Find Us On Social Media :

Meski Ujian Nasional Dihapus Faktanya Menentukan Kelulusan Semakin Sulit, Murid akan Susah Lulus Jika Langgar Hal Ini

By Afif Khoirul M, Senin, 16 Desember 2019 | 14:33 WIB

Ujian Nasional

Intisari-online.com - Baru-baru ini Mendikbud Nadiem Makarim menandatangani Permendikbud Nomor 43 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional.

Nadiem Makarim menandatangani peraturan menteri tersebut pada 10 Desember 2019.

Dilansir Kompas.com, melalui Permendikbud Nomor 43 tahun 2019, Nadiem menjadikan perilaku dan sikap menjadi salah satu syarat kelulusan bagi siswa di kelas akhir jenjang pendidikan.

Syarat kelulusan Salah menjadi poin penting dalam Permendikbud tersebut adalah syarat kelulusan siswa jenjang akhir yang dituangkan dalam Bagian Keempat pasal enam.

Baca Juga: Ngeri! Pria Ini 'Merampok' 750 Kuburan dan Simpan 29 Mayat Anak-anak di Rumahnya, Sang Ibu Syok Mengetahui Kenyataan Itu, Tapi Polisi Kaget Setelah Mendengar Pengakuannya

Peraturan tersebut dalam pasal enam butir kedua dinyatakan peserta didik atau siswa dinyatakan lulus dari sekolah atau satuan pendidikan apabila memperoleh nilai sikap atau perilaku minimal baik.

Adapun 3 syarat kelulusan yang ditetapkan dalam Permendikbud itu meliputi:

1. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran;

2. Memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik;

3. Mengikuti Ujian yang diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan.

Baca Juga: Perampok Ini Dibuat Trenyuh dan Kembalikan Hasil Rampokannya, Setelah Mengetahui Hal Ini Pada Korbannya, Padahal Korban Sudah Pasrah

Dalam pasal yang sama di ayat kedua disampaikan kelulusan peserta didik ditetapkan oleh satuan/program pendidikan atau sekolah bersangkutan.

Perilaku atau karakter menjadi indikator penting dalam penilaian karena dibagian awal Permendikbud ditegaskan bahwa tujuan sistem pendidikan harus mendorong tumbuhnya praktik belajar-mengajar yang menumbuhkan daya nalar dan karakter peserta didik secara utuh.

Bentuk USBN

Ada beberapa hal penting lain terkait UN dan USBN yang diatur melalui Permendikbud ini, di antaranya bentuk USBN;

1. Bentuk Ujian yang diselenggarakan oleh sekolah dapat berupa portofolio; penugasan; tes tertulis; dan/atau bentuk kegiatan lain yang ditetapkan Satuan Pendidikan sesuai dengan kompetensi yang diukur berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.

2. Bentuk Ujian yang diselenggarakan oleh sekolah di atas dilaksanakan pada semester ganjil dan/atau semester genap pada akhir jenjang dengan mempertimbangkan capaian standar kompetensi lulusan.

Baca Juga: Video Detik-detik Terakhir Godfrey Gao Sebelum Meninggal Karena Serangan Jantung Viral, Begini Tips Pertolongan Pertama Saat Terjadi Serangan Jantung

Pelaksanaan UN

1. Pelaksanaan UN diutamakan melalui ujian nasional berbasis komputer ( UNBK). Dalam hal UNBK tidak dapat dilaksanakan, maka UN dilaksanakan berbasis kertas dan pensil (UNKP).

2. UN merupakan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah Pusat yang bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu.

3. UN untuk peserta didik atau siswa pada sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan termasuk ujian kompetensi keahlian.

4. Peserta didik pada akhir jenjang sekolah menengah pertama luar biasa (SMP-LB) dan sekolah menengah atas luar biasa (SMA-LB) tidak wajib mengikuti UN.

5. Biaya penyelenggaraan dan pelaksanaan UN menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan sekolah. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau Satuan Pendidikan tidak diperkenankan memungut biaya pelaksanaan UN dari peserta didik, orang tua/wali, dan/atau pihak yang membiayai peserta didik.

