Find Us On Social Media :

Kabar Buruk dari Virus Corona, Obat Serta Asal Usulnya Padahal Belum Ditemukan, Ilmuwan Keluarkan Peringatan Bahwa Virus Corona Telah Bermutasi, Kini Ada Dua Jenis Viru Corona

By Afif Khoirul M, Kamis, 5 Maret 2020 | 10:32 WIB

Ilustrasi virus corona

Intisari-online.com - Baru-baru ini virus corona menjadi perbincangan hingga ke seluruh dunia karena dampaknya yang berkembang begitu cepat.

Lebih dari 80.000 orang terinfeksi dan 3.000 lebih manusia meninggal akibat virus corona.

Hingga kini, ilmuwan belum menemukan dari mana asal-usul virus tersebut, demikian juga dengan vaksinnya.

Meskipun belum ada solusi terkait virus corona, Ilmuwan malah temukan kenyataan yang lebih mengerikan.

Baca Juga: Warga Curiga Lampu Dipadamkan, Ini 5 Fakta Pemerkosaan Sejenis di Tempat Ibadah, Berawal Menumpang Menginap hingga Diserahkan Warga ke Polisi

Mengutip Daily Star pada Rabu (4/3/2020), ilmuwan memperingatkan bahwa COVID-19 alias virus corona telah melakukan mutasi, dan membelah menjadi dua starin berbeda.

Sebuah tim peneliti di universitas Beijing dan Shanghai, yang dipimpin oleh Profesor Jiang Lu dan Dr Jie Cui, berhasuil menemukan dua jenis berbeda dari virus corona.

Kemudian mereka membagi dua jenis tersebut menjadi Tipe S dan Tipe L.

Tipe L adalah yang lebih mematikan daripada Tipe S, karena dianggap menginfeksi dan menyebabkan kematian lebih awal.

Baca Juga: Seperti Masker, Kondom Juga Menjadi Benda Paling Laris Diburu Akibat Wabah Virus Corona, Banyak Negara Kehabisan Kondom, Tapi Bukan Untuk Berhubungan Intim Melainkan Untuk Hal Ini

Sementara Tipe S memiliki dampak bahaya dalam jangka panjang.

Karena membunuh lebih sedikit korban, kemungkinan akan dibawa lebih jauh dan bertahan selama beberapa generasi.

Tipe L telah terkandung paling efektif oleh perawatan rumah sakit dan karantina saat ini.

Tim yang menulis di National Science Review, Akademi Sains Tiongkok, mengatakan:

"Intervensi manusia mungkin telah menempatkan tekanan selektif yang lebih parah pada tipe-L, yang mungkin lebih agresif dan menyebar lebih cepat." 

"Di sisi lain, tipe S, yang secara evolusi lebih tua dan kurang agresif, mungkin meningkat dalam frekuensi relatif karena tekanan selektif yang relatif lebih lemah."

Baca Juga: Sejarah Mencatat Bahwa Flu Burung Ada Masa Berakhirnya, Lantas Kapan Virus Corona Berlalu? Ahli Bongkar 2 Kemungkinan Berikut Ini

Mereka mengakui bahwa ukuran sampel yang komparatif, hanya mengambil sampel dari 103 pasien, seharusnya lebih banyak penelitian untuk uji coba virus.

Namun pendapat lain muncul dari seorang ilmuwan di Inggris yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, yang mengatakan pendapat nyaris serupa.

Mengatakan pada Daily Mail, Dr Stephen Griffin menyebut terlalu dini untuk mengkonfirmasi teori tim tersebut.

Dr Stephen Griffin, dari University of Leeds, mengatakan,"Biasanya terjadi ketika virus RNA pertama kali melintasi spesies penghalang ke manusia, mereka tidak terlalu beradaptasi dengan host baru mereka (manusia)."

"Jadi, mereka biasanya mengalami beberapa perubahan yang memungkinkan mereka untuk beradaptasi dan menjadi lebih mampu untuk meniru di dalam, dan menyebar dari manusia ke manusia."

Dia juga menambagkan, "Namun, karena penelitian ini belum menguji." 

Baca Juga: Gejala Asam Urat Tinggi Lebih Sering Dialami oleh Pria, Salah Satunya Sendi Menjadi Hangat dan Membengkak

"Relatif virus ini telah mereka replikasi, dalam sel manusia atau model hewan," katanya.

"Juga sulit untuk mengatakan, bahwa gangguan manusia mungkin berdampak pada mutasi jenis dari virus ini," imbuhnya.

Saat ini, hanya ada di bawah 100.000 infeksi yang dikonfirmasi, dengan 3.214 kematian hingga saat ini.

Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan bahwa sementara COVID-19 lebih mematikan daripada flu musiman, lebih sulit untuk disembuhkan.

Tedros Adhanom Ghebreyesus, direktur jenderal organisasi, mengatakan dalam konferensi pers di Jenewa,"secara global, sekitar 3,4 persen dari kasus Covid-19 yang dilaporkan telah meninggal.

Dokter itu menambahkan, "Sebagai perbandingan, flu musiman umumnya membunuh jauh lebih sedikit dari 1 persen dari mereka yang terinfeksi."