Penulis
Intisari-online.com - Dituding menghina oleh Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto, ahli epidemiologi dari Harvard, Professor Marc Lipsitch akhirnya buka suara.
Dalam wawancaranya bersama mahasiswi Indonesia di Harvard TH Chan School bernama Nadhira Afifa, Marc Lipsitch mengurai maksud dari penelitian yang ia lakukan terkait virus corona.
Hal itu dilakukan Marc Lipsitch guna menjawab tudingan dari Terawan bahwa ia sedang menghina sistem di Indonesia.
Sebelumnya diwartakan, ahli epidemiologi Marc Lipsitch dari Harvard TH Chan School of Public Health menduga sebenarnya virus corona telah menyebar di Indonesia, tetapi tak terdeteksi.
Hal tersebut akan menimbulkan potensi bagi virus tersebut membentuk epidemi yang jauh lebih besar.
Pernyataan itu rupanya membuat Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto meradang.
Tidak terima dengan pernyataan itu, Terawan pun membuat pernyataan keras.
"Itu namanya menghina, wong peralatan kita kemarin di-fixed-kan dengan Duta Besar Amerika Serikat (AS). Kita menggunakan kit-nya (alat) dari AS," ujar Terawan seusai rapat di Kantor TNP2K, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2020).
Terawan mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah bekerja sesuai standar internasional dalam melakukan proses pengecekan virus corona.
Anggapan 'sedang menghina' yang dilayangkan Terawan itu rupanya telah diketahui oleh Marc Lipsitch.
Dilansir TribunnewsBogor.com dari Youtube Nadhira Afifa, Marc Lipsitch lantas menjelaskan perihal maksud dari penelitiannya.
Kepada Nadhira, Marc Lipsitch mengaku bahwa tujuan dari penelitiannya adalah untuk melihat apakah kasus virus corona yang sudah terdeteksi benar-benar memperlihatkan jumlah kasus yang sebenarnya.
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat, kasus yang sudah terdeteksi benar-benar merepresentasikan jumlah kasus yang ada sebenarnya," ungkap Marc Lipsitch dilansir pada Jumat (14/2/2020).
Karenanya, Marc Lipsitch lantas membuat formulasi guna memasukkan data dalam matematika modelling soal riset virus corona tersebut.
Sehingga didapatkan hasil bahwa ada sekitar 14 pengunjung yang merupakan warga Wuhan perharinya di suatu negara.
"Untuk itu kami menghitung hubungan statistik antara jumlah pengunjung ke sebuah negara dengan jumlah kasus yang terjadi. Sehingga didapatkan rata-rata secara internasional yakni adanya sekitar 14 pengunjung/hari. Diasosiasikan dengan munculnya 1 kasus terdeteksi yang kami pantau selama periode penelitian kami," kata Marc Lipsitch.
Bersandar pada formulasi tersebut, Marc Lipsitch lantas membuat kesimpulan bahwa di Indonesia seharusnya sudah memiliki kasus virus corona.
Namun hingga saat ini, Indonesia nyatanya belum mengumumkan satupun kasus akibat virus corona.
"Dengan standar tersebut, Indonesia dapat diduga sudah memiliki lima kasus, sementara nyatanya Indonesia tidak memiliki kasus," ucapnya.
Membandingkan dengan hal tersebut, Marc Lipsitch lantas membandingkan beberapa negara dengan Singapura.
Dengan sistem pendeteksi yang canggih, Singapura nyatanya sudah banyak mendeteksi beberapa warganya yang terjangkit virus corona.
"Bahkan Singapura yang memiliki frekuensi deteksi paling tinggi dibanding negara lain, mengingat banyaknya jumlah pengunjung yang mereka miliki, nyatanya Singapura mendeteksi lebih banyak kasus dari yang kami duga," kata Marc Lipsitch.
Terkait kemunculan nama Indonesia, Marc Lipsitch mengaku tidak pernah memfokuskan satu negara untuk dijadikan riset terkait penyebaran virus corona
Sebab, Marc Lipsitch mengaku juga menggunakan beberapa negara seperti Thailand dan Singapura di dalam penelitiannya.
"Tentunya penelitian ini tidak sejak awal ditujukkan untuk Indonesia, hanya bagian dari penemuan dalam penelitian kami," pungkas Marc Lipsitch.
Karenanya, Marc Lipsitch pun mengaku bahwa ia tidak pernah bermaksud ingin menyerang negara manapun termasuk Indonesia.
Bahkan diakui Marc Lipsitch, ia siap membantu jika memang dibutuhkan terkait riset virus corona.
"Kami bermaksud konstruktif. Saya terbuka dan dengan senang hati ingin membantu. Tentunya saya tidak bermaksud menyerang negara manapun," imbuh Marc Lipsitch.
Tak hanya itu, Marc Lipsitch juga mengurai jawabannya soal respon keras Terawan.
Diwartakan sebelumnya, Terawan sempat mempersilakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk melihat proses pengecekan yang dilakukan di Indonesia dengan alat yang mereka miliki.
"Kita terbuka kok, enggak ada yang ditutup-tutupi. Tapi kalau disuruh compare ke negara lain itu namanya ada MTA, material transfer agreement-nya. Tidak boleh material itu dibawa keluar, ada perjanjian luarnya," tutur Terawan.
Mengetahui respon Terawan, Marc Lipsitch pun kembali memberikan penjelasan.
"Kami tidak pernah bermaksud mengatakan bahwa Indonesia sedang menutup-nutupi suatu hal. Dari apa yang saya baca di media, test kit belum sampai di Indonesia hingga akhir periode penelitian kami,"
"Jika itu benar dan test kit adalah satu-satunya alat uji Indonesia, maka ini bukan bentuk menutup-nutupi, melainkan kurangnya alat uji," kata Marc Lipsitch.
Artikel ini telah tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul Dianggap Menghina oleh Terawan, Ini Jawaban Professor Harvard soal Riset Virus Corona