Penulis
Intisari-online.com -Rudy Komans sudah 20 tahun tinggal di Indonesia.
Sepuluh tahunnya dia habiskan tinggal di Cilacap.
Dia sudah jatuh cinta dengan negeri ini. Dia berharap bisa menjadi WNI.
Dia sudah mantap tinggal di sini.
"Saya cinta dengan Indonesia," katanya dengan logat bulenya kepada Tribun Banyumas, Rabu, (12/2/2020).
Bahkan sekarang Rudy sudah delapan tahun menikah dengan orang Cilacap.
Dan, orang yang dinikahinya itu, yang setiap hari mengantar dan menjembut Rudy di Teluk Penyu.
Esty Kritiyani (40) nama istri Rudy. Sore itu Esty datang sekira pukul 18.00 WIB.
Dia adalah sosok setia yang mendampingi Rudy.
Teluk Penyu adalah lokasi yang paling cocok bagi dirinya setelah sebelumnya sering berpindah-pindah tempat.
Sebelumnya, Rudy pernah berjualan di Pasar Sangkal Putung. Juga pernah di ruko.
"Waktu jualan di Jalan Soedirman malah kemalingan, sehingga kehabisan modal," ujarnya.
Esty sang istri menyebut, suaminya bekerja tanpa kenal lelah dan rasa malu untuk hidupi perekonomian mereka.
Sudah 8 tahun ia berjualan di Teluk Penyu, menjajakan kebab andalannya.
Setiap hari, dari pukul 15.00-18.00 WIB, Rudy menata meja untuk berjualan kebab di Teluk Penyu, Cilacap.
Jangan bayangkan tempat berjualan Rudy seperti penjual kebab pada umumnya.
Tempat berjualan Rudy hanya berupa meja sederhana dengan tempelan Mmt bertuliskan "Landa Kebab".
Hanya dengan peralatan itu, Rudy dengan menggelar kebabnya di atas meja dan menunggu pelanggan yang datang membeli.
Beberapa kendaraan motor yang lewat di samping kadang tidak memedulikannya, kadang juga ngajak bercanda seperti melempar sapaan "hei mister!".
Namun, tidak sedikit juga yang memarkir motor di tempat Rudi berjualan untuk membeli kebab.
"Limolas," katanya kepada pelanggan yang membelinya.
Rudi mengucapkan bahasa Jawa itu dengan logat bulenya kental.
Artinya harga satu kebabnya Rp15.000.
Esty adalah sosok yang memasak kebab yang dijual Rudy.
"Saya bagian memasak saja, kalau belanja bahan, dia sendiri yang ke pasar," ceritanya kepada Tribun Banyumas.
Sejak mengalami pengalaman buruk berjualan kebab di ruko atau menggunakan gerobak. Rudy memilih berjualan kebab dengan sederhana saja.
"Sampai pernah berjualan kebab dengan keliling, punggungnya ditempeli "jual kebab" dan tangannya memegang kresek yang berisi kebab," kenang Esty.
"Dia orangnya tidak malu untuk bekerja," tambahnya.
Rudy membenarkan cerita istrinya.
Prinsip dia bekerja tidak usah malu.
Apa pun dia lakukan asal bisa bekerja.
Dan selama tinggal di Indonesia, alasan dia jualan kebab sederhana, itu makanan kesehariannya.
Esty mengisahkan, selama jualan kebab, respons dari masyatakat positif.
Tidak ada cibiran. Malah orang-orang pada beli.
Kalaupun ada cibiran, Rudy menyatakan tidak akan peduli dengan cibiran itu.
"Jangan malu, dan do your self," tegas Rudy.
Sore itu, Rudy pulang tidak membawa sisa kebab satu pun. Hari yang cerah, kebabnya ludes. Dia berkemas lebih cepat.
Pada hari-hari selanjutnya dia akan melakukan pekerjaan hang bisa menghidupi istrinya, jualan "Landa Kebab" di Teluk Penyu.
(Muhammad Yunan Setiawan)
Artikel ini telah tayang di Tribunbanyumas.com dengan judul Kisah Bule Belanda Jualan Kebab di Cilacap, Ini Jawabnya Ditanya Kenapa Pilih Tinggal di Indonesia