Diusulkan BNN Masuk Daftar Narkotika, Kratom Pernah Sebabkan Ratusan Orang Meninggal dan Seorang Bayi Terlahir Menjadi 'Pecandu'

Ade S

Penulis

Dianggap 10 kali lipat lebih berbahaya dibanding kokain dan ganja, kratom diusulkan masuk daftar narkotika oleh BNN. Sebenarnya, apakah kratom?

Intisari-Online.com -Baru-baru ini Badan Narkotika Nasional (BNN) mengusulkan kepada Kementerian Kesehatan agar menetapkan daun kratom (Mitragyna speciosa) sebagai narkotika golongan I.

Apalagi, menurut BNN, daun ini juga dianggap 10 kali lipat lebih berbahaya dibandingkan dengan kokain dan ganja.

Kratom sendiri meruoakan tanaman asli Asia Tenggara yang tumbuh secara alami di Indonesia.

Menurut Dailymail pada Jumat (8/2/2019), tanaman ini diklaim berasal dari Kalimantan.

Baca Juga: Kratom, Obat Ajaib dari Pedalaman Kalimantan yang Memiliki Efek Mirip Morfin, Kini Diekspor ke Seluruh Dunia

Sebuah tanaman yang dielu-elukan oleh beberapa orang sebagai obat ajaib.

Menurut keyakinan setempat, daun dari tanaman ini telah digunakan selama berabad-abad di Asia Tenggara dan Papua Nugini.

Dan digunakan untuk efek penghilang rasa sakit dan perangsang.

Kini, daunnya telah dijual dalam bentuk bubuk dan diekspor ke seluruh dunia, namun beberapa regulator kesehatan khawatir tentang kelayakan konsumsi daun ini.

Baca Juga: Ibunya Rutin Minum Teh Kratom Saat Hamil, Bayi Ini Terlahir Seperti Orang 'Kecanduan' Narkoba

Menurut Dailymail, Kratom menstimulus reseptor otak sama dengan morfin, meskipun ia menghasilkan efek lebih ringan.

"Aku mengambil Kratom dan tidak punya masalah."

"Karena memiliki beberapa manfaat yang membantu Anda rileks, serta dapat mengobati insomnia atau mengobati kecanduan narkoba," ucap Faisal Perdana pada AFP.

Kabar mengenai dampak negatif ini, juga ditepis oleh petani bernama Gusti Prabu, yang mengekspor 10 ton obat per bulan.

Ia mengatakan, "nenek moyang kita menggunakan Kratom, dan tidak ada efek samping negatif. Ini dapat membantu orang kecanduan narkoba dan membantu detoksifikasi."Namun, karena popularitasnya, obat ini sampai tidak diregulasi dan hanya memiliki sedikit uji klinis untuk menilai keamanan dari efek sampingnya.

Kratom sendiri sudah dilarang untuk dikonsumsi di Indonesia, Malaysia dan Thailand.

Sedangkan Otoritas Kesehatan Amerika Serikat, melarang importir obat-obatan ini karena dikaitkan dengan puluhan kematian.

Baca Juga: Kisah GKR Hemas: Pernah Beli Narkotika untuk Teman Hingga Pernah Kabur karena Takut Menikah dengan Calon Raja

Serta memperingatkan hal itu dapat memperburuk epidemi opioid yang mematikan.

Opioid adalah senyawa yang ditemukan di Kratom, yang membuat pengguna kecanduan menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan AS.

Meski demikian, bagi para petani di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, produksi dan permintaan Kratom naik.

Sehingga mereka mulai pindah dari komoditas tradisional seperti karet dan minyak kelapa sawit ke Kratom.

Sekitar 90% pengiriman dari Kalimantan Barat adalah Kratom yang dijual ke Amerika Serikat.

Sebabkan 152 orang meninggal, seorang bayi terlahir menjadi 'pecandu'

Di balik beragam manfaat yang diklaim dapat dihadirkannya, Kratom menyimpan bahaya, layaknya narkoba.

Dilansir dari Health.com, sebanyak 91 orang di Amerika Serikat dikabarkan meninggal, karena overdoses teh kratom.

Tak hanya itu, sepanjang 2017-2018 dilaporkan jika 152 orang meninggal, karena tumbuhan ini.

Baca Juga: Air Rebusan Pembalut Jadi Pengganti Narkotika, Dinas Kesehatan: Secara Nalar Jelas Menyimpang

Sementara itu, seorang ibu melahirkan seorang putra yang

memunculkan gejala putus obat: gelisah, menjerit, dan membutuhkan suntikan morfin agar tetap hidup.

Sang bayi sangat kelaparan akan obat, seperti orang yang sakau.

Meski ada ketergantungan, dokter anak itu tidak menyalahkan heroin, fentanil, atau zat terlarang lainnya.

Sebaliknya, bayi itu dinyatakan tumbuh bergantung pada suplemen herbal kontroversial, yaitu daun kratom.

'Rasa aman yang salah'

Menurut sebuah laporan kasus yang diterbitkan dalam jurnal Pediatrics, baik wanita dan bayinya yang tidak disebutkan namanya, menjalani pemeriksaan urine yang secara khusus ditujukan untuk mencari oxycodone dan opioid lainnya.

Tetapi tes-tes itu tidak mencari kratom, obat legal yang memiliki efek opioid pada dosis tinggi.

Baca Juga: Demi Guyuran Dolar, Para Tentara Bayaran AS Ini Rela Menyabung Nyawa dalam Perang Narkotika di Kolombia

Baca Juga : Selain Uang Bergepok-gepok, Inilah Isi Rumah Raja Narkoba Meksiko Saat Digrebek

Tanaman asal Asia Tenggara tersebut biasanya digunakan untuk mengobati rasa sakit dan mengekang keinginan seseorang untuk menggunakan narkoba.

Bertindak pada reseptor otak yang sama seperti morfin dan obat-obatan sejenis, kratom dipuji oleh beberapa orang sebagai solusi terhadap kecanduan narkoba,

Tetapi kratom justru diejek oleh Food and Drug Administration AS sebagai obat psikoaktif yang berpotensi berbahaya.

Sang ibu membantah menggunakan zat apa pun selama kehamilannya - legal atau tidak - tetapi suaminya mengatakan kepada dokter bahwa dia minum teh kratom setiap hari untuk mengobati gejala putus obat dan membantu tidurnya.

"Saya khawatir bahwa perempuan yang membuat komitmen tulus untuk mengatasi ketergantungan mereka dapat mengembangkan rasa aman yang salah dengan menggunakan zat yang diiklankan sebagai alternatif narkoba," kata Dr Whitney Eldridge, ahli neonatologi untuk BayCare Health System di Florida.

Sang ibu mungkin memiliki niat baik, tetapi karena tes tidak menunjukkan obat lain dalam dirinya atau bayi, dokternya mengatakan kratom mungkin menjadi satu-satunya penyebab kondisi putranya, yang dikenal secara klinis sebagai neonatal abstinence syndrome (NAS).

NAS adalah sebuah istilah untuk sekelompok masalah bayi yang disebabkan oleh pengaruh penggunaan narkoba yang digunakan si ibu bayi

Pada hari kedelapan hidupnya, setelah dia ‘dibersihkan’ dari opioid dan diamati tanpa obat apa pun, bocah itu dipulangkan ke orang tuanya.

Baca Juga: Anjing K9 yang Bertugas Mencari Narkotika di Kapal Win Long BH 2998 Kelelahan di Tengah-tengah Tugasnya

Artikel Terkait