Find Us On Social Media :

Menakjubkan! Ternyata Dewi Sri Menjadi Tokoh Wayang Kulit dan Dimainkan oleh Murid-murid di Sekolah Asing

By K. Tatik Wardayati, Selasa, 17 April 2018 | 16:00 WIB

Intisari-Online.com – Kita tidak pernah melihat kehadiran Dewi Sri dalam pewayangan sebab Dewi Sri adalah tokoh cerita rakyat Jawa yang mengungkapkan asal mula padi, bukan tokoh dari Mahabharata maupun Ramayana.

Tapi di Academy of Albany, yaitu sekolah khusus untuk murid-murid pria anak orang kaya-kaya di AS, saya mendapatkan Dewi Sri didudukkan sebagai tokoh wayang kulit.

Siswa jenjang sembilan (setingkat dengan kelas II SMP) dalam kelas studi sosial memperoleh keterangan mengenai cerita abadi Ramayana dari gurunya.

Saya kebagian memaparkan cerita Ramayana versi Indonesia yang didahului dengan penjelasan mengenai teater wayang.

Baca juga: Pernah Diundang ke Istana Negara Pada Era Soekarno, Begini Kisah Wayang Orang Sriwedari Saat Ini

Baca juga: Tradisi Jawa Ruwatan dengan Pergelaran Wayang Kulit

Rupanya cerita wayang kulit dengan bayang-bayang pada kelir yang disebabkan oleh lampu minyak yang diombang-ambingkan angin sangat mempesonakan.

Bertubi-tubu pertanyaan diajukan. Cerita wayang saya susul dengan cerita daerah, dengan menampilkan asal mula padi.

Setahun telah berialu sejak misi muhibah ke Academy of Albany itu, ketika tiba-tiba saya mendapat sepucuk surat tercatat yang tebal dari guru studi sosial di sana.

Di dalamnya saya dapati foto-foto berwarna pertunjukan 'wayang kulit' yang diselenggarakan oleh siswa-siswanya.

Dalangnya ternyata tidak tunggal, melainkan sebuah grup. Tiap dalang memainkan anak wayang karton yang diciptakan sendiri. Lakonnya: "Asal Mula Padi" dan tokoh utamanya Dewi Sri.

Kelir yang dipakai adalah layar film ukuran kecil dan sebagai pengganti lampu minyak dipakai proyektor film.

Mereka benar-benar memakai 'kayon' atau 'gunungan' sebagai tanda buka- tutup, sebagai hutan lebat, angin taufan dll.

Benda itu dibuat dari karton. Gamelan yang mengiringinya dari piringan hitam, dibeli di toko PBB di New York. Judulnya: "Indonesia, its music and its people".

Tidak dilaporkan apakah gamelan yang menyertai lakon itu gamelan Sunda, Jawa atau Bali. Jangan-jangan musik gambus atau keroncong modern!

Konon, wayang karton itu merupakan hasil kerja kelas studi sosial dan kelas kesenian. Warna-warna manyala dipilih dan warna emas dipakai dengan royal.

Bentuk-bentuk yang diciptakan fantastis. Raja naga benar-benar memakai mahkota, tapi seperti pakai bretel (sepasang ban yang disangga oleh pundak untuk mencegah celana melorot).

Ada tokoh yang mirip butha cakil! Semua tokoh dalam cerita Dewi Sri terwakili. Lakon yang dimainkan oleh murid-murid dan gurunya itu sampai perlu diulang.

Meskipun bentuk-bentuk 'wayang’ tidak keruan, menurut ukuran Indonesia, tapi siapa yang tidak akan terharu melihat hasil karya ini.

(Ditulis oleh Soekati Tjokrowirono. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 1974).

Baca juga:Wayang Potehi yang Sempat Mati Suri