Find Us On Social Media :

Sebentar Lagi akan Dibangun Negara Terapung yang Tidak Jauh dari Perairan Indonesia!

By Editorial Grid, Minggu, 25 Maret 2018 | 19:00 WIB

Intisari-Online.com - Negara terapung pertama di dunia yang dirancang untuk membebaskan umat manusia dari politikus akan segera dibangun.

Negara ini diperkirakan akan muncul di Samudra Pasifik pada 2020.

Sejumlah hotel, rumah, kantor, restoran, dan banyak lagi akan dibangun dalam beberapa tahun ke depan oleh Lembaga Seasteading nirlaba.

Rencana ini bahkan akan dibiayai oleh pendiri PayPal, Peter Thiel.

Negara ini akan mengapung di perairan internasional dan beroperasi dengan hukumnya sendiri.

(Baca Juga: Jadi Lalu Lintas Perdagangan Narkoba, Negara Ini 180 Kali Dikudeta oleh Militernya Sendiri)

Dalam sebuah wawancara baru, Joe Quirk, presiden dari Seasteading Institute, mengatakan dia ingin melihat 'ribuan' kota apung pada tahun 2050.

"Pemerintah tidak menjadi lebih baik," kata Quirk kepada New York Times.

"Mereka terjebak di abad-abad sebelumnya. Itu karena insentif lahan merupakan monopoli yang sulit untuk mengendalikannya."

Proyek ini berharap untuk mengumpulkan sekitar 60 juta dollar (sekitar Rp827 miliar) pada tahun 2020 untuk membangun selusin bangunan.

Rencana telah disetujui oleh pemerintah Polinesia Prancis, yang sekarang menciptakan zona ekonomi khusus sehingga negara mengambang dapat beroperasi di bawah undang-undang perdagangannya sendiri.

(Baca Juga: Pengakuan Rob O'Neill, Anggota Navy SEAL yang Menembak Mati Osama bin Laden)

Polinesia Prancis tertarik dengan proyek ini karena daerah tersebut berisiko dari naiknya permukaan air laut.

Ini mungkin tampak seperti rencana ambisius, tetapi kelompok tersebut percaya bahwa kota semi-independen akan menjadi tempat yang tepat untuk mencoba mode baru dari metode pemerintah dan pertanian.

Quirk dan timnya kini telah memulai sebuah perusahaan baru, Blue Frontiers, yang akan membangun dan mengoperasikan pulau-pulau terapung di Polinesia Prancis.

Dia mengatakan dia terinspirasi untuk membangun sebuah kota terapung, yang dikenal sebagai pelayaran, ketika dia pergi ke festival AS Burning Man 2011.

"Jika Anda bisa memiliki kota terapung, itu pada dasarnya akan menjadi negara start-up," kata Quirk.

(Baca Juga: Bikin Merinding! Inilah 8 Foto 'Horor' yang Tanpa Sengaja Terekam di Sekitar Kita)

"Kita dapat menciptakan keragaman besar pemerintah untuk keragaman orang yang sangat besar."

The Seasteading Institute, yang didirikan bersama Peter Thiel dan ahli teori ekonomi politik, Patri Friedman, telah menghabiskan lima tahun terakhir untuk menciptakan desain 'komunitas permanen dan inovatif yang melayang di laut'.

Pada tahun 2012, segera setelah Quirk bergabung dengan Seasteading Institute, ia menulis sebuah makalah dengan Friedman berjudul: 'Seasteading: Bagaimana Negara Terapung Akan Mengembalikan Lingkungan, Memperkaya Kaum Miskin, Menyembuhkan Orang Sakit dan Membebaskan Manusia dari Politisi'.

Kesepakatannya dengan Polinesia Prancis, yang ditandatangani pada bulan Januari, menetapkan dua poin proyek harus dibuktikan sebelum mendapat 'lampu hijau':

1. Apakah itu akan menguntungkan ekonomi lokal?

2. Apakah negara terapung itu bisa terbukti ramah lingkungan?

(Baca Juga: Ketika Pilot TNI AU Terjebak di Tengah Kelompok Bersenjata yang Telah Membunuh 4 Personel Kopassus)

Bahkan jika berhasil membuktikan dua poin ini, proyek masih perlu disetujui oleh pemerintah setempat, dan mungkin Prancis, yang memegang wilayah itu.

Rancangan undang-undang akan disusun tahun depan dan konstruksi diharapkan akan dimulai pada tahun 2019.

Pulau terapung akan memiliki kehidupan binatang laut, kesehatan, fasilitas penelitian medis, dan pusat energi berkelanjutan.

(Baca Juga: Pria Ini Lakukan 90 Kali Operasi Plastik Demi Mirip Britney Spears, Begini Hasilnya!)

Laporan kelayakan mendukung gagasan bahwa proyek itu layak secara ekonomi, dengan setiap platform berharga kurang dari 15 juta dollar (sekitar Rp206 milyar).

Itu merupakan harga yang sama seperti tanah di London atau New York.

Secara keseluruhan, kota apung pertama diperkirakan menelan biaya167 juta dollar (sekitar Rp2,3 triliun). (Adrie P. Saputra)