Salinan Permendikbud Nomor 43 tahun 2019 bisa diunduh di sini.

Baca Juga: Toni-Ann Singh Dinobatkan Jadi Miss World 2019, Dengan Ini, Kelima Titel Kontes Kecantikan Terbesar Dunia Diklaim Oleh Wanita Kulit Hitam

Asesmen Kompetensi Pengganti Ujian Nasional

Sementara itu Mendikbud Nadiem Makarim menjelaskan asesmen kompetensi pengganti Ujian Nasional (UN).

Hal itu diungkapkan Nadiem dalam rapat bersama Komisi X DPR RI, Kamis (12/12/2019), dilansir Youtube Kompas TV.

Nadiem menjelaskan asesmen kompetensi merupakan daya analisa dari suatu konteks informasi.

"Murid harus melakukan analisa berdasar informasi itu," ucapnya.

Nadiem kemudian menjelaskan dua topik dalam asesmen kompetensi, literasi dan numerasi.

"Literasi, yaitu bukan kemampuan membaca, namun kemampuan memahami konsep bacaan."

"Yang kedua adalah numerasi, yaitu bukan kemampuan menghitung, tapi kemampuan mengaplikasikan konsep hitung berhitung dalam suatu konteks yang abstrak atau yang nyata," jelas Nadiem.

Nadiem menyebut asesmen kompetensi sulit diajarkan di bimbingan belajar (bimbel).

Baca Juga: Video Detik-detik Terakhir Godfrey Gao Sebelum Meninggal Karena Serangan Jantung Viral, Begini Tips Pertolongan Pertama Saat Terjadi Serangan Jantung

"Konten dari asesmen kompetensi sangat sulit 'dibimbelkan'," ujar Nadiem

Bak pengajar, Nadiem menekankan paparannya kepada anggota DPR.

"Ngerti perbedaannya ya bapak ibu? Ini merupakan suatu kompetensi fundamental," ujar pendiri Gojek tersebut.

Nadiem mengungkapkan literasi dan numerasi merupakan kompetensi dasar untuk mempelajari banyak hal.

"Karena ini merupakan dua area fundamental dimana semua mata pelajaran itu hanya bisa mencapai pembelajaran yang riil kalau dia bisa memahami logikanya literasi dan numerasi."

"Jadi ini merupakan kompetensi inti untuk bisa belajar apapun," ungkapnya.

Sementara itu Nadiem juga menjelaskan keputusan diambil Kemendikbud memiliki dasar.

"Mohon diyakinkan Kemendikbud tidak akan membuat keputusan seperti ini tanpa ada basis dan standarnya."

"Kita telah menarik inspirasi dari berbagai macam asesmen dari seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia," ujarnya.

Baca Juga: Berani, Saudara Pablo Escobar Sebut Produk Apple Murahan Dan Merupakan Penipuan, Kini Luncurkan Smartphone Baru Untuk 'Mengalahkan' Apple Dengan Iklan Sangat Provokatif, Seperti Apa?

Didukung KPAI

Sementara itu kebijakan penghapusan UN juga mendapat dukungan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

KPAI menilai UN sudah menjadi momok bagi para siswa di Indonesia.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti, menyambut baik rencana pemerintah tersebut pun disambut baik KPAI.

"UN sudah jadi momok, hapus saja!" ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (11/12/2019), dilansir Kompas.com.

Retno menyebut dampak penghapusan UN akan berpengaruh pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang di sebagian daerah masih menggunakan nilai UN sebagai tolok ukur.

Dikatakannya, masih banyak daerah yang menerapkan PPDB berpatokan pada nilai UN, seperti Provinsi DKI Jakarta.

"Kebijakan penghapusan UN dan tetap mempertahankan evaluasi tapi tidak di kelas ujung patut diapresiasi, tetapi akan lebih baik jika sampling," kata dia.

