Penulis
Intisari-Online.com -Nama Reynhard Sinaga menjadi kini seolah identik dengan seorang predator seksual mengerikan di tanah Inggris.
Dirinya terbukti terlibat dalam 159 kasus perkosaan dan serangan seksual terhadap 48 pria.
Di antara 159 kasus tersebut terdapat 136 perkosaan, di mana sejumlah korban diperkosa berkali-kali.
Reynhard pun pada akhirnya dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Manchester, Inggris.
Sebenarnya, sebelum nama Reynhard Sinaga mencuat, Indonesia pernah memiliki beberapa nama predator seksual mengerikan.
Salah satu di antaranya bahkan bisa dibilang lebih mengerikan dariReynhard Sinaga.
Sebab pelaku menyodomi anak-anak jalanan tak bersalah, yang kemudian membunuhnya.
Kekejiannya tak berhenti sampai di situ, sebab para korban diberi tanda mengerikan pada bagian perutnya.
Sosok yang dimaksud adalah Ciswanto (42) alias Robot Gedek.
Perjalanan penuh kejutan dari predator seksual ini sendiri sebenarnya telah berakhir dengan kematiannya dua tahun lalu.
Seperti kehidupannya yang penuh kejutan, kematiannya pun berlangsung mengejutkan. Setelah sakit dua hari, dia menghadap-Nya.
Dikabarkan, Robot Gedek sakit setelah mendengar kabar dari teman satu selnya, waktu eksekusi sudah dekat membuat terpidana mati kasus sodomi itu mendadak napasnya terasa sesak.
Beberapa teman sekamar, menurut seorang sipir yang bertugas di LP Batu, Nusakambangan, mencoba mengobati dengan mengurut kakinya. Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil. Sesak napasnya makin berat.
"Teman sekamarnya lalu memberitahukan kepada petugas yang berjaga dan kemudian melarikannya ke rumah sakit," ujar petugas tadi.
Sejak Sabtu (24/3/2007), terpidana yang menyodomi sejumlah anak gelandangan dan kemudian membunuhnya itu resmi mendapat perawatan di RSUD Cilacap.
Ia dirawat di Ruang Dahlia dengan penjagaan ketat. Selama sakit, yang bersangkutan terus mendapat pengobatan dan pengawasan dari tim dokter.
Namun, pada Senin (26/3/2007) pertolongan dari tim dokter di rumah sakit tersebut tak bisa membuat umur Robot Gedek bertambah panjang. Pria yang dulu banyak menghabiskan hidup di rumah kumuhnya di jalanan Jakarta itu semakin sulit bernapas. Robot Gedek akhirnya menemui ajal.
"Dia memang sering mengeluh sakit pada dada sebelah kiri. Tapi, tidak benar kalau dia stres memikirkan akan dieksekusi mati," ujar Kepala LP Batu Sudijanto ketika itu.
Sudijanto mengungkapkan, Robot Gedek memang divonis mati oleh PN Jakpus. Namun, sampai menjelang kematian Robot Gedek, pihaknya belum menerima pemberitahuan rencana eksekusinya.
Kabar yang beredar—yang menyebutkan terpidana sakit lantaran memikirkan rencana eksekusi—dinilainya tidak benar.
"Dia memang mau dieksekusi mati karena vonisnya memang itu. Tapi, kapan akan dilaksanakan, pihak kejaksaan selaku eksekutor belum pernah menghubungi kami," ungkap Sudijanto. Yang jelas, proses persiapan eksekusi itu memerlukan waktu lama.
Sudijanto mengungkapkan, dalam beberapa tahun terakhir yang bersangkutan memang sering sakit-sakitan. Keluhannya hanya pada bagian dada sebelah kiri.
Puncaknya pada Sabtu (24/3/2007), ia mendapat kabar bahwa terpidana mati itu sakit pada bagian dada kiri. Karena sakitnya perlu mendapat perawatan khusus, dokter LP yang memeriksa kemudian meminta agar Robot dirujuk ke RSUD Cilacap.
Akan tetapi, Senin siang sekitar pukul 13.00 jiwanya tidak tertolong. Berita kematian Robot Gedek segera disampaikan kepada keluarganya di Pekalongan, Jateng.
Hanya berselang dua jam dari kematian, jenazah Robot Gedek langsung dibawa ke Pekalongan untuk dimakamkan. Selama di Nusakambangan, Robot Gedek pernah mendekam di LP Permisan dan LP Batu. Dia menjadi penghuni LP Batu belum genap enam bulan.
Semula, Robot Gedek bukanlah siapa-siapa. Tak lebih, dia hanya manusia terpinggirkan yang terdampar di riuh rendahnya Jakarta. Tiba-tiba dia menjadi berita besar pada sekitar 1997. Ketika itu ia berurusan dengan polisi lantaran menjadi terdakwa sodomi pada sejumlah anak jalanan.
Para korban tersebut selain disodomi juga dibunuh. Dalam melakukan aksinya, tersangka selalu meninggalkan bukti kejahatan dengan menyilet perut korban.
Dalam sesi penuntutan di persidangan yang digelar PN Jakpus, Robot Gedek menyatakan, ketika membunuh bocah-bocah itu dia tidak sadar dan seolah-olah berada dalam bayang-bayang.
"Dalam bayangan saya, yang saya bunuh itu adalah ayam," ungkap dia waktu itu.
Dalam persidangan itu, dia memang dituntut hukuman mati. Begitu mendengar tuntutan itu, Robot Gedek pun langsung menyatakan dirinya tidak mau dihukum mati.
"Saya takut mati," ungkap dia.
Namun, pengadilan berkehendak lain. Dalam persidangan yang berlangsung 21 Mei 1997, PN Jakpus menjatuhkan vonis mati.
Hakim yang menyidangkan kasus tersebut menyatakan bahwa Robot Gedek terbukti melakukan sodomi dan pembunuhan berencana terhadap enam anak usia belasan tahun. Mereka kebanyakan gelandangan dan anak jalanan.
Perbuatan sadis itu dilakukan pelaku mulai tahun 1994 hingga 1996.
Mantan pengumpul barang bekas itu sempat mendekam di LP Cipinang, Jakarta, tetapi kemudian dipindahkan ke LP Nusakambangan
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengaduk Cerita tentang Robot Gedek".