Penulis
Intisari-Online.com - Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden ketiga RI, meninggal dunia di Paviliun Kartika, RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2019), akibat penyakit yang dideritanya.
Pria kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936, itu meninggal setelah menjalani perawatan intensif di rumah sakit sejak 1 September 2019.
Semasa hidupnya, Habibie diketahui beberapa kali menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Selain menjadi pejabat negara, dia juga berhasil memperoleh berbagai penghargaan internasional karena pengakuan terhadap keahliannya yang mumpuni di bidang teknologi kedirgantaraan.
Ilmuwan dirgantara
Salah satu kiprahnya di Indonesia yaitu mengembangkan industri dirgantara lewat Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN).
Kini IPTN dikenal dengan nama PT Dirgantara Indonesia (PT DI).
Melalui perusahaan itu pula, Habibie mampu menghasilkan banyak insinyur dalam industri penerbangan.
Ada sejumlah insinyur yang pernah bekerja di PT DI itu kini bekerja di Kanada.
Mereka menjadi insinyur di perusahaan pembuat pesawat atau helikopter yang berkantor pusat di Montreal, misalnya Bombardier Aerospace dan Bell Helicopter.
Seperti diwartakan pada Kamis (17/12/2015), Kompas.com memiliki kesempatan bertemu para diaspora yang merupakan insinyur dirgantara Indonesia di Kanada dalam suatu pertemuan di rumah Atase Perhubungan RI di Kanada, Agoes Soebagio, pada akhir November 2015.
Saat itu, Utusan Khusus Indonesia untuk Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO), Indroyono Soesilo, ikut hadir dan memberi respons positif kepada para insinyur lulusan PT DI yang dinilainya mempunyai kemampuan luar biasa.
"Mereka ini spesialis. Kalau di bidang khusus seperti dirgantara, harus punya kemampuan luar biasa untuk menjadi seorang spesialis," ucap Indroyono.
Spesialisasi khusus
Pada pertemuan, setiap orang yang hadir diketahui memiliki spesialisasi masing-masing.
Sebagai contoh, Sigit Afrianto, dia merupakan alumnus PT DI yang terlibat dalam pengembangan pesawat CN235 MPA, N250, N2130, dan N219.
Keahlian khusus yang dimilikinya yaitu di bidang pneumatics dan air conditioning system.
Selain itu, ada pula Albertus M Tjandra.
Dia merupakan Senior Technical Specialist di Bell Helicopter Textron yang menjadi spesialis untuk commerical power plant dan fluid system design.
"Masih ada juga Andreas Hartono yang tidak hadir. Dia flight test pilot di Bombardier," imbuh Agoes Soebagio.
Menurut keterangan di laman resmi Bombardier, Andreas Hartono merupakan salah satu pilot yang menguji coba pesawat C Series yang menjadi andalan Bombardier.
Kebanyakan dari para insinyur dirgantara Indonesia itu sudah tinggal dan bekerja di Kanada selama 10 sampai 15 tahun.
Namun, mereka tidak melupakan Tanah Air dan mengaku masih tetap menjalin komunikasi dengan rekan-rekan mereka sesama alumnus PT DI.
"Komunikasi lancar. Kami juga punya milis, jadi terhubung dengan teman-teman yang dulu di (PT) DI, dan kini ada di AS dan Eropa," tutur Tjandra.
Alumni PT DI itu pun kini bekerja di berbagai macam perusahaan penerbangan berskala internasional, termasuk Boeing.
Tjandra mengungkapkan, alumni PT DI yang sekarang tersebar di berbagai negara di Amerika Utara dan Eropa pun mengatakan masih tetap ingin berkontribusi dan menurunkan ilmu kepada rekan-rekan mereka yang masih bekerja di PT DI.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kembangkan PT DI, BJ Habibie Hasilkan Banyak Insinyur Spesialis"