Guru Jadi Kunci

Lebih lanjut, Retno menyebut penghapusan UN akan sulit diterapkan jika cara mengajar guru di Indonesia tidak berubah.

Retno mengungkapkan dalam 25 tahun terakhir, guru masih mengedepankan metode menghafal dari pada budaya nalar dan budaya baca.

Guru yang tidak punya budaya membaca tidak akan bisa diandalkan sebagai ujung tombak perubahan.

"Guru berkualitas, siswanya juga berkualitas. Kalau para guru dan siswa berkualitas, maka sekolah pasti berkualitas. Jadi kuncinya di guru," kata dia.

Tanggapan Ikatan Guru Indonesia

Kebijakan penghapusan UN oleh Nadiem Makarim mendapat tanggapan dari sejumlah pihak.

Ikatan Guru Indonesia (IGI) menilai UN selama ini lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya.

Meski sudah dipastikan UN dengan sistem yang sudah berjalan ini tidak akan lagi digunakan pada 2021, hal itu disesalkan IGI.

Pasalnya, IGI menilai hendaknya sudah mulai dihapus sejak tahun 2020.

Hal itu diungkapkan Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI), M Ramli Rahim, dilansir Tribun Timur.

“Penghapusan Ujian Nasional mulai tahun 2021 sesungguhnya sudah sangat terlambat. Ujian nasional sudah seharusnya dihapuskan mulai tahun 2020 ini."

"Mengapa? Karena Ujian Nasional selama ini lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya bahkan kita tidak menemukan manfaat sama sekali dari Ujian Nasional,” jelas Ramli Rahim.

Ramli Rahim menyebut, adanya UN mengakibatkan siswa dan para guru berfokus pada menghadapi UN dibanding pada melatih kemampuan siswa.

Ramli Rahim mengungkapkan sistem UN selama ini mengakibatkan anggapan UN jauh lebih penting daripada bakat, kemampuan nalar, kemampuan sosial dan kepribadian, serta kemampuan dasar siswa.

“Ujian nasional selama ini hanya menghidupkan bimbingan bimbingan belajar dan dengan demikian tes di sekolah-sekolah. Bimbingan-bimbingan ini tentu saja bukan melatih siswa agar memiliki kemampuan nalar yang baik, bukan pula melatih siswa memiliki kemampuan analisa yang tinggi,” jelas Ramli Rahim.

Anggaran Begitu Besar

Lebih lanjut, Ramli Rahim menilai UN membutuhkan anggaran yang sangat besar.

Meskipun, UN tak lagi menggunakan kertas dalam penyelenggaraannya.

Ramli Rahim menyebut tahun 2019 Kemendikbud masih menganggarkan Rp 210 miliar untuk UN.

"Andai saja Rp 210 miliar ini digunakan untuk pengangkatan guru, pemerintah akan mampu mengangkat 3.500 guru dengan pendapatan rata-rata Rp 5 juta per bulan," ungkap Ramli Rahim.

Selain anggaran dari pemerintah, Ramli Rahim menilai banyak anggaran yang harus dikeluarkan pihak peserta didik untuk menghadapi UN.

"Bisa dibayangkan, berapa banyak uang yang dikeluarkan oleh orangtua siswa untuk mempersiapkan anaknya menghadapi Ujian Nasional yang tidak banyak berguna itu,” kata Ramli Rahim.

Diketahui, Mendikbud Nadiem Makarim menegaskan UN 2020 tetap dilaksanakan seperti tahun-tahun sebelumnya.

Mengutip Kompas.com, dari segi mekanisme, UN 2020 tidak mengalami perubahan.

UN 2020 menjadi UN terakhir dengan sistem yang sudah berlaku.

Pada 2021, UN akan diganti dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.

(Tribunnews.com/Wahyu Gilang Putranto) (Tribun-Timur.com/As Kambie) (Kompas.com/Yohanes Enggar Harususilo/Deti Mega Purnamasari/Ihsanuddin)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Siswa Berperilaku Buruk Bisa Tidak Lulus Sekolah, Berikut Isi Permendikbud Nomor 43 tahun 2019