Penulis
Intisari-Online.com – Menelusuri jalan-jalan di sekitar Borobudur, kita akan melintasi beberapa bangunan serupa rumah Joglo terbuat dari kayu yang berjajaran.
Sekilas, pemandangan itu tampak biasa-biasa saja, karena kita pikir mungkin itu adalah penginapan atau restoran yang belakangan tambah banyak berjamuran di kawasan tersebut. Sedikit yang kita tahu, bangunan apik itu adalah Balai Ekonomi Desa atau seringkali disingkat Balkondes.
Balkondes sesungguhnya adalah sebuah program buatan BUMN dalam bentuk kemitraan dan CSR, yang memberikan ruang bagi Pemerintah Desa untuk mengembangkan potensi ekonomi di desa.
BUMN yang menjadi pihak pendamping program ini adalah PT Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan Dan Ratu Boko, PT Indonesia Tourism Development Corporation / ITDC (persero), dan PT Patra Jasa.
Sementara, untuk BUMN yang mendukung pembangunan Balkondes, tercatat ada sekitar 14 BUMN, antara lain Telkom, Jasa Marga, Angkasa Pura, BTN, Pertamina, hingga PLN.
Program ini sudah berjalan sejak 2016, dengan pilot project Balkondes Borobudur di Dusun Ngaran 2. Kini, sudah ada sekitar 22 Balkondes yang tersebar di kawasan Borobudur. Tiap Balkondes memiliki keistimewaan dan keunikan masing-masing yang bisa mereka tawarkan untuk para wisatawan.
Ketika tempo hari Intisari berkunjung ke Balkondes Majaksingi Desa Singkober, kami diajak untuk menikmati sajian makan siang khas Jawa, lengkap dengan ikan bakar dan sambal terasi.
Kemudian, masih berkaitan dengan narasi Borobudur, Balkondes Majaksingi menawarkan fasilitas pijit, persis seperti relief Ratu Maya (ibunda Sidhartha Gautama) di Candi Borobudur yang digambarkan sedang dipijit oleh para dayang-dayang di istana.
Ibu Mundaya dan Ibu Muntowiyah dari Wanurejo yang ikut serta sebagai pemijat di Majaksingi mengakui bahwa program yang diadakan Balkondes membantu mereka secara perekonomian.
Meskipun sehari-hari mereka juga bekerja, tetapi program dari Balkondes ini menambah penghasilan mereka. Di luar itu, mereka senang hati karena mendapat pengalaman baru.
Lain halnya dengan Balkondes Giritengah yang didukung oleh Jasa Raharja. Giritengah yang disebut sebagai Balkondes tertinggi karena letaknya di perbukitan ini, memiliki keunikan dalam banyak hal.
Tidak hanya menikmati udara dan pemandangan hijau yang asri, di Balkondes Giritengah, kita dapat belajar kesenian tradisional khas setempat, mulai dari seni memahat topeng kayu, kerajinan anyam bambu, belajar memainkan gamelan, tari topeng, hingga memanen madu.
“Sejarah Giritengah ini sebetulnya adalah saksi peperangan Pangeran Diponegoro dulu. Jadi, banyak petilasan dari ujung ke ujung, dan semua ada ceritanya. Nah, karena dulu Giritengah adalah petilasan perang Pangeran Diponegoro, jadi ada beberapa kebudayaan dan kesenian Jawa yang ditinggalkan, seperti jatilan, pahat kayu menjadi topeng, anyam bambu, batik tulis, dan gamelan. Semua bisa dipelajari di Balkondes ini,” tutur Cahyo Sipiani, salah satu orang yang merawat Balkondes Giritengah.
Tiap Balkondes memang memiliki keunikan dan perbedaan yang mencolok dari segi apa yang ditawarkan dan ditonjolkan. Hanya saja, ada salah satu kesamaan di antara semua Balkondes yang tidak banyak wisatawan tahu.
Bahwa semua Balkondes di sekitar Borobudur ini terbuka untuk siapa saja, baik wisatawan lokal ataupun mancanegara, yang ingin merasakan pengalaman menginap di desa-desa sekitar Borobudur. Tiap kamar mengingatkan kita pada vila di Ubud yang nyaman.
Bahkan, proses booking penginapan di Balkondes ini sudah bisa dilakukan via OTA (online travel agency). Harga berkisar Rp300 ribuan-Rp500 ribuan, tergantung Balkondes.
Baca Juga: Ternyata Seperti Inilah Kondisi Borobudur saat Pertama Kali Ditemukan, Menyedihkan
Diharapkan, nantinya Balkondes-Balkondes di sekitar Borobudur dapat menjadi faktor penting yang membuat wisatawan tinggal di kawasan Borobudur. Tidak hanya sekadar mampir ke candi lalu kemudian kembali ke Jogja.
Dan pada akhirnya nanti, Balkondes bisa membantu desa meningkatkan kesejahteraan hidup dan perbaikan ekonomi untuk masyarakat.
(Astri Apriyani)
Baca Juga: Jam Raksasa Candi Borobudur Ungkap Bahwa Matahari Tak Selalu Terbit di Timur, Ini Penjelasannya