Sekalipun Dipenjara, ABG Pembunuh Balita di Sawah Besar Bisa Bebas di Usia 20 Tahunan, Psikolog Ungkap Kemungkinan Remaja Sembuh dari Gangguan Kejiwaan

Khaerunisa

Penulis

Kasus remaja 15 tahun yang membunuh bocah 5 tahun di Sawah Besar, Jakarta Pusat, tengah menjadi sorotan publik

Intisari-Online.com - Kasus remaja 15 tahun yang membunuh bocah 5 tahun di Sawah Besar, Jakarta Pusat, tengah menjadi sorotan publik.

Remaja berinisial NF mengaku membunuh tetangganya sendiri, yang berinisial APA, pada Kamis (5/3/2020).

Perbuatannya terungkap setelah NF menyerahkan diri ke polisi keesokan harinya.

Korban sendiri sempat dilaporkan hilang oleh orangtuanya.

Baca Juga: Tidak Hanya Mengaku Puas Setelah Membunuh Tetangganya yang Masih Balita, Pengakuan ABG Pelaku di Facebook-nya ini Bikin Ngeri, 'Oke Besok Siap Berserah Diri'

Banyak hal yang membuat publik terkejut dalam mengikuti kasus ini.

Salah satunya karena NF tidak menunjukkan rasa bersalah meski telah membunuh seseorang, justru ia mengaku puas.

Gambar-gambar mengerikan buatannya pun turut diperbincangkan publik.

Sehingga banyak orang berspekulasi bahwa NF mengalami gangguan kejiwaan.

Baca Juga: Kisah Seorang Gadis Menikahi 5 Saudara Kandung, Tinggal di Rumah Sempit dan Terpencil, Saat Berhubungan Intim Selalu Melakukan Bersama Karena Hanya Punya Satu Kasur

Saat ini, kasus dugaan pembunuhan yang dilakukan NF masih terus diselidiki oleh Polsek Sawah Besar.

Salah satu tindakan yang diambil polisi adalah memeriksa kondisi kejiwaan tersangka.

Melansir kanal YouTubeTalk Show tvOne, Sabtu (7/3/2020), psikolog klinis, Melissa Grace menyoroti perasaan pelaku kejahatan yang mengaku puas dan tidak merasa bersalah setelah melakukan pembunuhan.

Ia mengungkapkan bahwa perasaan tidak bersalah merupakan ciri utama seseorang yang mengidap conduct disorder.

Apabila dibiarkan, Melissa Grace mengatakan, perilau conduct disorder ini akan memicu seorang anak mengidap antisosial atau sosiopat di usia dewasa.

Baca Juga: Viral Pasangan Muda Menikah Total Rp 31 Juta: Termasuk Bulan Madu Tur Keliling Jawa-Bali, Simak Juga Tipsnya Agar Tak Mendapat Omongan Kurang Baik dari Tetangga

Menurut psikolog Melissa Grace, hal tersebut berbahaya bagi pertumbuhan anak dan kualitas hidup anak tersebut ketika dewasa.

Lalu, apakah gangguan kejiwaan tersebut bisa sembuh jika terjadi pada remaja?

Dalam tayangan yang sama, Kriminolog, Maman Suherman, menyoroti masa depan pelaku.

Maman menyinggung tentang Undang-undang Peradilan di Indonesia untuk kasus pembunuhan berencana yang pelakunya anak-anak atau remaja.

Baca Juga: Tak Seperti Juara Indonesia Idol Lainnya, Nasib Penyanyi Ini Berakhir Nelangsa, Digugat Istri hingga Berakhir di Penjara

Berbeda dengan hukuman untuk orang dewasa pelaku pembunuhan berencana yang bisa dikenai hukuman mati, hukuman untuk anak jauh lebih ringan yaitu maksimal 10 tahun penjara.

Hal itu seperti yang tertera pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan

Dalam sistem peradilan anak, pelaku hanya dapat dihukum setengah dari ancaman hukuman orang dewasa, yakni sepuluh tahun, meski terbukti bersalah dalam persidangan.

Artinya, jika NF terbukti bersalah, maka ia hanya bisa dikenai hukuman maksimal selama 10 tahun dan akan bebas di usia 20-an.

Baca Juga: Negatif Narkoba, Tapi Ririn Ekawati Disebut Ikut Konsumsi Happy Five: Ini Efek Samping Konsumsi Happy Five Tanpa Saran Dokter

Maman mengungkap kekhawatirannya tentang bagaimana pembinaan NF di Lembaga Pemasyarakatan (LP).

"Nanti kalaupun maksimal 10 tahun akan keluar umur 25. Apakah pembinaan kita nanti di LP khusus anak itu bisa mengubah dia atau setidaknya memperbaiki cara pandang dia untuk tidak antisosial misalnya," katanya.

"Karena kalau tidak, ujungnya seperti dibilang Melissa," sambung Maman.

Terkait kesembuhan remaja yang mengalami gangguan kejiwaan, Melissa menjelaskan kemungkinannya.

Baca Juga: Pasca Pesta Pernikahannya dengan Wanita 7 Tahun Lebih Tua, Uang di ATM Aktor Ini Sisa Rp300 Ribu, Ini Alasan Pria Sukai Wanita yang Lebih Tua

Menurut Melissa, masih ada harapan kesembuhan bagi penderita yang masih berusia anak-anak atau remaja.

"Terkait bisa sembuh atau tidak, sebenernya kalau masih usia anak-anak, masih ada harapan," katanya.

Kemudian ia menekankan bahwa hal itu bisa tercapai asal dilakukan penanganan yang tepat.

"Bukan hanya terhadap anaknya, tapi juga terhadap lingkungannya," kata Melissa.

Baca Juga: Atasi Kolesterol Tinggi dengan Rutin Konsumsi Campuran Lemon dan Bawang Putih, Begini Cara Membuatnya!

Untuk itu, menurut Melissa, hal itu menjadi alasan pentingnya pemeriksaan psikologis kepada pelaku.

"Jadi, perlunya pemeriksaan psikologis, kita cari tahu dulu faktor-faktor risiko apa yang bisa berkontribusi dan faktor-faktor apa yang bisa suporting dia,

"Untuk supaya nanti ke depannya dia bisa menjadi manusia yang lebih adaptif," sambung Melissa.

"Berdasarkan berita, anak ini cerdas. Jadi sayang sekali kalau potensinya tidak dimanfaatkan," tegasnya.

Baca Juga: Keberadaannya Misterius, Suku Lingon yang Merupakan Suku Asli Indonesia Penduduknya Memiliki Mata Biru Bak 'Bule'

Artikel Terkait