Intisari-Online.com - Berada di tengah-tengah samudera, air bersih adalah salah satu persoalan utama Bermuda. Negara ini tidak punya mata air, sungai, atau danau air tawar. Meski demikian, masalah itu akhirnya bisa diatasi dengan cara memaneh air. Bagaimana caranya?
Semuanya bisa diatasi berkat desain rumah mereka. Khususnya, atap bertingkat yang masih digunakan 400 tahun sejak pertama kali diperkenalkan. Jika kita berkunjung ke sana, kita akan merasakan langsung suasana seperti di rumah, bahkan jika cuaca jauh lebih hangat dan cerah dari kawasan mana pun.
(Memanen Air Hujan, Solusi Praktis Menyiasati Ketersediaan Air Bersih)
Sebanyak 60 ribu penduduk di pulau tersebut tinggal di pondok kapur yang dicat dalam warna pastel berdesain lebih akrab ketimbang kota-kota atau desa Inggris. Tapi mengapa atap putih? Dengan tingkatan seperti tangga?
Itu memang disengaja. Desain atap rumah yang sedemikian rupa dimaksudkan untuk memanen air hujan. Atap berundak ini memperlambat hujan lebat dan membantu mengumpulkan air di selokan dan menyimpannya dalam tangki di bawah rumah.
Beruntung, sebagian curah hujan tahunan di Bermuda jauh melebihi dari Inggris dan Wales, dan tersebar cukup merata sepanjang tahun. Dengan demikian, tanki akan terisi secara teratur sampai penuh. Setiap rumah juga mandiri. Tidak ada tarif untuk menyediakan air.
Sistem ini awalnya hanya berdasarkan kebutuhan para penghuni rumah, karena kurangnya air bersih yang tersedia mengingat tidak ada aliran permanen atau danau payau. Kemudian, desain ini dijadikan peraturan pembangunan rumah, bahwa untuk setiap kaki persegi ruang atap, semua rumah harus memiliki delapan galon ruang tangki.
Desain atap ini memiliki beberapa keuntungan. Terbuat dari batu kapur, atap ini cukup berat dan tidak mudah digeser oleh badai. Di masa lalu atap ditutupi mortar kapur, yang memiliki sifat anti-bakteri. Sekarang mortar telah digantikan oleh cat. Warnanya masih putih, karena dapat memantulkan sinar ultraviolet dari matahari, yang juga membantu untuk memurnikan air.
“Kami semua tumbuh untuk mengelola sistem air kami sendiri,” kata Alan Rance, Chief Executive Officer Bermuda Waterworks.
Seorang ahli lingkungan, Stuart Hayward mengaku dibesarkan oleh orangtuanya untuk memahami bahwa orang-orang yang tidak menghemat air mungkin akan dehidrasi. Ia juga mengatakan, ia terbiasa tidak menggunakan banyak deterjen sehingga pada saat telah selesai mencuci piring, tak ada busa tersisa. Kemudian, air itu bisa digunakan untuk kebun. Di satu sisi, ketika pulau telah semakin padat penduduknya, rasio luas atap untuk penduduk telah berkurang.
Normalnya, jika kita tidak dapat membangun secara melebar, kita mungkin akan membangun ke atas untuk memberi lebih banyak ruang bagi keluarga. Tetapi, ada konsekuensi dari cara ini jika diterapkan di Bermuda. “Jika membangun ke atas dan keluarga yang tinggal lebih banyak, maka konsumsi air juga bertambah sementara jumlah luas atap sedikit,” kata Hayward.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR