Tanpa Kepala Desa, Penduduk, Bahkan Wilayah tapi Rutin Terima Dana Desa Hingga Lebih dari Rp5 Miliar, Inilah Desa 'Siluman' yang Bikin Sri Mulyani Senewen

Ade S

Penulis

Desa-desa ini tidak akan pernah ditemukan di dunia nyata, tapi Kemnterian Keuangan malah rutin mengirimkan dana hingga lebih Rp5 miliar.

Intisari-Online.com -Saat pertama kali diluncurkan, program dana desa memang dianggap sangat rentan untuk disalahgunakan atau diselewengkan.

Namun, siapa sangka jika dana desa, bahkan mencapai lebih dari Rp5 miliar, bisa mengalir begitu saja ke desa-desa yang tak jelas juntrungannya.

Bayangkan, desa-desa tersebut tak memiliki struktur desa, kepala desa, penduduk, bahkan wilayah.

Inilah desa fiktif yang bikin Kementerian Keuangan yang dipimpinSri Mulyani Indrawati berang.

Baca Juga: Pantas Sri Mulyani Sampai Geregetan dan Sampai Hentikan Aliran Dana, Pengelolaan Anggaran Pemda Tunjukkan Adanya 56 Desa Fiktif Dapat Kucuran Dana Desa

Hingga pada akhirnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani secara resmi menghentikan aliran desa ke 56 desa fiktif di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

Kebijakan ini diambil seiring dengan keluarnya hasil penyelidikan yang dilakukan olehKementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama dengan Polda setempat.

"Jadi penyaluran dana desa tahap III 2019 untuk keseluruhan 56 desa dihentikan sampai kami mendapat kejelasan status dari desa tersebut," ujar Sri Mulyani ketika memberi penjelasan kepada Komite IV DPD RI di Jakarta, Selasa (14/1/2020).

Lalu, bagaimana ceritanya desa-desa fiktif tersebut bisa masuk dalam penerima dana desa bahkan sampai bikin negara mengelurkan dana lebih dari Rp5 miliar?

Baca Juga: Tolak Mentah-mentah Dana Desa Rp2,5 Miliar, Bagaimana Kehidupan Sebenarnya dari Suku Baduy?

Keberadaan desa fiktif ini pertama kali mencuat pada pertengahan Maret 2019 lalu, Tim Satuan Tugas (Satgas) Dana Desa yang dibentuk Kementerian Desa (Kemendes) menemukan tiga desa fiktif di Kabupaten Konawe.

Tiga desa itu disebut menerima dana desa senilai Rp 5 miliar lebih.

Padahal desa itu tidak memiliki wilayah, penduduk, kepala desa, serta struktur organisasi desa lainnya.

Berdasarkan bukti dokumen penyaluran dana desa pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Konawe, tiga desa tersebut adalah penerima dana desa sejak tahun 2015.

Ketiga desa tersebut yaitu Desa Ulu Meraka Kecamatan Lambuya, serta Desa Uepai dan Desa Morehe di Kecamatan Uepai.

Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) kemudian melakukan penyelidikan terkait keberadaan desa fiktif tersebut.

Dari 56 desa yang dilaporkan fiktif, penyidik penyidik melakukan pengecekkan kegiatan fisik di 23 desa yang tidak terdata di Kemendagri maupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra. Dan ditemukan 2 desa yang sama sekali tidak memiliki warga.

Kepala Subdit Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Humas Polda Sultra, Kompol Dolfi Kumaseh menjelaskan dugaan kasus tindak pidana korupsi muncul karena adanya pembentukan desa yang tidak sesui prosedur dengan menggunakan dokumen yang tidak sah.

Baca Juga: 10.000 Mobil Desa Buatan Indonesia Ini Diborong oleh Orang Terkaya Afrika, Apa Kelebihannya?

Ada kesamaan nama

Salah satu desa yang disebut fiktif adalah Desa Uepai yang berada di Kecamatan Uepao.

Wakil Bupati Konawe Gusli Topan Sabara mengatakan Desa Uepai tercantum karena faktor human error.

Ada kesamaan nama antara Desa Uepai dan Kelurahan Uepai.

"Kenapa bisa? Karena nama Kelurahan Uepai sama dengan nama Desa Uepai, sementara kelurahan tidak bisa terima dana desa," ujar dia.

Uepai adalah nama sebuah desa dan pada tahun 2003 berubah menjadi kelurahan. Saat ini Uepai menjadi nama kecamatan.

Hal tersebut juga dijelaskan Budusila, Kepala Desa Tangkondimpo.

Ia mengatakan desa yang ia pimpin sebelumnya bernama Desa Uepai dan mengalami pemekaran sehingga berganti nama Desa Tangkondimpo.

Baca Juga: Viral Kisah Seorang Pria Dapat Basmi Nyamuk dari Jarak 6 Kilometer dengan Kentutnya hingga Selamatkan Desanya dari Malaria, Benarkah?

"Yang saya tahu sebelumnya ini Desa Uepai karena Uepai sudah berubah menjadi kelurahan, lalu mengalami pemekaran dan Tangkondimpo menjadi satu desa," Budusila menambahkan.

Sementara Desa Morehe di Kecamatan Uepai tidak diberi dana desa karena terdaftar di wilayah Kabupaten Kolaka Timur setelah ada pemekaran wilayah.

"Desa Morehe juga disebabkan pemekaran Kolaka Timur sehingga wilayah administrasi Kabupaten Konawe masuk ke dalam koordinat Koltim sehingga kami akan sanggah nanti di kementerian," ujar Gusli.

Wilayah Desa Morehe juga tidak jelas karena berada di wilayah kawasna hutan lindung setempat.

Warga Desa Morehe pada umumnya hidup berpindah-pindah. Mereka sebagian juga berkebun dan tinggal di desa lain.

Desa tersebut bestatus sengketa dan menjadi perebutan antara Kabupaten Konawe dan Kabupaten Kolaka Timur pada tahun 2014.

Sementara desa terakhir yang disebut sebagai fiktif adalah Desa Ulu Meraka di Kecamatan Lambuya.

Namaun nama desa tersebut kini terdaftar di Kecamatan Onembute bukan lagi di Lambuya. Hal tersebut terjadi setelah ada pemekaran wilayah.

“Dulu masih bergabung kecamatan di Kecamatan Induk Lambuya, Puriala, dan Onembute. Memang masih ada Desa Ulu Meraka, tapi ketika mekar ini dua kecamatan, Puriala dan Onembute. Desa Ulu Meraka sudah ada di Onembute," ujar Camat Lambuya Jasmin.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Duduk Perkara 3 Desa Fiktif di Konawe, Kesamaan Nama dan Pemekaran Wilayah".

Artikel Terkait