Penulis
Intisari-online.com -Dilansir dari CNN, keputusan Donald Trump untuk melancarkan serangan kepada Iran dan membunuh Qasem Soleimani rupanya merupakan tindakan atas dorongan salah satu orang terdekatnya.
Namun siapa orang yang tega merencanakan tindakan tersebut dan membuat ketegangan kedua negara meningkat?
Orang tersebut juga merupakan orang yang memberikan peringatan jika Soleimani adalah 'pria jahat'.
Bahkan, dalang tersebut telah merencanakan pembunuhan Soleimani selama 1 dekade penuh.
Adalah Mike Pompeo,Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan Donald Trump, yang menyetir Donald Trump untuk melaksanakan serangan kepada Iran.
Tujuannya rupanya adalah untuk menyingkirkan Jenderal Soleimani 'dari medan perang'.
Rupanya, Pompeo meyakini jika semua akar permasalahan Timur Tengah adalah Iran, dan ia terfokus kepada Soleimani, pemimpin bayangan Iran, perancang sponsor terorisme yang dilakukan Iran di seluruh wilayah Timur Tengah.
Dilansir dari CNN, Pompeo menyatakan, "kami mengambil orang jahat dari medan perang, kami membuat keputusan yang benar."
Baca Juga: Jangan Abaikan, Wanita Perlu Menjaga Area Kewanitaan Wangi, Begini Caranya!
Hal itu ia ucapkan pada 5/1/2020, bersamaan dengannya memberitakan kepada ABC News jika pembunuhan Soleimani adalah hal penting "karena orang ini adalah lem, yang merancang semua plot melawan Amerika, menyebabkan hidup Amerika dalam risiko besar."
Motif Pompeo menyingkirkan Soleimani bukanlah motif pribadi karena menurutnya dia seorang teroris dan perancang kekacauan.
Ia telah lama merencanakan pembunuhan Soleimani, sampai ia berusaha membuat visa di tahun 2016 untuk masa tinggal di Iran saat ia masih seorang anggota kongres di Kansas.
Saat itu, ia mengaku ia hendak ke sana untuk memonitor pemilihan umum, tetapi ia juga mengatakan tidak langsung jika ia ingin mengkonfrontasi Soleimani saat ia di sana.
Ia tidak mendapatkan visanya sama sekali.
Pompeo juga yakin jika Soleimani adalah pembunuh banyak tentara Amerika yang telah berperang dengan Pompeo di Timur Tengah saat ia menjalankan tugas militernya.
Pasalnya, Amerika percaya jika saat Perang Irak, Soleimani menyediakan pasukan Irak dengan bom spesial yang mampu menembakkan senjata.
Iran menyangkal klaim tersebut, tetapi Pentagon mengatakan Soleimani dan pasukannya "bertanggung jawab pada terbunuhnya ratusan Amerika dan anggota koalisi militer dan termasuk yang terluka."
Belakangan ini, Soleimani juga terlihat sebagai arsitek operasi militer Iran di Irak dan Suriah.
Salah satu sumber mengatakan, Pompeo pernah mengatakan pada temannya jika, "aku tidak akan pensiun dari tugas militer sampai Soleimani gugur di medan perang."
Pompeo telah mendapat julukan "pembisik Trump" untuk hubungannya dengan Donald Trump, kemampuan Pompeo untuk 'menjual' strategi agresif terhadap Iran kepada Trump, sampai menyebabkan Presiden berani memunculkan konflik, adalah cara persuasif yang tidak terkira.
Pompeo juga baru-baru ini menyatakan ia tidak akan bertanding pada pilihan Senat Kansas, sehingga mantan pimpinan CIA ini akan melanjutkan hubungannya di dekat Presiden Donald Trump.
Saat ini, ia adalah yang utamanya memimpin kabinet, dan ia sangat berpengaruh, layaknya menteri luar negeri, sekretaris pertahanan negara dan pimpinan CIA menjadi 1.
Meski begitu masih banyak anggota administrasi negara yang tidak setuju dengannya, dan menguatnya pengaruh Pompeo menyebabkan kekhawatiran di beberapa pihak keamanan nasional dari partai Republik.
Briefing yang dilakukan oleh Pompeo dan Mark Esper, Menteri Pertahanan Negara, dikritik habis-habisan oleh Senator Utah Mike Lee dan menyebutnya "briefing terburuk yang aku pernah lakukan dalam urusan militer selama 9 tahun"
Lee mengatakan sugesti Pompeo bahwa Kongres tidak perlu berdebat mengenai aksi militer terhadap Iran sangatlah "tidak bergaya Amerika" dan tidak dapat diterima.
Kritik terus berdatangan saat anggota konggres Demokrat Gerry Connolly dari Virginia menyebut briefing tersebut "kekanak-kanakan"
Kandidat senat asal Demokrat Elizabeth Warren mengatakan dia tidak teryakinkan mengenai ancaman oleh Soleimani yang disampaikan saat briefing, untuk melegalkan aksi pembunuhannya.
Semenjak menjadi diplomat unggulan Amerika, Pompeo telah menjadi orang utama yang mengkampanyekan tekanan maksimal kepada Teheran.
Bulan April 2019, Pompeo adalah kekuatan utama saat pihak administrasi Trump menunjuk Pasukan Polisi Revolusioner Iran, termasuk Pasukan Quds, sebagai organisasi teroris internasional.
Itu adalah kali pertama Amerika menunjuk bagian pemerintahan negara lain sebagai organisasi teroris dan mendasarkan legalisasi pembunuhannya berdasarkan asumsi tersebut.
Juni 2019, setelah Iran menembak drone Amerika, Pompeo kecewa dia gagal meyakinkan Trump untuk mengambil aksi agresif menyerang Iran dan Soleimani karena Trump membatalkan serangan balasan.
Namun di tanggal 27/12/2019, Pompeo berhasil meyakinkan Trump untuk menyerang Iran.