Penulis
Intisari-Online.com -Kurang dari 24 jam setelah gempa berkekuatan 7,4 SR terjadi di Banten, beredar kabar tentang kondisi patahan Sunda atau yang lebih dikenal dengan Sunda Megathrust sedang berada dalam kondisi kritis.
Klaim ini muncul karena gempa Banten terjadi dalam waktu yang relatif berdekatan dengan letusan Gunung Tangkuban Parahu.
Lebih lanjut, jika titik kritis tersebut mencapai puncaknya, makan bisa terjadi gempa bermagnitudo 9,0 yang memicu aktivitas sesar Baribis dan sesar Lembang.
Artinya wilayah Bandung dan Jakarta akan didera gempa yang sangat amat dahsyat kekuatannya.
Tidak main-main, kabar yang beredar melalui aplikasi WhatsApp tersebut diklaim berasala darigrup geologi Institut Teknologi Bandung (ITB)
Menanggapi kabar tersebut, Daryono selaku Kabid Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan ahli gempa ITB Irwan Meilano menyanggahnya.
“Hoaks itu. Siapa bisa tahu itu kritis,” ujar Daryono kepada Kompas.com ketika dihubungi melalui pesan singkat pada Sabtu (3/8/2019).
Narasi yang beredar
Jarak antar gempa (yang) semakin pendek dan tiba-tiba aktifnya gunung Tangkuban Perahu, bisa jadi merupakan indikasi akumulasi energi patahan Sunda ( Sunda megathrust) hampir mencapai titik kritis.
Jika atas seizin Allah SWT tercapai titik tersebut, gempa yang selama ini dikhawatirkan dengan besar, 9 skala Richter, berpeluang terjadi.
Bagi Jabodetabek, yang dikhawatirkan adalah aktifnya patahan tersebut memicu pula aktivitas patahan Baribas yang memanjang dari Pasar Rebo hingga Ciputat, serta patahan Lembang di Bandung. Wallahu'alam. Persiapan diri harus dilakukan mulai sekarang.
Tanggapan para ahli
Daryono menegaskan bahwa hingga saat ini, peristiwa gempa belum dapat diprediksi oleh siapa pun. Hal ini termasuk kapan, di mana dan seberapa besar kekuatan gempa yang akan terjadi.
Selain itu, gempa bumi sendiri terjadi akibat deformasi batuan tiba-tiba pada sumber gempa yang telah mengalami akumulasi medan tegangan atau stres; sehingga pemikiran bahwa sebuah gempa dapat memicu sumber gempa lain, seperti yang disebutkan dalam pesan viral, belum dapat dibuktikan secara empiris.
“Teori yang berkembang saat ini baru dapat menjelaskan bahwa sebuah gempa dapat membangkitkan picuan statik karena adanya perubahan stress di sekitar pusat gempa yang kemudian dapat meningkatkan aktivitas gempa susulan (aftershocks) di sekitar gempa utama,” jelas Daryono.
Irwan turut mengatakan bahwa tidak benar bila jarak gempa yang semakin dekat dan aktifnya Gunung Tangkuban Parahu merupakan indikasi akumulasi energi Sunda Megathrust.
Menurut dia, akumulasi energi di selatan Selat Sunda telah dan sedang terkumpul sejak ratusan tahun lalu.
Di samping itu, kelanjutan sesar Baribis ke daerah Jabotabek juga masih dalam tahap riset dan belum bisa ditemukan bukti ilmiahnya sampai saat ini.
Daryono pun menghimbau masyarakat agar tetap tenang, tetapi waspada dan tidak percaya kepada isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarnya.
Daripada hanya panik ketika mendapati pesan-pesan seperti ini, yang lebih penting adalah melakukan langkah-langkah kesiapan sebelum, saat dan setelah terjadi gempa bumi sedari sekarang.
“Siapkan bangunan rumah Anda agar sesuai dengan konstruksi aman gempa, siapkan perabotan-perabotan yang kuat dan dapat menjadi tempat perlindungan sementara saat terjadi gempa, siapkan jalur evakuasi yang aman di lingkungan tempat tinggal Anda,” tutup Daryono.
(Shierine Wangsa Wibawa)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hoaks Akumulasi Energi Patahan Sunda Hampir Kritis, Ini Penjelasannya".