisari-Online.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan rekomenasi untuk tidak menggunakan obat penurun panas ibuprofen dalam penanganan orang-orang yang menunjukkan gejala Covid-19, pada Selasa (17/3/2020).

Melansir Scienealert.com, rekomendasi tersebut dikeluarkan setelah pejabat Prancis memperingatkan bahwa obat antiinflamasi seperti ibuprofen dapat memperburuk efek virus kepada tubuh.

Mengutip Kompas.com, untuk menangani pasien Covid-19, selama ini obat-obatan umum seperti obat demam, obat batuk, memang digunakan untuk menyesuaikan kondisi pasien.

Ibuprofen sendiri merupakan obat sering diberikan kepada anak-anak untuk mengobati demam.

Baca Juga: Total 3 Pasien Corona di Jawa Tengah Meninggal Dunia, Gubernur Ganjar Pranowo Ikuti Langkah Korea Selatan Hadapi Covid-19, 2 Hal Ini Tengah Dipersiapkan

Sehingga obat penurun panas tersebut tidaklah asing untuk kebanyakan orang.

Namun, rupanya sebuah studi baru-baru ini yang tertuang dalam jurnal medis The Lancet, berhipotesis bahwa suatu enzim yang dikuatkan oleh obat-anti-inflamasi seperti ibuprofen dapat memfasilitasi dan memperburuk infeksi Covid-19.

Juru Bicara WHO, Christian Linmeier mengatakan kepada wartawan di Jenewa bahwa para pakar badan kesehatan PBB sedang menyelidiki hal tersebut untuk memberi panduan lebih lanjut.

Lalu, apa yang bisa digunakan untuk menangani sementara gejala yang ditunjukkan pasien covid-19?

Baca Juga: Status Darurat Corona Diperpanjang 91 Hari hingga 29 Mei, Apa Kabar Program Mudik Gratis 2020? Kemenhub: Misalnya Ini Ditiadakan Masyarakat Menghindari Angkutan Umum

Lindmeier mengatakan bahwa WHO merekomendasikan penggunaan parasetamol sebagai obat penurun panas bagi pasien Covid-19.

"Sementara itu, kami merekomendasikan penggunaan parasetamol, dan jangan menggunakan ibuprofen sebagai pengobatan sendiri. Itu penting," katanya, seperti yang diberitakan Sciencealert.com.

Komentar tersebut muncul setelah Menteri Kesehatan Prancis, Oliver Veran mengunggat tweet yang memperingatkan bahwa penggunaan ibuprofen dan obat inflamasi serupa bisa menjadi 'faktor yang memberatkan pada infeksi Covid-19'.

"Dalam kasus demam, minum parasetamol," tulisnya.

Baca Juga: Meski Dapat Melanggar Privasi Pasien, Israel Perangi Virus Corona dengan Sistem Anti-Terorisme, Militer Juga Ikut Melakukan Pembatasan Ketat

Menteri Prancis pun menekankan bahwa pasien yang sudah dirawat dengan obat antiinflamasi harus meminta nasihat dari dokter mereka.

Penggunaan Paracetamol Harus Sesuai Dosis yang Disarankan

Meski parasetamol disarankan untuk menggantikan ibuprofen, namun penggunaannya pun tetap tidak boleh sembarangan.

Penggunaan parasetamol sebagai obat penurun panas harus ketat sesuai dosis yang disarankan.

Pasalnya, jika terlalu banyak maka dapat menyebabkan kerusakan hati.

Baca Juga: Yuk Coba Minum Campuran Kunyit dan Madu, Ini Manfaat Menakjubkan Bagi Tubuh Anda

Perusahaan Farmasi Inggris Sejauh Ini Tidak Percaya

Di sisi lain, seorang juru bicara untuk perusahaan farmasi Inggris Reckitt Benckiser, yang membuat Nurofen, mengatakan dalam sebuah pernyataan email bahwa perusahaan itu menyadari kekhawatiran yang timbul.

Yaitu tentang penggunaan produk anti-inflamasi non-steroid (NSAID), termasuk ibuprofen.

Baca Juga: China dan AS Berlomba-lomba dalam Produksi Vaksin Corona, Siapa yang Lebih Unggul?

Namun, disampaikan bahwa pihaknya saat ini tidak percaya mengenai penggunaan ibuprofen yang dihubungkan dengan pembengkakan Covid-19.

"Keamanan konsumen adalah prioritas nomor satu kami," katanya.

Ia menekankan bahwa ibuprofen merupakan obat mapan yang telah digunakan dengan aman selama lebih dari 30 tahun sebagai pereda rasa sakit demam dan pereda nyeri, termasuk dalam penyakit virus.

Baca Juga: Bukan Hasil Rekayasa Genetika Apalagi Senjata Biologis, Asal-usul Virus Corona Terungkap Lewat 2 Skenario Ini, 2 Hewan Ini Jadi 'Tersangka'

"Kami saat ini tidak percaya ada bukti ilmiah terbukti yang menghubungkan penggunaan ibuprofen yang dijual bebas dengan pembengkakan Covid-19," tegasnya.

Juru bicara tersebut juga mengatakan bahwa Reckitt Benckiser terlibat dengan WHO, EMA (European Medicines Agency) dan otoritas kesehatan setempat lainnya.

Untuk itu, dalam masalah tersebut mereka akan memberikan informasi atau panduan tambahan yang diperlukan untuk keamanan pengguna produk setelah adanya temuan yang tengah diperbincangkan tersebut.

Baca Juga: Kenali Gejala HIV Setelah Satu Tahun Meski Tanpa Gejala, Berkeringat di Malam Hari Tetap Sebagai Salah Satu Gejalanya

Artikel Terkait