Penulis
Intisari-Online.com – Hari ini, 22 Maret, adalah Hari Air Sedunia.
Salah satu isu yang menjadi perbincangan pada hari ini adalah bagaimana kita menjaga agar ketersediaan air bersih agar tetap terjaga yang akhir-akhir ini semakin minim?
Nah jawaban yang bisa diberikan adalah memanen air hujan.
Bagaimana caranya? Simak tulisan berikut ini.
(Baca juga:Hari Air Sedunia: Mengenali Ciri-ciri Air Bersih, Penyangga Kehidupan yang Lebih Baik)
(Baca juga:Tempelkan Kain yang Dibasahi Air Bawang di Telapak Kaki Sebelum Tidur, Manfaatnya Luar Biasa!)
Rain harvesting (dikenal sebagai metode “panen” air hujan), memang bukan metode baru.
Namun cara ini masih dianggap sebagai solusi praktis, mudah, juga murah untuk menyiasati minimnya ketersediaan air bersih.
Memang praktis, tapi kita harus tetap waspada terhadap ancaman penyakit.
Jika Anda pernah berkunjung ke daerah-daerah tertentu di Indonesia yang sumber air bersihnya terbatas, teknik memanen air hujan ini sudah menjadi pemandangan yang jamak.
Contohnya di Agats, ibukota Kabupaten Asmat, di Papua bagian selatan.
Di kota yang berdiri di atas rawa itu, penampungan-penampungan air hujan berupa tangki air (toren atau tandon) ada di setiap rumah atau bangunan.
Tandon-tandon berkapasitas ratusan liter dengan warna-warnanya yang meriah, siap menampung air hujan yang sewaktu-waktu bisa datang.
Di kota seperti Agats yang masyarakatnya 100% bergantung kepada air jatuhan langit itu, segala keperluan menyangkut air bersih menggunakan air hujan. Mulai dari MCK sampai dikonsumsi sehari-hari.
Bahkan hotel-hotel di kota ini juga ikut menampung air hujan untuk keperluan tamu-tamunya.
(Baca juga:Banyak Orang Tak Sadar, Minum Air Putih Sebelum Tidur Punya Risiko Kesehatan Berikut Ini!)
Di negara-negara tertentu seperti di Asia dan Afrika yang curah hujannya terbatas, teknik memanen air hujan ini juga sudah lazim diterapkan.
Alasannya, teknik ini sederhana, murah, dan tidak butuh keahlian khusus.
Bahkan, ada perkumpulan atau organisasi yang mengelola sumber daya air, dikenal dengan Rainwater Harvesting Association (Perkumpulan Panen Hujan) yang saat ini sudah didirikan di banyak negara.
Tak jauh dari rumah
Di Indonesia, kita bisa menemukan teknik panen air hujan lewat keberadaan “penampungan air” di berbagai wilayah pedesaan, khususnya yang belum memiliki teknologi mesin pompa air.
Bentuknya bisa berupa tong, bak, hingga kolam penampung air hujan, yang setelahnya dimanfaatkan sebagai tempat budidaya ikan air tawar.
Sistemnya sendiri cukup sederhana, yakni menyediakan wadah atau bangunan yang berfungsi untuk menampung air hujan.
Air tampungan ini, nantinya akan dikelola sedemikian rupa, untuk berbagai keperluan rumah tangga.
Biasanya, wadah atau tangkinya sendiri terletak tak jauh dari rumah, sebab air hujan yang ditampung adalah air yang berasal dari cucuran atap rumah.
Tidak sulit menerapkan konsep penampung air hujan di rumah.
(Baca juga:Tolak Ungkapan Cinta dari Seorang Gadis, Wajah Pria Ini Hancur Berantakan Akibat Siraman Air Keras)
Pada prinsipnya, cucuran air hujan dari atap akan dialirkan melalui pipa, lalu ditampung pada sebuah wadah. Nantinya, air yang terkumpul bisa dimanfaatkan sebagai salah satu suplai air bersih.
Setidaknya, ada tiga sistem utama di dalam konsep ini: area penangkap air hujan (collection area), saluran yang mengalirkan air hujan dari penangkap ke wadah atau tangki penyimpanan (conveyance), dan tangki penyimpanan (reservoir).
Ada pula komponen tambahan seperti saluran pembuangan pompa, dan area penyaring.
Empat alasan memanen air hujan
1. Meningkatnya kebutuhan air bersih yang tidak diimbangi dengan pemanfaatan air secara bijak mengakibatkan naiknya pengambilan air tanah, sehingga mengurangi cadangan air tanah.
2. Keberadaan air dari sumber air, seperti danau, sungai, dan air tanah sangat fluktuatif.
Mengumpulkan, serta menampung air hujan bisa menjadi solusi saat kualitas air permukaan (air danau atau sungai) rendah selama musim hujan.
3. Sumber air biasanya terletak jauh dari rumah atau komunitas pemakai. Mengumpulkan dan menyimpan air di dekat rumah akan meningkatkan akses terhadap sumber air.
Diharapkan juga, hal ini bisa berdampak positif pada kesehatan serta memperkuat rasa kepemilikan dan kesadaran pemakai terhadap sumber air alternatif.
4. Sumber air, seperti air sungai atau mata air rentan tercemar oleh kegiatan industri maupun limbah kegiatan manusia, seperti masuknya mineral seperti arsenik, garam, atau fluoride.
Sementara, kualitas air hujan secara umum, relatif baik. (Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006), Jannete Worm & Tim Van Hattum)
Tiga cara menjaga kualitas air
1. Tangki penyimpanan air harus tertutup dengan baik. Kita bisa menggunakan beton kualitas terbaik untuk bagian bangunan yang meliputi dinding dan dasar tangki.
Tujuannya, agar air di dalam tangki tidak bocor atau zat-zat berbahaya tidak bisa menembus dinding tangki.
2. Waktu pembersihan yang relatif lama, juga penggunaan yang besar memungkinkan pembentukan lumut pada dinding tangki yang mampu menyebabkan turunnya kualitas air.
Untuk mengurangi lumut, kita bisa melapisi dinding tangki dengan pelapis antilumut.
3. Jaga kualitas media penangkap air hujan, seperti atap dan talang air.
Hindari penggunaan atap seng, sebab akan menyebabkan terjadinya karat pada permukaan atap yang berpotensi mencemari air.
Untuk talang atau pipa, kita bisa menggunakan talang berbahan PVC atau bahan lain berkualitas baik untuk menghindari korosi jika digunakan dalam waktu lama.
(Baca juga:Pijatlah Bagian Tubuh Ini Niscaya Buang Air Besarmu akan Lancar)
(Ditulis oleh: Chatarina Komala. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Februari 2015)