Penulis
Intisari-Online.com – Jutaan mahasiswa melakukan unjuk rasa serentak untuk memprotes atas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dan UU KPK oleh DPR dan Pemerintah.
Aksi unjuk rasa ini sudah dilakukan sejak Senin (23/9/2019) hingga hari ini Kamis (26/9/2019) di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Namun di luar dari aksi mahasiswa tersebut, ada hal menarik dan membuat orang lain tertawa.
Hal tersebut adalah foto-foto dari poster dan spanduk yang dibawa oleh beberapa mahasiswa dalam aksi demo.
Di media sosial Twitter dan Instagram, foto-foto dari poster dan spanduk tersebut menjadi viral.
Di mana tulisan dari poster dan spanduk bernada humor dan sarat sindiran saat aksi demo mahasiswa di Gedung DPR sejak Senin (23/9/2019) hingga Rabu (25/9/2019).
Para mahasiswa yang ikut aksi tersebut terlihat membawa poster dengan tulisan bernada sarkastis untuk mengkritik kebijakan pemerintah saat ini.
Kalimat yang dicantumkan dalam poster-poster itu di antaranya, "Cukup cintaku yang kandas, KPK jangan", "Hutan yang kebakaran, KPK yang dipadamkan", "DPR jangan minta dicubit", dan lain-lain.
Sosiolog dari Universitas Airlangga, Novri Susan, menilai, cara yang digunakan untuk menyuarakan aspirasi ini adalah wujud dari bentuk humor politik yang digunakan untuk menilai pengorganisasian kekuasaan formal negara.
"Gerakan protes mahasiswa saat ini banyak menggunakan humor politik untuk mengoreksi beberapa persoalan terkait kebijakan yang dianggap distortif dalam konsep demokrasi,"ujar dia, saat dihubungiKompas.com, Rabu (25/9/2019).
Novri mengatakan, ada dua hal penting terkait tujuan penggunaan humor politik oleh kalangan milenial.
Pertama, membangun jaringan sosial dan solidaritas di antara kalangan sendiri karena bahasa paling dekat di era ini adalah penggunaan konsep humor.
Kedua, memberi tekanan terhadap elite-elite politik sebagai identitas milenial yang lebih inklusif dan mencoba jauh dari bahasa kekerasan.
"Pada era 1998 misalnya, seni perlawanan para mahasiswa menggunakan bahasa yang tajam dan keras.”
“Sangat berbeda dengan karakter para mahasiswa era milenial," tambah dia.
Ia menilai, cara yang digunakan para mahasiswa dalam aksi tersebut merupakan pertanda adanya kesadaran tentang politik nir-kekerasan.
"Ini adalah satu kesadaran penting agar demokrasi tetap berjalan secara baik dan konstruktif," kata Novri.
Ia juga menilai, poster atau spanduk dengan tulisan sarkastik tersebut bisa menjadi gerakan awal untuk membentuk jaringan dan menekan struktur kekuasaan negara.
Namun, hal tersebut bisa berubah menjadi perlawanan keras politik, yaitu penggunaan bahasa-bahasa yang lebih tajam jika tidak ada perubahan kebijakan sesuai aspirasi publik.
"Jadi, menurut saya, DPR dan Presiden segera memberi respons progresif dari tuntutan para mahasiswa. Sebelum berubah dari humor politik menjadi kekerasan politik," kata dia. (Ariska Puspita Anggraini)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Memaknai Poster Saat Demo Mahasiswa yang Bikin Senyum, Cermin Politik Nir-kekerasan")
Baca Juga: Sempat Viral, Obyek Wisata Negeri di Atas Awan Gunung Luhur Ditutup Sementara, Ini Alasannya